Mohon tunggu...
Fanny Wiriaatmadja
Fanny Wiriaatmadja Mohon Tunggu... profesional -

just an ordinary woman bark2talk@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengusir Tetangga

17 April 2016   23:37 Diperbarui: 18 April 2016   01:10 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber : pribadi"][/caption]Dalam dua minggu terakhir saja sudah masuk tiga laporan tentang pengusiran pemilik satwa peliharaan oleh tetangga, ada yang mengusir dengan cara "sok" elegan dan berlagak memakai prosedur yang ( terlihat ) benar, ada juga yang mengusir dengan cara kasar, menembak kucing-kucing milik warga yang dianggap mengganggu kenyamanan hidup pelaku. Miris sekali memang cara manusia sekarang "berkomunikasi", seolah "bicara baik-baik" tak lagi mempunyai arti, seolah "bermusyawarah" tak lagi memiliki makna.

Pertanyaannya :

Bolehkan tetangga mengusir warga lainnya karena keberadaan satwa peliharaannya ? Tentu saja tidak boleh dan tidak bisa, karena siapapun yang judulnya warga boleh bertempat tinggal dimana saja, memelihara satwa apa saja kecuali satwa dilindungi.

Bolehkah warga memaksa warga lainnya membuang satwa peliharaannya ? Tentu saja tidak boleh, karena satwa adalah "milik" seseorang yang haknya juga dilindungi oleh undang-undang.

Lalu mengapa banyak sekali orang gelap mata, mengabaikan hak orang lain untuk memelihara satwa ?

Sebelum kalian terlalu happy dengan pernyataan di atas, berkacalah... sadari bahwa hak kita bukan tak terbatas, hak kita dibatasi oleh hak orang lain, saat kita memiliki hak untuk memelihara satwa, orang lain pun punya hak untuk tidak terganggu oleh satwa peliharaan kita, dan hak mereka pun dilindungi oleh undang-undang. Jangan sampai karena atribut "penyayang" satwa lalu kita punya hak memaksa orang lain untuk menerima kenyamanannya terusik. Jangan menutup hati dan otak kita dengan komentar emosional sesama "penyayang satwa" di media sosial yang seakan mendukung kita untuk memperjuangkan hak kita dengan melanggar hak orang lain.

Berkacalah...

Apakah kehadiran satwa peliharaan kita sudah disesuaikan dengan kemampuan kita merawat dan bertanggungjawab ?

Apakah cara kita membersihkan kotoran dan sisa makanannya sudah benar ?

Apakah kita sudah melatih satwa peliharaan kita untuk berlaku disiplin ?

Jika kita bekerja full time di kantor, tidak memiliki asisten rumah tangga, tapi nekat memelihara puluhan anjing dan/ atau kucing di rumah sudah pasti bau yang muncul dari kotoran dan sisa makanannya akan sangat luar biasa bukan ? Tidak ada satupun yang bisa menjamin bahwa satwa peliharaan kita tidak buang kotoran saat kita tidak berada di rumah, dan tidak ada jaminan bau-bauan tersebut tidak menyelinap keluar dan masuk ke rumah tetangga.

Jika rumah kita kecil lalu memiliki banyak satwa yang besar kemungkinan menggonggong atau mengeong kencang saat berkelahi, lalu keributan tersebut menyeruak mampir ke telinga tetangga kita yang mungkin sedang sakit atau sedang butuh istirahat.

Masihkah kita berkeras hati mempertahankan hak kita ? Masih jugakah berkeras hati merasa haknya terlanggar ? think again..

Jika masih keras kepala dan merasa paling benar, jangan berharap orang lain menghargai kita, apalagi kemudian mereka bersimpati dan menghormati tujuan awal kita saat memelihara satwa. Bisa jadi, bahkan nyaris dipastikan gelar " penyayang " dan " penolong " satwa akan mendapat stigma buruk.

you have to earn respect..

Jadi sebetulnya warga bisa memaksa kita membuang satwa peliharaan kita ? bisa. Ada perangkat hukum yang bisa digunakan untuk mencabut hak kita untuk memelihara satwa. Maka berhati-hatilah dalam mengurus satwa. 

Bagaimana cara kita tetap bisa memelihara satwa peliharaan kita dan aman dari "pengusiran" tetangga ?

Bijaklah dalam mengambil keputusan untuk memelihara satwa, pelajari manajemen pemeliharaan, batasi jumlah satwa yang mampu kita pelihara, karena sejatinya penolong satwa / rescuer itu jauh berbeda dengan hoarder..Rescuer akan sadar dan paham akan keterbatasannya, sedangkan hoarder yang berkedok rescuer akan terus mengangkut satwa tanpa menyadari ketidakmampuannya.

Lalu bagaimana menghindari kebencian dan kemarahan warga ? be a responsible owner !

Pastikan satwa peliharaan kita tidak buang kotoran di rumah tetangga, jika itu terjadi, segera bersihkan.

Pastikan satwa kita terdidik baik, jika masih ada yang bandel dan menjatuhkan/ memecahkan genteng tetangga, ganti kerugiannya.

Latih anjing kita agar tidak over barking, suara gonggongan anjing yang terus-menerus bisa saja memicu kemarahan tetangga, dan hal tersebut bukannya tidak bisa dilatih dan diajarkan.

Yang terakhir namun tak kalah penting adalah jangan pernah memaksakan standar kita dalam memelihara satwa kepada orang lain. Karena jika kita sungguh peduli pada satwa tentu kita akan menyadari bahwa "mengangkut" satwa ke rumah kita itu hanya tugas sepele saja, tugas besarnya adalah menciptakan lingkungan ramah satwa, jangan sampai satwa hanya aman saat berada di dalam rumah kita, namun celaka saat berkeliaran di lingkungan.

Seandainya kita sudah maksimal menjaga dan merawat satwa peliharaan kita dan mereka tidak merugikan tetangga, namun masih saja ada pihak yang menyakiti bahkan membunuh mereka, ada perangkat hukum yang menyediakan perlindungan buat kita dan satwa peliharaan kita, ada jalur hukum yang bisa kita tempuh. Jangan khawatir.

Kembali lagi...berkacalah..introspeksi jauh ke dalam diri kita sebelum kita playing victims.. andai anak tetangga buang air besar di kasur atau halaman kita apa kita ga marah ? Andai anak tetangga nangis jerit-jerit atau tetangga stel musik dengan volume suara maksimal apa kepala berbie nggak pucing  ? tepo seliro..

Tetaplah menjadi manusia baik hati yang akalnya berfungsi baik, yang menyadari bahwa memelihara satwa sama besar resikonya dengan memelihara cabe-cabean atau bahkan pelihara tuyul..

Jauhkan tetangga dari kesempatan menyinyiri kita, usirlah tetangga dari kehidupan pribadi kita dengan cara yang baik, karena kita harus mengakui bahwa mereka adalah orang-orang terdekat kita. Bagian dari hidup kita.

[caption caption="sumber : pribadi"]

[/caption]

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun