Mohon tunggu...
Fandy Ahmad Salim
Fandy Ahmad Salim Mohon Tunggu... Peternak - Lahir tahun 2003 dan selalu berusaha menggarap apa saja. Mulai dari tulisan, karya grafis, sampai usaha.

Pelajar di SMAN 1 Surakarta. Menulis, Membaca, dan merancang grafis. Penggemar karya sastra, non-fiksi dan karya lain. Dapat disapa lewat Instagram di @fandysalim_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Persekusi pada Muslim Delhi dan Kecantikan Fasisme

1 Maret 2020   20:46 Diperbarui: 1 Maret 2020   20:50 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, kemudian saya kembali Menengok negeri sendiri dan berevaluasi. Bukankah kita juga tak jauh beda? Umat muslim Indonesia, pun acapkali menampilkan topeng fasisnya.

Lahir dan hidup selama 16 tahun lebih 7 bulan sebagai pemeluk agama Islam di Indonesia, membuat saya menyadari aspek-aspek fasis yang kadang tidak kita sadari. Mulai dari persekusi pada saudara-saudara nonmuslim, menyebarnya radikalisme agama secara terang-terangan, sampai penanaman pola pikir supremasi sebagai mayoritas.

Mari kita akui bersama, bukan sangat jarang beredar isu dan paham bahwa Indonesia akan dijadikan negara Islam. Bukan jarang kita mendengar khutbah-khutbah yang melentik kebencian pada umat yang beda kepercayaan. Bukan jarang juga, beberapa dari kita menjadi pelaku persekusi pada umat dan kaum minoritas.

Saya mengenyam pendidikan SD dan SMP di sebuah sekolah islam. Lingkungan eksklusif membuat orang bisa mengatakan apapun yang mereka mau. Bukan jarang --ya allah, sangat bukan jarang-- saya mendengar khutbah provokasi dan monopoli kebenaran.

Bahkan ketika saya duduk di bangku kelas 2 SMA sekarang pun. Di sebuah SMA negeri, yang kiblatnya harusnya adalah negara. Organisasi keislaman masih didominasi --secara terpaksa-- oleh satu aliran. Calon dan terpilih ketua organisasi sekolah tidak boleh selain laki-laki.

Itu baru di sekolah. Lingkup yang masih kecil dibandingkan perkuliahan, kantor kerja, atau lingkungan masyarakat dan berbangsa-bernegara (meminjam istilah PPKn). Masih banyak contoh-contoh ke-fasis-an kita --atau paling kecil, bibit fasisme-- sebagai mayoritas di Indonesia.

Takut saya, kita sangat lantang menuduh fasisme pada umat dan bangsa lain. Menghakimi perbuatan umat dan bangsa lain layaknya di pengadilan. Sambil tidak menyadari, bahwa palu yang kita gunakan untuk menghakimi, juga belepotan dengan darah dan air mata korban ke-fasis-an kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun