Mohon tunggu...
fanny s alam
fanny s alam Mohon Tunggu... -

Pengelola Bandung's School of Peace Indonesia (Sekolah Damai Mingguan Indonesia Bandung) dan penggiat komunitas di kota Bandung untuk kota yang ramah bagi semua

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Urgensi Pengesahan RUU PKS

29 Januari 2019   16:19 Diperbarui: 29 Januari 2019   16:30 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perspektif negara yang seharusnya melindungi warga negaranya dalam kasus-kasus kekerasan seksual ditantang di sini karena jarangnya mereka memperlihatkan keberpihakan secara total terhadap korban-korban kekerasan seksual (S. Alam, Fanny, Darurat Kekerasan Seksual). Masih belum disepakatinya konsepsi kekerasan seksual dalam pemikiran para aparat serta anggota perwakilan rakyat menyebabkan terhambatnya pengesahan RUU PKS dalam jangka waktu relatif lama. 

Kombinasi peran pemerintah dan masyarakat dalam pengentasan kekerasan seksual dalam RUU PKS dapat terlihat jelas dalam usaha pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual, mulai dari pendampingan hukum, medis, psikologis ditambah psikososial dan aspek pemulihan korban.

Dalam hal pemberdayaan aparatur slpil negara dan penegak hukum lengkap beserta satuan dibawahnya, RUU PKS jelas memasukkan materi penghapusan kekerassn seksual dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan bagi mereka dan dikelola negara (pasal 6 ayat e) serta bagaimana negara membangun dan mengintegrasikan data kekerasan seksual dalam sistem pendataan nasional diatur oleh badan pusat statistik Integrasi peran aparat sipil negara, penegak hukum dan satuan dibawahnya dalam mengentaskan kekerasan seksual secara komprehensif dimulai dengan pemberdayaan pengetahuan yang berbasis kesetaraan gender serta mendorong empati terhadap korban serta membangun sensitivitas terhadap kasus-kasus kekerasan seksual untuk mendorong kerja aparat yang lebih serius dan mendalam.

Urgensi Pengesahan

Dapat dipahami mengapa terdapat hambatan-hambatan signifikan dalam pengesahan RUU PKS ini. Kontroversi yang berada di media sosial menyatakan bahwa RUU ini akan menjadi jalan liberalisasi hubungan seks bebas, lalu inisiasi nilai-nilai feminisme barat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. 

Semangat RUU PKS yang jelas-jelas melibatkan tokoh-tokoh akademisi, lembaga kemanusiaan, advokat hukum, tokoh-tokoh pemuka lintas agama, serta elemen pemerintah dan masyarakat setidaknya dianggap kontroversial oleh beberapa kelompok yang berseberangan dengan pengesahan RUU ini. 

Pro dan kontra sebenarnya wajar mengingat pengesahan RUU PKS ini bukan hal yang dianggap setengah-setengah karena ini merupakan upaya perlindungan kepada warga negara Indonesia secara keseluruhan tanpa adanya diskriminasi dan berbasis nilai hak asasi manusia dengan mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya Indonesia. 

Kepentingan demi kepentingan memang tidak mudah dicapai dalam waktu singkat karena banyaknya pertimbangan, akan tetapi terkadang beda pendapat hingga meluas terjadi karena hal-hal yang sebenarnya mudah untuk diatasi, misalnya meningkatkan kapasitas literasi untuk memeriksa ulang sumber informasi sehingga kita tidak terjerumus dalam lingkaran hitam sebaran kabar yang mungkin belum valid. RUU PKS ini tidak mungkin menghilangkan semangat anti kekerasan seksual tanpa mengindahkan nilai-nilai yang sudah ada. 

Sekarang hanya diperlukan 'goodwill' atau niat baik tanpa berprasangka untuk sama-sama membahas isi RUU dengan komprehensif sehingga tidak akan ada penundaan lebih lama jika diperlukan revisi tambahan atau sejenisnya, karena usaha-usaha preventif dan paska kekerasan seksual jauh lebih menanti penanganan serius dari elemen pemerintah dan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun