Ini pertanyaan aneh. "Gak juga, sih," saya ambil waktu berpikir. "Memang mengapa ?"
"Mengapa penting amat mengaitkan pernikahan dengan seks ?"
"Maksud kamu ?"
"Tadi itu, Papa bilang kita tak boleh berhubungan seks sebelum menikah. Terus, ada berita, orang-orang menikah supaya bisa berhubungan seks. Memangnya seks itu untuk apa ?"
Ya, ampun! Seusia tiga belas tahun seperti putri kami sekarang - bahkan sampai akan menikah pun - saya tak pernah berani bertanya begini pada ayah atau ibu saya. Ah, anak-anak (eh, remaja) zaman sekarang memang sudah sangat maju.
"Seks bukan keharusan," saya menjawab cepat. Tapi kemudian setengah meralat saya lanjutkan, " Tentu saja, kalau mau punya anak harus berhubungan seks. Bisa sih pakai cara kedokteran modern, punya anak tanpa berhubungan seks. Itu kalau ada masalah dengan kesuburan atau fisiologis pada suami istri."
"Terus ...?" tampaknya dia menangkap kehati-hatian dalam jawaban saya.
"Seks memang bukan keharusan. Suami isteri berhubungan seks bukan hanya untuk mendapatkan keturunan. Mereka juga melakukan hubungan seksual karena itu menyenangkan."
"Ha...?!" tampaknya dia kaget dengan jawaban gamblang itu. Saya tak bisa melihat reaksi wajahnya, karena dia duduk di bangku belakang. Tidak di jok depan, agar memudahkannya keluar dari mobil nanti. Posisi sekolahnya ada di sebelah kanan jalan.
 "Memang menyenangkan. Itu sebabnya setelah anak-anak masuk usia remaja, ingin mencoba-coba. Itu naluri."
"Kata Mama, jangan dekat laki-laki, nanti bisa hamil. Padahal, 'kan tak mungkin hamil kalau tak berhubungan, 'kan?"