Sebagai orang yang biasa bangun siang, saya lebih memilih melewatkan moment perahu berlabuh itu. Toh pasarnya buka sepanjang hari. Biasanya saya datang menjelang senja, beberapa saat sebelum pasar mulai sepi dan akhirnya tutup. Setelah memilih aneka bahan yang saya inginkan, kepiting, udang, kerang, lobster, cumi-cumi, ikan, dan sebangsanya, saya langsung membawanya ke kios-kios yang khusus menawarkan jasa memasak. Seperti di restoran yang berjajar di tepi pantai, cara memasak yang ditawarkan hanya satu, dibakar.
Setelah matang, tinggal bawa masakan tersebut ke tepi pantai dimana kita kita bisa menggelar kain pantai sebagai alas duduk. Tanpa meja dan kursi tidak membuat panorama sunset jadi lebih jelek kan? Disitulah pesta digelar. Seru, apalagi kalau datang berbanyak. Kalau di restoran kita bicara porsi dan set menu, di pasar kita bicara kilo. Lebih murah, lebih banyak, tentu saja lebih puas.
Oh ya … nasi, tinggal mampir saja di salah satu warung kecil sebelum memasuki kawasan Pantai Jimbaran untuk membeli beberapa bungkus nasi putih. Piring, sendok, garpu? Ah … sebagai orang kampung, saya lebih bisa menikmati makan dengan tangan koq. Kalau anda menginginkan aneka minuman seperti yang disajikan di restoran, gampang, mampir dulu di salah satu mini market seperti Circle K, AlfaMart, dan sebagainya.
Bosan menikmatinya di Pantai Jimbaran? Mulailah proses agak awal, sehingga setelah selesai dari kios masak, kita masih sempat pergi ke pantai atau tempat menarik lainnya. Bahkan kita bisa membawanya untuk dinikmati di Pantai Kuta. Bayangkan … Di Pantai Kuta yang berada di depan Beachwalk misalnya, kita bisa menikmati hidangan seafood di atas pasir pantai sambil menikmati keindahan sunset Kuta yang terkenal ke seantero jagat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H