Di hari pemakaman ayah bersedia hadir. Bagai sesosok zombi ia mengikuti seluruh prosesi yang dipimpin seorang Prodiakon dan hanya dihadiri kami berdua. Wajahnya tanpa ekspresi. Perilaku ibu terhadapnya selama masa perkawinan mereka rupanya telah mengikis habis seluruh perasaan ayah terhadap ibu.
Kami berdua duduk terpekur memandangi gundukan tanah di bawah rindangan pohon kamboja.
Hari merayap perlahan menyorotkan bayang-bayang matahari yang kian memudar. Semburat merah berganti menjadi kekuningan hingga akhirnya meninggalkan warna biru kelabu-abuan di langit.
Ayah menarik napas. Mengajakku beranjak sambil melingkarkan tangannya yang kerontang ke bahuku.
"Semuanya sudah berakhir," ujarnya menarik napas lega seraya melayangkan tatapan luruh ke gundukan tanah memerah. Bunga kamboja  jatuh tertimpa angin menutupi makam tak berbatu nisan tersebut.
"Biarkan ibumu bersemayam di tempatnya yang baru dengan damai. Meninggalkan dunia yang senantiasa membuatnya gelisah," bisiknya.( fan.c )
T Â A Â M Â A Â T
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H