Contohnya seperti ini, ketika kita mengambil jalan pintas yang seharusnya kita ambil ketika terjebak macet tadi, maka pasti akan timbul pikiran " coba aja, aku ngambil jalan yang biasa, mungkin nantinya aku bakal terjebak macet."Â
Nah, hal -- hal seperti ini pastinya akan membuat kamu merasa senang dan sebenarnya wajar saja. Tetapi karena kata counterthinking ini bergerak dari kata seandainya atau dengan kata lain angan -- angan, bisa saja hasilnya nanti tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dan lagi, hal ini tentunya wajar karena realitasnya tidak terjadi dan kita hanya membayangkan saja.
Namun counterfactual thinking ini bisa menjadi masalah jika kamu lakukan secara terus -- terusan dan menjadi sumber overthinkingmu. Tidak menutup kemungkinan juga, hal ini malah membuat kamu larut dalam penyesalan dan mengganggu keseharian. Hal serupa juga dikatakan oleh Neal J. Roese, salah satu  peneliti yang ahli di bidang counterfactual thinking. Counterfactual bisa  membuat kamu menyalahkan diri sendiri, apalagi jika hal tersebut muncul dari emosi dan situasi yang negatif.
Misalnya ketika seseorang mengalami kecelakaan bersama temannya karena tidak memakai seatbelt, tidak jarang muncul pemikiran " kalau aja, dulu aku ngingetin dia buat pakai seatbelt pasti akhirnya nggak akan begini" dan biasanya diiringi dengan perasaan bersalah yang memperburuk kondisi mereka.
Karena jika kita terlalu banyak memikirkan sesuatu yang seandainya terjadi, kemudian menyebabkan kita overthinking dan menyesal, hal ini akan membuat kita merasa hilang kontrol terhadap kehidupan sendiri.Â
Ini juga dijelaskan dalam buku if Only: How to Turn Regret Into Opportuni, ketika kamu memikirkan alternatif yang bisa kamu jalani melalui counterfactual thinking. Kamu akan merasa kehilangan kontrol atas hidup kamu, sementara manusia adalah makhluk hidup yang merasa aman jika mereka punya kontrol.
Jika counterfactual ini tidak dikelola dan terjadi terus -- menerus, bisa jadi hal ini akan mengarah kepada gangguan mental yang serius. Seperti gangguan kecemasan bahkan depresi. Lalu, bagaimana caranya agar conterfactual ini tidak mengarah ke arah yang negatif?
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menerima apa yang terjadi dan melewatinya, karena biasanya counterfactual ini membuat kita larut dalam penyesalan.Â
Tetapi sayangnya kita tidak memiliki mesin waktu untuk kembali ke masa lalu dan mengubah takdir. Memang benar, proses menerima ini tidaklah mudah.Â
Butuh waktu dan proses  yang mungkin tidak sebentar dan memakan waktu yang lama. Dan lagi pula, hal ini bukan sesuatu yang diajarkan kepada kita ketika duduk di bangku sekolah atau bahkan tidak diajari oleh orang tua kita sendiri. Jadi wajar saja jika penerimaan itu membutuhkan waktu yang lama.
Cara kedua, kamu bisa menjadikan keputusan itu sebagai sarana agar kamu dapat belajar dan berkembang daripada terus - terusan overthinking. Counterfactual thinking akan memungkinkan kamu untuk belajar banyak hal dari masa lalu, baik itu positif maupun hal negatif sekalipun.Â