Dengan menganggap pihak lain sebagai "bukan manusia" atau "kafir," mereka membenarkan perlakuan kejam terhadap kelompok tersebut. Pandangan ini membuat tindakan seperti pembunuhan, pemerkosaan, atau pengusiran paksa menjadi lebih mudah dilakukan tanpa rasa bersalah.
Propaganda dan Rekrutmen: Gerakan radikalisme agama sangat ahli dalam menggunakan propaganda untuk menyebarkan ideologi mereka. Media sosial, video, khotbah ekstremis, dan literatur radikal sering kali digunakan untuk menarik perhatian orang-orang muda yang rentan dan frustrasi dengan kondisi sosial atau ekonomi.
Radikalisasi sering kali terjadi secara perlahan, dengan individu yang mulai tertarik pada pesan-pesan radikal melalui diskusi online atau kelompok-kelompok tertutup. Proses rekrutmen ini menargetkan orang-orang yang merasa terpinggirkan atau tidak puas dengan status quo.
Penolakan terhadap Hukum dan Negara Sekuler: Sebagian besar gerakan radikal menolak legitimasi pemerintah sekuler atau non-agama. Mereka berusaha menggulingkan sistem politik yang ada untuk menggantinya dengan sistem teokrasi, di mana hukum agama (syariah, misalnya) menjadi dasar dari segala kebijakan publik.
Ini menyebabkan mereka sering kali berkonflik dengan otoritas negara, dan dalam beberapa kasus, terlibat dalam pemberontakan atau kegiatan militan.
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Radikalisme Agama
Radikalisme agama tidak muncul dalam ruang hampa. Ada banyak faktor yang bisa mendorong individu atau kelompok menjadi radikal. Beberapa faktor tersebut antara lain:
Ketidakpuasan Sosial-Ekonomi: Kemiskinan, ketidakadilan, dan marginalisasi sosial sering kali menjadi lahan subur bagi radikalisme. Individu-individu yang merasa tidak memiliki harapan dalam sistem yang ada dapat dengan mudah tertarik pada gerakan radikal yang menawarkan solusi total dan radikal terhadap masalah mereka. Pesan radikal yang menjanjikan perubahan total melalui revolusi agama dapat menarik perhatian mereka yang merasa putus asa.
Krisis Identitas: Di tengah globalisasi dan modernisasi yang cepat, banyak individu mengalami krisis identitas. Mereka mungkin merasa tercerabut dari akar budaya atau agama mereka, dan mencari jati diri di tengah perubahan sosial yang cepat. Dalam situasi seperti ini, kelompok radikal dapat menawarkan identitas yang kuat dan jelas, sering kali melalui pemahaman yang sempit tentang agama.
Ketidakpercayaan terhadap Pemerintah: Pemerintah yang korup atau dianggap tidak mewakili rakyatnya sering kali menciptakan ruang bagi kelompok-kelompok radikal untuk mendapatkan dukungan.
Ketidakpercayaan terhadap lembaga-lembaga negara membuat orang mencari alternatif, termasuk ideologi radikal yang menjanjikan sistem yang lebih "adil" atau "murni."