Mohon tunggu...
Fandy Ahmad Salim
Fandy Ahmad Salim Mohon Tunggu... Peternak - Lahir tahun 2003 dan selalu berusaha menggarap apa saja. Mulai dari tulisan, karya grafis, sampai usaha.

Pelajar di SMAN 1 Surakarta. Menulis, Membaca, dan merancang grafis. Penggemar karya sastra, non-fiksi dan karya lain. Dapat disapa lewat Instagram di @fandysalim_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mayat-Mayat Tertabur Semen di Pegunungan Kendeng

5 Oktober 2020   21:22 Diperbarui: 5 Oktober 2020   21:26 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu lagi pekerja mati tadi malam. Isi perutnya terburai. Mulutnya belepotan darah. Kantong matanya kosong melompong, entah hilang ke mana isinya. Dan, yang janggal, di sekujur tubuhnya tertabur semen kering.

            Peristiwa tewasnya pekerja-pekerja itu tentu menjadi bebanku. Aku, yang ditugaskan sebagai kepala pelaksana lapangan untuk pembangunan pabrik semen di Kendeng ini, tentu harus bisa memberikan penjelasan ke perusahaan tentang apa yang terjadi. Pemilik perusahaan, penanam saham, dan kerabat korban itu tentu menuntut kejelasan tentang siapa dalang di balik pembantaian berantai ini.

            "Ini tidak lain ulah penduduk yang ngeyel dan kampungan itu. Mereka sudah berani main fisik dengan kita rupanya."

            "Para aktivis dan mahasiswa itu barangkali sudah berkomplot untuk melakukan hal mengerikan ini. Mereka itu cuma sok-sokan dengan idealisme dan moral mereka!"

            "Mungkinkah ini ulah para petani yang pura-pura tak berdaya itu? Mereka gagal membujuk gubernur, dan kini melancarkan serangan ke kita. Coba pikirkan!"

            Semua tuduhan dan spekulasi itu tak bisa aku benarkan. Aku salahkan pun tak mampu. Semuanya itu tak berdasar. Tapi tentu, aku tak punya cukup nyali untuk mengatakannya tepat di depan muka-muka klimis mereka. Bisa-bisa, malah jabatan dan martabatku yang akan tergusur. Bukan sawah milik para petani sialan itu.

----------

            Pembunuhan ini bukan yang pertama. Malahan, ini adalah yang kelima bulan ini. Ada yang mati dengan keadaan seperti usai tenggelam, ada yang kaki dan tangannya terpotong hilang, ada yang badannya terkubur dan menyisakan kepalanya saja di permukaan. Tapi semua korban itu punya satu persamaan: Tubuh mereka tertaburi semen kering.

            Kami sudah menyusun tim penyelidik. Nihil. Bahkan para pakar kriminolog, baik yang resmi dari kepolisian maupun yang tidak, tak bisa menemukan apapun. Tak ada bukti alat pembunuhan, tak ada jejak kaki, bahkan tak ada sidik jari apapun. Hanya sehelai rambut binatang dari famili felidae. Kucing-kucing besar.

            Aku harus menemukan pembunuhnya. Bukan apa-apa, namun pekerjaan dan seluruh karierku mungkin bergantung di sini. Para atasanku bilang, kalau aku tak bisa mengusut pelaku di balik tewasnya para pekerja, maka aku akan dipecat. Tidak ditemukannya pelaku berarti tidak ada yang bisa disalahkan. Perusahaan terpaksa harus mengakui bahwa itu kecelakaan kerja. Itu tentu akan merusak citra perusahaan, dan lebih dari itu, perhatian dan kecurigaan yang tidak perlu.

            "Barangkali ini serangan macan kumbang?" salah satu pekerjaku berusul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun