Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bakso Labu Nenekku

11 Juli 2023   10:12 Diperbarui: 11 Juli 2023   10:22 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Setelah kedua orangtuanya meninggal kakek berangkat ke China guna menjemput putranya yang saat itu sudah berumur 19 tahun pulang ke Indonesia. Mereka baru mengetahui penderitaan yang selama ini ditanggung putra sulungnya yang kini tumbuh menjadi sosok asing didalam keluarga tersebut.

Ayah tumbuh dewasa dengan perasaan terluka. Kemarahannya lebih banyak ditumpahkan terhadap sang ibu yang dianggap telah menterlantarkannya sedari ia bayi. Sementara ia menyaksikan semua adiknya tumbuh normal dibawah pengasuhan dan limpahan kasih sayang yang cukup dari kedua orangtuanya. Perasaan terluka itu kelak mempengaruhi keretakan hubungannya dengan semua adiknya. Generasi kami ikut menjadi korban tragedi tersebut. Kami jadi jarang berhubungan dengan para sepupu.

Nenek punya versi sendiri tentang kejadian tersebut. Ia menceritakan penderitaannya ketika secara mendadak harus berpisah dengan bayinya yang waktu itu masih disusuinya. Dalam perjalanan pulang ke Indonesia puting susunya meradang hingga mengeluarkan darah. Begitu rindu menyusui sang anak. Namun tidak berdaya melawan kokohnya tradisi patriakal yang mengakar dalam keluarga China masa itu. Apalagi kedudukannya dalam keluarga itu hanya sebatas menantu yang sama sekali tidak punya hak bersuara.

Setelah berpisah begitu lama ia baru mengetahui derita yang menimpa anaknya semenjak dititipkan kepada keluarga suaminya setelah anak tersebut pulang. Yang sangat menyakitkan adalah ketika harus menelan kenyataan pahit, anak itu tumbuh menjadi sosok pemuda yang pemarah. Menimpakan seluruh kesalahan pada dirinya. Sang anak tidak pernah memberinya kesempatan untuk memperbaiki hubungan. Lebih sering menghindar dan mengurung diri.

Tatkala usia ayah menginjak 22 tahun orangtuanya menganggap sudah tiba masanya untuk menikahkan putra sulungnya. Pada masa itu kakek-nenekku secara ekonomi sudah mapan, sehingga mudah meminta bantuan kerabat maupun relasi mencarikan gadis untuk dijodohkan dengan ayah. Sayang semua gadis yang diajukan ditolak oleh ayah. Ia bersikeras hanya mau menikah dengan adik teman sekolahnya semasa di China. Tatkala pulang ke Indonesia ia sempat meminta foto gadis idamannya kepada sang kakak, serta berjanji suatu saat akan menjemputnya untuk dinikahi.

Awal tahun 1950 an  hubungan diplomatik antara pemerintah Indonesia dan RRT baru saja dirintis. Situasi politik  di China yang baru satu tahun membentuk pemerintahan baru dibawah kekuasaan Partai Komunis Cina sangat kacau. Rakyat tidak bisa bepergian secara bebas. Apalagi keluar dari negara.

Dalam situasi seperti itulah kakek harus mengurus prosedur yang panjang dan rumit guna mendatangkan gadis idaman putranya di RRC ke Indonesia.
Kakekku yang penguasaan bahasa Indonesianya sangat buruk harus bolak-balik puluhan kali pergi  ke kantor Imigrasi di Semarang guna mengurus surat-surat dan dokumen yang dibutuhkan untuk mendatangkan seorang imigran dari negara leluhur.  Butuh waktu tujuh bulan dengan energi serta biaya tidak sedikit  hingga prosedur itu akhirnya berhasil diselesaikan.

Itu dilakukan kakek demi memenuhi kehendak putra sulungnya yang keras kepala dan mengancam tidak akan pernah menikah, selain  dengan gadis idamannya di Tiongkok sana.

Perjalanan masa itu lebih banyak dilakukan melalui laut. Menggunakan kapal tongkang kecil dengan kapasitas terbatas. Pelayaran dimulai dari pelabuhan di kota Guangzhou, transit di Kowloon, sebelum melanjutkan perjalanan ke Indonesia. Lama perjalanan sekitar satu bulan.  Karena di pelabuhan transit para penumpang harus tertahan selama dua mingguan menunggu kedatangan kapal berikutnya yang akan berangkat ke Indonesia.

Saat itu usia gadis tersebut baru tujuh belas tahun. Ia bersedia meninggalkan tanah kelahirannya menuju "Kou Nui" ( bahasa Hakka yang artinya Negeri Asing yang jauh) dengan harapan suatu saat bisa mengirim uang bagi keluarganya yang terancam mati kelaparan.

Untuk menghindari gardu pemeriksaan di kampung ia berangkat tengah malam seorang diri menuju ke kota propinsi menemui agen perjalanan yang diutus kakekku. Sang gen inilah yang akan memberinya tiket dan uang saku guna melancarkan perjalanan. Dengan bekal tiga setel pakaian dan beberapa potong mantou buatan sang ibu ia pamit kepada keluarga. Membuka lembaran hidup baru bersama keluarga calon suami yang sama sekali tidak ia kenal.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun