Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

(Catatan Perjalanan 1): If You Fail to Plan...

2 Januari 2017   21:25 Diperbarui: 2 Januari 2017   22:04 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nasihat orang bijak agar segala sesuatu direncanakan dengan baik tidak sepenuhnya kami turuti dalam membuat keputusan melakukan perjalanan wisata keluarga ke Batu (Malang), Gunung Bromo dan Surabaya pada akhir tahun 2016. Selain pesanan tempat penginapan di Batu untuk 2 hari pertama, baru kode booking pesawat untuk pergi pulang yang telah kami pegang. Berapa lama akan ada berada di Batu, kapan ke Bromo, kapan ke Surabaya, akan menginap dimana setelah dari Batu, bagaimana transportasinya belum diputuskan.

Perpaduan antara kesibukan dan sikap "anggap enteng" karena perjalanan ini cuma di negeri sendiri menjadi penyebab tidak tuntasnya perencanaan perjalanan. Diasumsikan bahwa rencana detail bisa dilakukan "on the go".

Tiba di Bandara Juanda Surabaya sekitar pukul 13.00, kami celingukan mencari tahu cara untuk melanjutkan perjalanan ke Batu. Bertanya ke counter taksi di terminal kedatangan, kami ditawari untuk naik travel dengan tarif Rp. 150.000 per orang. Terasa mahal. Keluar dari gedung, kami bertanya pada pramusaji tempat kami membeli makan siang dan diberitahu bahwa ke Batu Malang bisa naik bis, tapi perlu bersambung angkutan. Tidak praktis, karena kami bawa koper. Saya terpaksa membiarkan istri mencari tahu sendiri, karena pada saat yang sama saya harus menyelesaikan beberapa tugas dengan memanfaatkan notebook yang memang sengaja saya bawa (mengantisipasi ada kebutuhan tak terduga, dan jadi kenyataan). Tugas itu ditunggu oleh teman sekerja yang sedang berjibaku mengejar deadline. Beberapa bagian yang merupakan tanggung-jawab saya masih memerlukan perbaikan.

Istri memberitahu ada orang yang menawarkan pengangkutan ke Batu dengan Avanza. Tarifnya Rp. 100.000 di antar sampai ke tujuan di Batu. Kami setuju. Sekitar setengah jam menunggu, yang datang ternyata bus kecil (Elf atau mirip Elf, saya tak memperhatikan). Awalnya penumpangnya cuma kami bertiga, tapi kemudian bus menjemput seorang penumpang lain di rumahnya, sebelum melanjutkan ke Batu. Untunglah. Saya membayangkan betapa habisnya waktu jika harus menjemput sekitar 8-10 orang untuk memenuhi bus.

Kami tiba di Batu pukul 19.00 lebih sedikit. Sudah gelap dan hujan menyambut kedatangan kami. Kamar homestay tak seindah gambar di situs online tempat kami memesan. Ada shower air panas, tapi yang mengalir air dingin. Bingung apa yang bisa dilakukan di tengah hujan yang lumayan deras. Akhirnya kami memesan bakso Malang dan nasi goreng ke nomor telepon rumah makan yang brosurnya kami temukan di meja kamar. Harganya relatif murah, tapi rasanya seadanya.

Sekitar pukul 20.30 ternyata hujan berhenti. Kami memutuskan untuk pergi ke Batu Night Spectacular (BNS) yang menjadi salah satu ikon Batu. Kami sengaja memilih penginapan dekat BNS. Berjalan kaki cuma sekitar 15 menit.

Wahana wisata yang buka malam hari itu ramai sekali. Cahaya benderang dan lampu warna warni memancar dari dalam menerangi langit malam. Lapangan parkir dijejali ratusan mobil dan bus dengan plat nomor Jakarta hingga Bali. Saya tidak tahu secara lengkap apa saja yang bisa dilihat dan dilakukan di BNS. Kami memutuskan akan datang keesokan harinya saja lebih awal, agar bisa berlama-lama menikmati wahana dan suasana di BNS tanpa harus pulang terlalu larut malam.

Di sekitar lapangan parkir tampak baliho-baliho besar yang mempromosikan destinasi wisata di sekitar Batu. Ada Jawa Timur Park 1, Jawa Timur Park 2, Museum Angkut, Bagong Adventure Museum Tubuh, Eco Green Park, dan beberapa yang lain yang tak saya ingat. Melihat baliho Eco Green Park, istri langsung mengatakan bahwa kami harus ke sana. Ada temannya yang sangat merekomendasikan.

Kami akhirnya membuat keputusan ke Eco Green Park pada hari kedua, lalu ke alun-alun Kota Batu dan dilanjutkan dengan ke BNS. Hari ketiga kami akan check-out dan pindah ke Bromo. Sementara itu, di telepon saya ternyata ada pesan dari teman kerja untuk mengoreksi lagi beberapa materi yang saya emailkan sebelumnya. Pulang ke penginapan saya kembali harus menyelesaikan tugas, lagi-lagi tak bisa membuat perencanaan terperinci.

Keesokan paginya kami berjalan ke Jatim Park 2 yang merupakan lokasi Eco Green Park. Berjalan kaki sekitar 20 menit. Di loket Jatim Park 2 ditawarkan 2 jenis tiket, yaitu tiket reguler Jatim Park 2 (mencakup Batu Secret Zoo plus Museum Satwa) seharga Rp. 120.000 dan tiket Paket 2 (Jatim Park 2 plus Eco Green Park) seharga Rp. 150.000. Itu harga weekend dan holiday season. Hari biasa ada diskon 30%.

Kami membeli tiket Paket 2. Sebenarnya kami bisa membayar lebih murah 20% jika membayar dengan Kartu BCA (kebetulan saya punya) atau memesan tiket melalui Indomaret, tapi saya terlambat mengetahui informasi itu. Memasuki gerbang Eco Green Park, saya baru tahu bahwa tiket ke Eco Green Park dapat dibeli terpisah dari tiket Jatim Park seharga Rp 70.000 (harga weekend) di loket masuk Eco Green Park.

Karena kami tiba sebelum jam buka pukul 09.00 (waktu buka Eco Green Park), kami gunakan waktu untuk berfoto-foto di depan gerbang masuk Jatim Park dengan latar belakang hotel unik bernama Pohon Inn yang berada di dalam kompleks. Dinding hotel didekor bagaikan batang pohon dimana di sela-selanya ada jendela. Sebenarnya akan menarik jika bisa menginap di sana. Tarif kamar paling murah pada weekday Rp 730.000 (termasuk sarapan), sementara kalau weekend melonjak menjadi Rp 1.250.000 per kamar. Well, that's beyond our paltry budget.

Berbekal beberapa botol air mineral dan roti, kami mulai penjelajahan di Jatim Park 2 mulai dari Eco Green Park. Penerima tamu di pintu masuk sangat bersahabat, hanya memasangkan gelang pengenal dan tidak rewel memeriksa isi kantongan yang kami bawa seperti lazimnya di banyak taman hiburan. Memang ada papan bertuliskan larangan untuk membawa lontong, mie dan nasi, tapi tampaknya dibebaskan membawa makanan ringan dan minuman. Di dekat pintu masuk  disediakan e-bike yang bisa dipakai selama 3 jam dengan membayar Rp. 100.000.  

Di dalam leaflet yang kami dapat di pintu masuk tertulis ada 35 wahana yang memadukan konsep wisata alam, kebudayaan, lingkungan & seni yang inspiratif, menarik dan mendidik. Setelah melewati beberapa peraga fisika seperti pompa gravitasi dan beberapa patung hewan yang dibangun dari limbah mobil bekas dan komputer, kami diarahkan memasuki insectarium.

Di pintu masuk insectarium ada petugas yang menempelkan beberapa kalajengking berbisa di tangannya dan mengajak pengunjung melakukan hal yang sama. Beberapa orang yang bernyali besar menggunakan kesempatan itu untuk berfoto dengan serangga berbisa itu di lengannya.

Di dalam insectarium terdapat berbagai serangga, baik yang hidup maupun yang diawetkan. Ratusan jenis serangga mulai kupu-kupu, belalang, kumbang dan entah apa lagi saya tak ingat dipamerkan di sana. Setiap jenis hewan disertai keterangan mengenai namanya dan asalnya. Penataan serangga yang diawetkan sangat apik, memadukan keindahan alami hewan dan penataan yang artistik. Hampir semua serangga yang diawetkan dalam keadaan utuh sempurna.

Keluar dari insectarium kami menemukan taman terbuka yang berisi kandang-kandang burung berjalan. Merak, bangau, kasuari, burung onta dan berbagai burung berjalan dari Indonesia dan belahan dunia lainnya ada di sana. Keluar dari area burung berjalan, kami menemukan kolam yang ramai dengan dentang denting seperti irama musik. Bunyi ini dihasilkan oleh serangkaian pipa, baskom, ember dan benda-benda logam lain yang ditata sedemikian sehingga bergerak akibat aliran air dan memukul logam lain dan mengeluarkan nada yang teratur.

Di dekat kolam ada pintu untuk menumpang jip bertualang di dalam hutan. Perlu mengantri, karena banyak yang tertarik. Atraksinya adalah melihat hutan sambil menembaki pemburu (patung) dengan menggunakan pistol (mainan, tentu saja) yang disediakan.

Setelah itu kami mengunjungi rumah jamur, dunia merak, pengolahan bio gas, burung beo, merak putih dan menyaksikan pertunjukan burung. Di Science Center kami mencoba simulator gempa dan simulator angin. Sebelum keluar dari Eco Green Park, kami sempatkan mengikuti "eco journey" dimana pengunjung duduk dalam kereta yang membawa ke beberapa peragaan 3 dimensi ataupun video yang menggambarkankan perubahan lingkungan hidup sejak zaman purba hingga masa kini.

Ada begitu banyak yang bisa dilihat di Eco Green Park. Kami mungkin hanya sempat melihat atau mencoba separuh dari wahana yang tersedia. Ketika memeriksa gambar-gambar di memori kamera, saya baru menyadari bahwa kami tak mengabadikan gambar sebagian hewan atau atraksi yang sempat kami lihat.

Tanpa perencanaan, waktu terasa berlalu berlalu begitu saja. Sudah sekitar pukul 14.00 ketika kami meninggalkan Eco Green Park dan pindah ke Batu Secret Zoo.  Di sini pun waktu tak terasa habis untuk menyaksikan berbagai jenis hewan dari manca negara, mulai dari berbagai jenis primata, harimau, singa, reptil, ikan dan sebagainya. Ketika masuk ke Museum Satwa menjelang pukul 18.00, kami menjadi pengunjung terakhir. Masih sempat melihat beberapa diorama yang menampilkan berbagai jenis hewan, tapi tak lama kemudian lampu-lampu mulai dimatikan.

Menyadari hari sudah mulai gelap, kami membatalkan rencana ke alun-alun dan hendak ke BNS selepas makan. Tapi, kemudian rencana itu pun berubah.Pengelola homestay memberitahu akan sangat tidak praktis dan memakan waktu lama untuk menggunakan kendaraan umum ke Cemaralawang Probolinggo atau Wanakitri Tosari yang tadinya kami rencanakan sebagai tempat penginapan sebelum naik ke Bromo. Sementara itu, menggunakan mobil carteran bisa saja (meskipun mahal), tapi akan kesulitan ketika pulangnya nanti. Tak ada kendaraan travel dari sana dan terpaksa harus menggunakan kendaraan umum lagi. Akhirnya, kami membatalkan kunjungan ke BNS dan tengah malam check-out dari homestay untuk mengikuti midnight tour Bromo - mengunjungi Bromo tanpa menginap, dari sana kami akan langsung ke Surabaya.

Dua hari di Batu Malang hanya sempat ke Jatim Park 2. Terasa sayang, waktu tak digunakan secara optimal. Tapi, begitulah kalau kurang perencanaan. Jika saja kami sebelumnya mempelajari peta dan keseluruhan wahana yang bisa dikunjungi dan mengatur waktu untuk setiap tempat, tentu kami akan bisa melihat lebih banyak. Kalau saja perjalanan ke Bromo sudah diatur sebelumnya, tentu kami tak perlu terburu-buru meninggalkan Batu dan masih sempat melihat objek menarik kota wisata ini.

"If you fail to plan, you are planning to fail," kata seorang bijak. Jalan-jalan di Batu Malang tak bisa disebut "fail", karena kami menikmati kerennya Eco Green Park dan Batu Secret Zoo. Tapi, tanpa rencana, banyak hal yang jauh lebih menarik, lebih hemat dan lebih spektakuler menjadi terlewatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun