Mohon tunggu...
Fandy Arrifqi
Fandy Arrifqi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Sedang berusaha menjadi manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hunian Vertikal di Kota Depok: Sebuah Solusi atau Masalah Baru bagi Kota Satelit?

5 Januari 2022   16:44 Diperbarui: 5 Januari 2022   16:46 2286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Karena pengembangan hunian vertikal diserahkan ke pihak swasta, maka pembangunannya cenderung tertutup dari warga sekitar. Kasus ini terjadi di pembangunan apartemen The Apartkost di Beji Timur. Pihak pengembang tidak membuka rencana pembangunan apartemen kepada warga sekitar. Akibatnya, muncul banyak protes dari warga sekitar yang merasa keberatan dengan pembangunan apartemen di daerah mereka. Protes ini didasari pada alasan pengawasan oleh warga. Menurut warga, apartemen sulit diawasi dan dikhawatirkan menjadi tempat prostitusi dan peredaran narkoba (Bernie M. , 2018). Hal ini diperparah dengan sikap pihak pengembang yang enggan memberikan data penghuni apartemen. Tanpa adanya data penghuni, baik warga sekitar maupun pemerintah, menjadi tidak bisa memastikan pemilik apartemen. Dampaknya, apartemen rentan dijadikan tempat tindakan kriminal. Terlebih lagi, Pemkot Depok sudah mencurigai bahwa apartemen kerap dijadikan tempat prostitusi (Tempo.co, 2016).

Selain pengawasan masyarakat yang terbatas, pembangunan apartemen juga mengancam persediaan air dan jalan masyarakat. Kapasitas penghuni yang besar menyebabkan kebutuhan air juga besar. Jika sumber air berasal dari air tanah, seperti pada kasus apartemen The Apartkost, maka dapat dipastikan kuantitas air yang bisa dimanfaatkan warga menjadi berkurang. Selain itu, kapasitas penghuni apartemen yang besar juga bisa menyebabkan kemacetan. Masalah ini timbul karena pembangunan apartemen tidak dibarengi dengan perluasan jalan. Hal ini akan menyebabkan kepadatan lalu lintas, terutama bagi apartemen yang tidak terintegrasi dengan transportasi umum karena penghuninya terpaksa menggunakan kendaraan pribadi (Bhawono, 2018).

Sejak pendiriannya, Kota Depok sudah disiapkan untuk menjadi kota penyangga DKI Jakarta. Kepadatan penduduk di DKI Jakarta diharapkan dapat berkurang dengan dibangunnya Kota Depok sebagai kota penyangganya. Oleh karena itu, Kota Depok dirancang untuk menampung penduduk yang bekerja di DKI Jakarta. Rancangan ini direalisasikan dengan pembangunan Perumnas di Kota Depok. Namun, seiring berjalannya waktu, Kota Depok hampir berada pada batasnya. Kepadatan penduduk yang terus meningkat di Kota Depok menyebabkan mulai berkurangnya lahan hunian. Dampaknya, harga hunian terus meningkat dan ditakutkan Kota Depok tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai kota satelit DKI Jakarta.

Solusi yang ditawarkan oleh Pemkot Depok adalah hunian vertikal. Dengan hunian vertikal, lahan yang kecil dapat menampung lebih banyak penduduk ketimbang rumah tapak. Pemkot Depok pun menyerahkan urusan pembangunan hunian vertikal kepada pihak swasta.

Sayangnya, penyerahan urusan pembangunan hunian vertikal kepada swasta malah menciptakan masalah baru. Karena diserahkan kepada pihak swasta, pembangunan hunian vertikal dilakukan dengan pertimbangan ekonomi. Akibatnya, harga hunian dipatok terlalu tinggi serta pembangunannya yang terlalu berpusat di Jalan Margonda. Akibatnya, penduduk Kota Depok sulit untuk memiliki hunian. Pembangunan hunian vertikal yang terpusat di Jalan Margonda juga menyebabkan tata kota di Jalan Margonda semakin semrawut.

Selain masalah harga dan tata kota, pembangunan hunian vertikal juga menyebabkan masalah sosial. Pengelolaan hunian vertikal yang dilakukan swasta terpisah dari pemerintah. Oleh karena itu, swasta tidak memiliki kewajiban untuk membagikan data penghuni hunian vertikal kepada pemerintah maupun jajaran birokrasi di tingkat RT maupun RW. Akibatnya, baik pemerintah maupun warga sekitar hunian vertikal, tidak bisa mengawasi hunian vertikal. Hal ini menyebabkan hunian vertikal rentan dijadikan tempat prostitusi dan pengedaran narkoba.

Referensi

Anhar, A. (2017). Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Perumahan oleh Badan Hukum Swasta di Kota Depok. Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan , 109-123.

Bernie, M. (2018, Maret 18). Di Tengah Permukiman, Apartemen Beji Depok Dapat Perlawanan Warga. Diambil kembali dari Tirto.id: https://tirto.id/di-tengah-permukiman-apartemen-beji-depok-dapat-perlawanan-warga-cGhn

Bernie, M. (2020, Oktober 7). Apartemen TOD: Katanya untuk Mienial, tapi Harga Tak Masuk Akal. Diambil kembali dari Tirto.id: https://tirto.id/apartemen-tod-katanya-untuk-milenial-tapi-harga-tak-masuk-akal-f5Ek

Bhawono, A. (2018, Maret 14). Apartemen Ancam Air dan Jalan di Depok. Diambil kembali dari Detik.com: https://news.detik.com/berita/d-3916145/apartemen-ancam-air-dan-jalan-di-depok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun