Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

(Catatan Perjalanan 1): If You Fail to Plan...

2 Januari 2017   21:25 Diperbarui: 2 Januari 2017   22:04 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena kami tiba sebelum jam buka pukul 09.00 (waktu buka Eco Green Park), kami gunakan waktu untuk berfoto-foto di depan gerbang masuk Jatim Park dengan latar belakang hotel unik bernama Pohon Inn yang berada di dalam kompleks. Dinding hotel didekor bagaikan batang pohon dimana di sela-selanya ada jendela. Sebenarnya akan menarik jika bisa menginap di sana. Tarif kamar paling murah pada weekday Rp 730.000 (termasuk sarapan), sementara kalau weekend melonjak menjadi Rp 1.250.000 per kamar. Well, that's beyond our paltry budget.

Berbekal beberapa botol air mineral dan roti, kami mulai penjelajahan di Jatim Park 2 mulai dari Eco Green Park. Penerima tamu di pintu masuk sangat bersahabat, hanya memasangkan gelang pengenal dan tidak rewel memeriksa isi kantongan yang kami bawa seperti lazimnya di banyak taman hiburan. Memang ada papan bertuliskan larangan untuk membawa lontong, mie dan nasi, tapi tampaknya dibebaskan membawa makanan ringan dan minuman. Di dekat pintu masuk  disediakan e-bike yang bisa dipakai selama 3 jam dengan membayar Rp. 100.000.  

Di dalam leaflet yang kami dapat di pintu masuk tertulis ada 35 wahana yang memadukan konsep wisata alam, kebudayaan, lingkungan & seni yang inspiratif, menarik dan mendidik. Setelah melewati beberapa peraga fisika seperti pompa gravitasi dan beberapa patung hewan yang dibangun dari limbah mobil bekas dan komputer, kami diarahkan memasuki insectarium.

Di pintu masuk insectarium ada petugas yang menempelkan beberapa kalajengking berbisa di tangannya dan mengajak pengunjung melakukan hal yang sama. Beberapa orang yang bernyali besar menggunakan kesempatan itu untuk berfoto dengan serangga berbisa itu di lengannya.

Di dalam insectarium terdapat berbagai serangga, baik yang hidup maupun yang diawetkan. Ratusan jenis serangga mulai kupu-kupu, belalang, kumbang dan entah apa lagi saya tak ingat dipamerkan di sana. Setiap jenis hewan disertai keterangan mengenai namanya dan asalnya. Penataan serangga yang diawetkan sangat apik, memadukan keindahan alami hewan dan penataan yang artistik. Hampir semua serangga yang diawetkan dalam keadaan utuh sempurna.

Keluar dari insectarium kami menemukan taman terbuka yang berisi kandang-kandang burung berjalan. Merak, bangau, kasuari, burung onta dan berbagai burung berjalan dari Indonesia dan belahan dunia lainnya ada di sana. Keluar dari area burung berjalan, kami menemukan kolam yang ramai dengan dentang denting seperti irama musik. Bunyi ini dihasilkan oleh serangkaian pipa, baskom, ember dan benda-benda logam lain yang ditata sedemikian sehingga bergerak akibat aliran air dan memukul logam lain dan mengeluarkan nada yang teratur.

Di dekat kolam ada pintu untuk menumpang jip bertualang di dalam hutan. Perlu mengantri, karena banyak yang tertarik. Atraksinya adalah melihat hutan sambil menembaki pemburu (patung) dengan menggunakan pistol (mainan, tentu saja) yang disediakan.

Setelah itu kami mengunjungi rumah jamur, dunia merak, pengolahan bio gas, burung beo, merak putih dan menyaksikan pertunjukan burung. Di Science Center kami mencoba simulator gempa dan simulator angin. Sebelum keluar dari Eco Green Park, kami sempatkan mengikuti "eco journey" dimana pengunjung duduk dalam kereta yang membawa ke beberapa peragaan 3 dimensi ataupun video yang menggambarkankan perubahan lingkungan hidup sejak zaman purba hingga masa kini.

Ada begitu banyak yang bisa dilihat di Eco Green Park. Kami mungkin hanya sempat melihat atau mencoba separuh dari wahana yang tersedia. Ketika memeriksa gambar-gambar di memori kamera, saya baru menyadari bahwa kami tak mengabadikan gambar sebagian hewan atau atraksi yang sempat kami lihat.

Tanpa perencanaan, waktu terasa berlalu berlalu begitu saja. Sudah sekitar pukul 14.00 ketika kami meninggalkan Eco Green Park dan pindah ke Batu Secret Zoo.  Di sini pun waktu tak terasa habis untuk menyaksikan berbagai jenis hewan dari manca negara, mulai dari berbagai jenis primata, harimau, singa, reptil, ikan dan sebagainya. Ketika masuk ke Museum Satwa menjelang pukul 18.00, kami menjadi pengunjung terakhir. Masih sempat melihat beberapa diorama yang menampilkan berbagai jenis hewan, tapi tak lama kemudian lampu-lampu mulai dimatikan.

Menyadari hari sudah mulai gelap, kami membatalkan rencana ke alun-alun dan hendak ke BNS selepas makan. Tapi, kemudian rencana itu pun berubah.Pengelola homestay memberitahu akan sangat tidak praktis dan memakan waktu lama untuk menggunakan kendaraan umum ke Cemaralawang Probolinggo atau Wanakitri Tosari yang tadinya kami rencanakan sebagai tempat penginapan sebelum naik ke Bromo. Sementara itu, menggunakan mobil carteran bisa saja (meskipun mahal), tapi akan kesulitan ketika pulangnya nanti. Tak ada kendaraan travel dari sana dan terpaksa harus menggunakan kendaraan umum lagi. Akhirnya, kami membatalkan kunjungan ke BNS dan tengah malam check-out dari homestay untuk mengikuti midnight tour Bromo - mengunjungi Bromo tanpa menginap, dari sana kami akan langsung ke Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun