Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sorga Dunia Sahabatku

30 November 2023   10:58 Diperbarui: 30 November 2023   11:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Sungai itu mengaliri Lembah Bayan bagai sabuk permata melingkari pinggang ramping seorang gadis.  Meliuk mengikuti permukaan tanah seirama perjalanan nasib manusia. Terkadang naik, lalu menurun. Ada kalanya tenang, namun suatu saat bisa bergelora.

Tak jauh dari situ nampak lah bukit cadas tertutup tirai tanaman paku-pakuan bercampur dengan rumput yang menebarkan bunga liar berwarna kuning dan putih. Mirip gaun pesta berwarna hijau yang ditaburi manik-manik sekujur tubuhnya. Bagian tengah gaun itu terbelah oleh air terjun hasil modifikasi. Sengaja dipasangi pralon berukuran besar, sehingga air menjadi lebih deras, menimpa padasan beralas bebatuan. Menimbulkan suara mirip desahan  gadis manja yang melantun sepanjang masa. Kesejukan dan kejernihan  airnya  mampu mengundang tujuh bidadari turun dari kahyangan guna menumpang mandi.

Usai memandikan bidadari air kembali bergulir melalui anak sungai berarus deras, terdampar di sebuah telaga kecil, dibawah naungan jembatan beton melengkung indah. Mirip jembatan penghias tetamanan di Jepang yang begitu artistik.

Telaga itu dihuni oleh enam ekor angsa putih yang sengaja dipelihara guna membangun suasana romantis bagai negeri dongeng. Kala angsa jantan meminang sang betina, guna diajak menyelami kehidupan penuh cinta bersama sepanjang masa.

Dari telaga air kembali melanjutkan kelananya, terjun bebas menempuh perjalanan puluhan kilometer guna memenuhi kebutuhan air bersih  warga kotaku.

Yang kuceritakan di atas adalah pemandangan hasil karya sahabat masa tuaku. Bersama teman-teman SMA Bruderan kami berhimpun di situ penghujung Agustus 2023 lalu. Merangkai rindu setelah dua tahun lebih disekap oleh pandemi COVID yang melanda masyarakat seluruh dunia. Acara ini disponsorinya bersama teman kita dari Batam.
Dalam reuni yang berlangsung dua hari aku dibuat takjub oleh tangan dirinya dalam memadukan alam dan bangunan yang berfungsi ganda, sebagai resor maupun tempat peristirahatan keluarga.
Kamar pribadinya dibangun dengan memanfaatkan bebatuan sebagai dinding. Disekat oleh kayu lapis membentuk ruang yang memberi kesan hening. Cocok untuk berkontemplasi.  
Dari jendela kamar tersebut kita bisa menyaksikan hamparan alam hasil perpaduan gunung dan lembah.  Tak jauh dari situ ada sebuah  kolam berarus deras ,dipenuhi ratusan ikan Koi yang selalu bergerak kian-kemari. Memberi aura dinamis.  
Keluar dari kamar kita disambut oleh sebuah panggung yang dibangun diatas rangkaian bebatuan. Dilengkapi seperangkat alat musik akustik. Menghadap pelataran yang dikelilingi bukit.
Di situlah ia mengundang komunitas penikmat musik seminggu dua kali, guna menikmati performanya bersama grup band binaannya. Sahabatku itu pebisnis handal sekaligus seniman. Orang semacam dia sering menangani bisnis dari sudut pandang seorang seniman; sehingga kerap mengabaikan profit. Yang penting Happy!

Dalam suasana reuni yang dipenuhi senda gurau dan gelak rindu itulah aku disengat oleh kesadaran bahwa kami semua kian menua. Tidak lama lagi panggung kehidupan kami bakal ditutup, membawa kenangan tentang persahabatan diantara kita. Semua ibarat senja bergerak memeluk malam. Pelukan merenggang tatkala fajar menyingsing dan kita masing-masing bakal terlibat dalam rutinitas hidup yang ritmik. Adakalanya membosankan.

Aku lantas terkenang awal persahabatan diantara kami yang sudah saling mengenal semenjak duduk di kelas yang sama semasa SMP.  Pada waktu itu aku cenderung bersikap mengambil jarak terhadap dirinya. Karena tidak mau terlibat masalah.
Tingkahnya mirip orang tengah duduk di atas tungku membara. Panas, gelisah dan tak pernah diam. Senang berkelahi dan memanfaatkan otot-ototnya yang mulai mengekar unjuk kekuatan.  Namun imageku yang buruk terhadapnya seketika sirna suatu hari menjelang berakhirnya masa belajar kami di SMP.

Siang itu aku beranjak dari kelasku yang sunyi dalam kondisi lapar dan dahaga. Sayup-sayup mendengar seseorang melantunkan lagu "Se Sang Ce Yu Mama Hao"  yang berisi pujian terhadap ibu lewat tiupan seruling. Begitu magis dalam situasi yang sebenarnya kurang pas, karena lingkungan sekolah kami tandus dan hingar-bingar. Suasana yang tidak cocok bagi seorang seniman mengekspresikan rasa seninya.
Tapi itulah yang terjadi. Aku menemukan salah satu keajaiban dunia lewat sosok diri temanku itu.
Ia termasuk tipe manusia "komunitas" yang segala aktivitasnya dilakukan secara bergerombol. Bising dan kacau.  Namun dalam cuaca siang yang terik berdebu tersebut aku menyaksikan ia sedang duduk di sudut koridor yang mulai sepi. Sendirian meniup serulingnya. Begitu merana; begitu kesepian.

Tahun berikutnya Kami masuk di SMA yang sama, hanya berbeda kelas. Tenggelam dalam masa remaja yang penuh hura-hura bersama geng masing-masing.  Nyaris tak saling berkomunikasi. Berlanjut puluhan tahun dalam dunia kami yang berjarak dan tak saling bersinggungan.
Suatu sore aku berpapasan dengannya di lantai dua supermarket Moro yang kini hanya tinggal kenangan. Sekedar basa-basi saling menyapa. Lantas aku diberi surprise tatkala dengan nada serius dia memberikan komentar atas beberapa tulisan yang kuluncurkan di Facebook.
Coba tebak bagaimana reaksiku?
Aku cuma tersipu. Meskipun dalam hati berseru "Wow!"  Ada pria macho tertarik membaca catatan harian dan cerpen bernada cengeng karya penulis amatir. Absurd, tapi seru juga.
Semenjak hari itu dia kujadikan salah satu motivatorku dalam menekuni hobi lamaku yang tertunda di dunia tulis-menulis. Fiksi maupun non fiksi.
Persahabatan diantara kami terangkai oleh minat yang sama dalam dunia seni. Dia seni musik sementara aku seni menulis. Mungkin karena adanya kesadaran, bahwa kami memiliki latar belakang keluarga dan tradisi sama: keturunan Chinese yang cuma mengenal dunia bisnis. Dunia rasional yang penuh kalkulasi seraya meminimalisir sentuhan rasa dan keindahan.

Kisah kehidupan manusia dimulai tatkala fajar pagi tersingkap, mengiringi perjalanan kita menyusuri dunia beserta nasib dan suratan takdirnya masing-masing.
Kini kami telah sampai di penghujung hari. Tiba dalam kelarutan senja menyongsong kekelaman malam. Tubuh yang dahulu bergas dan beringas mulai terkikis oleh proses alami menjadi makin renta. Untunglah rasa persahabatan akan selalu muda dan penuh gairah.
Inilah yang kutangkap dalam diri temanku. Teman yang selalu antusias dalam membeberkan segenap aktivitasnya dalam mengisi masa senjanya.  Teman yang gemar mengundang kami untuk berkumpul  sembari menikmati lantunan musik diiringi tiupan saksofonnya yang mengalir jernih.
Pada hakekatnya salah satu faktor pendorong semangat hidup adalah harapan dan impian. Sebagian besar kita termotivasi untuk mengejarnya. Ada yang berhenti di tengah jalan. Tetap bertahan hanya sebagai angan belaka. Sebagian lagi bahkan surut sebelum mulai melangkah.
Sahabatku termasuk orang yang spesial. Itu karena dia pandai memoles hidupnya dengan beragam warna. Hingga kini aku melihatnya tak pernah berhenti berinspirasi tentang masa depan. Dia juga tak pernah ragu menangkap dan mewujudkan impiannya.
Kitapun diberi kesempatan menikmati hasil sentuhan kreasinya di Bayan Village. Menyaksikan kepiawaiannya mempersatukan diri dengan alam ciptaan Sang Semesta. Bagaikan mendandani seorang gadis polos menjadi sosok wanita dewasa yang anggun dan memikat. Ia merengkuh alam seperti anak jatuh kedalam pelukan ibu. Sang ibu pun merespon pelukan tersebut dengan  memberinya kehidupan yang nyaman dan teduh.
SeLamat menikmati surga duniamu yang baru Tan. Engkau  membuat aku iri terhadap keberuntunganmu (fan.c)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun