Mohon tunggu...
Fanesa Oktavia
Fanesa Oktavia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 21107030005

Seorang perempuan pengagum malam dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kenapa Sih Aku Selalu Overthinking?

27 Maret 2022   11:05 Diperbarui: 11 Mei 2022   13:58 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pingpoint.co.id

Hai Bestie! Buat kamu yang lagi baca artikel ini, mungkin sambil rebahan atau pun dengarin musik. Pernah nggak sih kamu bertanya -- tanya ke dirimu sendiri tentang langkah apa yang akan kamu ambil di masa depan? Seperti, " Kalau aku ngelakuin ini hasilnya gimana ya?" atau " Nanti aku kerja di mana? Bisa sukses nggak ya?" Dan kamu memikirkan hal -- hal tersebut sekeras mungkin, padahal sebenarnya jika dijalani semua yang kamu pikirkan dan kamu cemaskan tersebut bahkan tidak akan terjadi.

Terkadang kita terus membayangkan sesuatu yang tidak seharusnya, misalnya masa lalu. Beberapa orang mungkin pernah mengalaminya dan berpikir " Coba aja kalau dulu aku ngejawab ini pas uts, mungkin nilainya nggak akan segini" atau mungkin tentang masa depan, misalnya " Bisa nggak ya aku ngebahagiain orang tua?" padahal sebenarnya hal seperti ini  bukan berada di bawah kontrol kita. 

Tetapi karena terus memikirkannya, hal tersebut malah membuat kita merasa lebih buruk dengan realitas yang kita hadapi saat ini. Sebab kita terus berandai -- andai akan mendapatkan hasil yang lebih baik jika melakukan sesuatu yang berbeda, otak akan terus menciptakan skenario  yang di realitasnya tidak bisa kita dapatkan dan pada akhirnya malah membuat kita menjadi overthinking tidak jelas. 

Dan mungkin kita juga bertanya, kira -- kira pikiran yang begini normal nggak ya? Dan bagaimana cara mengatasinya? Bisa saja ini menjadi pertanyaan yang sering kamu tanyakan ketika memikirkan hal -- hal tersebut. Jadi, mari kita bahas bersama mengenai penyebab dan cara mengatasi overthinking berlebihan.

Sebenarnya ada banyak hal yang menyebabkan kamu menjadi overthinking, salah satunya adalah karena kesalahan di masa lalu yang akhirnya membuat kamu menyesal dengan keputusan -- keputusan yang kamu ambil sebelumnya. Dan konsep ini mungkin akan lebih menarik jika dihubungkan dengan counterfactual thinking ( source: satu persen). 

Apa itu counterfactual thingking? Secara bahasa,  counterfactual berarti kontras dari apa yang terjadi. Jadi, skenario -- skenario "what if" atau "kalau saja"  merupakan bagian dari counterfactual thinking yang membahas  bagaimana realitas kehidupan kita atau bahkan di masa lalu yang mungkin berbeda dengan dunia nyata.

Saat kita menggunakan kata "kalau saja" dalam pikiran atau keseharian kita, berarti kita sedang mengekspresikan pikiran -- pikiran yang bersifat counterfactual thinking tersebut. 

Jadi, apakah pikiran tersebut normal? Sebenarnya counterfactual itu normal, dan kita memang membutuhkan pemikiran kontrafaktual dalam kehidupan sehari -- hari. 

Counterfactual bisa membantu kita dalam beberapa hal, mulai dari mengelola tingkah laku, mempertimbangkan alternatif yang ada, bahkan mendatangkan inside baru yang membuat kita berkembang. 

Misalnya ketika kita terjebak macet, kita akan mulai berpikir " aku harusnya ngambil jalan pintas tadi." Pemikiran seperti ini akan membuat kita belajar dan menemukan solusi untuk masalah yang kita hadapi ke depannya. Bahkan counterfactual thinking ini juga bisa membuat kita merasa nyaman dengan diri kita sendiri.

Contohnya seperti ini, ketika kita mengambil jalan pintas yang seharusnya kita ambil ketika terjebak macet tadi, maka pasti akan timbul pikiran " coba aja, aku ngambil jalan yang biasa, mungkin nantinya aku bakal terjebak macet." 

Nah, hal -- hal seperti ini pastinya akan membuat kamu merasa senang dan sebenarnya wajar saja. Tetapi karena kata counterthinking ini bergerak dari kata seandainya atau dengan kata lain angan -- angan, bisa saja hasilnya nanti tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dan lagi, hal ini tentunya wajar karena realitasnya tidak terjadi dan kita hanya membayangkan saja.

Namun counterfactual thinking ini bisa menjadi masalah jika kamu lakukan secara terus -- terusan dan menjadi sumber overthinkingmu. Tidak menutup kemungkinan juga, hal ini malah membuat kamu larut dalam penyesalan dan mengganggu keseharian. Hal serupa juga dikatakan oleh Neal J. Roese, salah satu  peneliti yang ahli di bidang counterfactual thinking. Counterfactual bisa  membuat kamu menyalahkan diri sendiri, apalagi jika hal tersebut muncul dari emosi dan situasi yang negatif.

Misalnya ketika seseorang mengalami kecelakaan bersama temannya karena tidak memakai seatbelt, tidak jarang muncul pemikiran " kalau aja, dulu aku ngingetin dia buat pakai seatbelt pasti akhirnya nggak akan begini" dan biasanya diiringi dengan perasaan bersalah yang memperburuk kondisi mereka.

Karena jika kita terlalu banyak memikirkan sesuatu yang seandainya terjadi, kemudian menyebabkan kita overthinking dan menyesal, hal ini akan membuat kita merasa hilang kontrol terhadap kehidupan sendiri. 

Ini juga dijelaskan dalam buku if Only: How to Turn Regret Into Opportuni, ketika kamu memikirkan alternatif yang bisa kamu jalani melalui counterfactual thinking. Kamu akan merasa kehilangan kontrol atas hidup kamu, sementara manusia adalah makhluk hidup yang merasa aman jika mereka punya kontrol.

Jika counterfactual ini tidak dikelola dan terjadi terus -- menerus, bisa jadi hal ini akan mengarah kepada gangguan mental yang serius. Seperti gangguan kecemasan bahkan depresi. Lalu, bagaimana caranya agar conterfactual ini tidak mengarah ke arah yang negatif?

Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menerima apa yang terjadi dan melewatinya, karena biasanya counterfactual ini membuat kita larut dalam penyesalan. 

Tetapi sayangnya kita tidak memiliki mesin waktu untuk kembali ke masa lalu dan mengubah takdir. Memang benar, proses menerima ini tidaklah mudah. 

Butuh waktu dan proses  yang mungkin tidak sebentar dan memakan waktu yang lama. Dan lagi pula, hal ini bukan sesuatu yang diajarkan kepada kita ketika duduk di bangku sekolah atau bahkan tidak diajari oleh orang tua kita sendiri. Jadi wajar saja jika penerimaan itu membutuhkan waktu yang lama.

Cara kedua, kamu bisa menjadikan keputusan itu sebagai sarana agar kamu dapat belajar dan berkembang daripada terus - terusan overthinking. Counterfactual thinking akan memungkinkan kamu untuk belajar banyak hal dari masa lalu, baik itu positif maupun hal negatif sekalipun. 

Karena pada hakikatnya ketika kamu menaruh usaha lebih untuk memikirkan "seandainya aku melakukan ini.." justru akan membawa bumerang, di mana kamu lebih merasa  tidak mempunyai kontrol terhadap hidupmu sendiri. 

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kontrolnya adalah dengan mengakui jika kita tidak memiliki kontrol akan masa lalu begitu pula alternatif lainnya yang tidak bisa kita ambil walaupun sebenarnya bisa.

Cara terakhir, kamu bila belajar melakukan kebiasaan praktikal untuk mengurangi kebiasaan overthinking karena pada dasarnya kita tidak pernah mempelajarinya disekolah namun hal ini sangat membantu untuk mengurangi proses overthinking.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun