Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selamat Terbang Burung Camarku

11 November 2023   13:35 Diperbarui: 11 November 2023   13:36 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku baru bisa menarik napas lega ketika menerima sepucuk suratnya dari Semarang dua minggu kemudian.

Ternyata kakakku orang yang penuh perhitungan. Tidak senekat dan segila yang kukira. Ia bukannya hidup menggelandang seperti yang kutakutkan, melainkan ikut tinggal di rumah bibiku yang terletak di jalan Anggrek.

Adik bungsu ayahku punya suami seorang Importir yang banyak memasukkan barang dari pelabuhan Tanjung Emas. Mereka berdomisili di Bandung. Hanya sesekali saja keduanya tinggal di Semarang, ketika ada urusan pekerjaan.

Kakak rupanya sangat menikmati petualangannya menempati rumah sendirian. Bibi cukup dermawan dalam memberi uang saku untuknya. Juga membiayainya ikut kursus memasak. Sayang sekali aku belum pernah menyaksikannya terjun ke dapur mempraktikkan hasil kursusnya tersebut.

Selama itulah keakraban diantara kami terjalin lewat surat-menyurat. Melalui komunikasi non lisan inilah setahap demi setahap aku belajar mengenal pribadinya yang selama ini begitu misterius. Sebagaimana anak yang mulai memasuki masa pubertas  sesekali ia juga mengisahkan pertemanannya dengan seorang pemuda yang rumahnya berada satu gang dengan rumah bibi.  Mungkin itu adalah cinta pertama kakak yang akhirnya tidak kuketahui kelanjutan kisahnya. Menguap bersama angin lalu.

Selama tiga tahun kakak pergi dari rumah. Setiap menerima suratnya kuceritakan garis besar isinya kepada ibu yang tidak bisa membaca tulisan dalam huruf alphabet. Aku ingin menggugah hati ibu terhadap kakak. Seiring berjalannya waktu kemarahan ibu akhirnya mereda.

Suatu pagi kulihat ia berkemas siap berangkat ke Semarang ditemani tetangga sekaligus sahabat keluarga kami.  Tujuannya adalah untuk menjemput kakak yang sudah dianggap anak hilang dalam keluarga kami.

Jam satu siang aku pulang dari sekolah. Ketika itu aku sudah duduk di kelas dua SMP. Aku begitu bersemangat mencari keberadaan saudaraku dengan menjelajahi seisi rumah.

Akhirnya aku mendapati dia tengah makan sendirian di ruang makan. Aku meluapkan kegembiraanku dengan mendekatinya. Sangat ingin memeluknya. Namun itu tak kulakukan karena merasa canggung.

Kakak yang kini terlihat lebih dewasa nampak mengambil sesuatu dari saku roknya. Menempelkannya ke telapak tanganku. Aku membuka tanganku dengan perasaan takjub. Ternyata itu adalah cincin bermata merah yang pernah kuberikan kepadanya sebelum perpisahan kami dulu.

“Simpanlah!” Ujarnya sambil menatapku dengan sorot mata yang lembut. “ Aku tidak tega menjualnya!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun