Menjelang pagi aku terbangun oleh suara ribut di dapur. Waktu itu ibu baru pulang. Dalam keadaan mengantuk dan letih ia mendapati kakak tengah melaksanakan tugasnya menyeduh teh sebagaimana biasanya. Saat itulah ia kehilangan kontrol emosi. Memaki kakak disertai kata-kata “Bila tidak mau mendengar nasehatku, sana pergi dari rumah!”
Seperti biasanya kakak hanya berdiri mematung. Tidak merespon kemarahan ibu. Ia juga tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk membantah.
Hari itu pun berlalu sebagaimana biasanya. Aku baru menyaksikan efek sengatan kata-kata ibu terhadap kakak keesokan harinya.
Rumah kami memiliki empat buah kamar. Kamar pertama difungsikan sebagai gudang penyimpan barang dagangan ayah yang ketika itu masih sangat sedikit. Kamar kedua untuk kedua oraantua kami. Aku dan kelima saudaraku terhimpun dalam kamar ketiga yang memiliki dua ranjang besar. Sedangkan kakak perempuanku enggan bergabung dengan kami sehingga ibu memberikan kamar keempat untuk ditempatinya sendiri. Ia rajin membersihkan, menyapu maupun mengepel kamar. Mengunci dan menggemboknya bila keluar dari kamar, termasuk untuk keperluan singkat misalnya mandi. Sehingga tak seorangpun didalam keluarga yang pernah melihat isi kamarnya.
Menjelang pagi aku terbangun oleh suara Adzan yang sayup-sayup terdengar dari kamar. Tidak seperti biasa aku melihat kamar kakak terbuka lebar sehingga memancing rasa ingin tahuku.
Saat itu kamar sudah tertata rapi. Termasuk ranjangnya yang selebar 160 cm. Ternyata ia tengah berbenah. Menjejalkan beberapa potong pakaiannya kedalam tas.
Aku yang masih belum sadar sepenuhnya mengira sedang bermimpi ketika di tengah kesibukan ia memberi isyarat dengan melekatkan telunjuknya ke mulut agar aku tidak berisik.
“Aku mau pergi. Kemarin mama mengusirku.” Katanya.
Ia sama sekali tidak mau memandangku. Kembali menjejalkan sisa pakaian dan barang keperluannya kedalam tas usang yang dulu sering dipakai ayah keliling kampung menjajakan dagangannya.
Aku jadi panik. Mendekati dan mengguncang lengannya.
“Kamu gila apa? Memang mau ke mana? Kan kamu tahu kebiasaan mama ketika marah. Semua anaknya sudah pernah ia usir. Tapi ia kan tidak serius.”