Mohon tunggu...
Muhammad Fhandra Hardiyon
Muhammad Fhandra Hardiyon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berbeda itu unik

Seorang mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta prodi Jurnalistik yang riang akan dunia kepenulisan, faktanya saya adalah orang yang suka bercerita sembari bercermin.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jalan Perjuangan Indonesia Saat Periode Radikal

6 Desember 2021   21:10 Diperbarui: 6 Desember 2021   21:14 3114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi, sumber: unsplash.com/Bisma Mahendra)

Setelah pemerintah kolonial menerapkan Politik Etis di sektor edukasi, seiring berjalannya waktu saatnya peran Pemuda Indonesia cemerlang di masanya. 

Dengan banyaknya Pemuda-pemudi terpelajar mereka sudah paham bagaimana arah perjuangan Bangsa dan Negara ini kedepannya, namun tak sedikit juga organisasi yang arah perjuangannya non-kooperatif atau dengan cara-cara radikal. 

Hal tersebut bukan tanpa sebab, karena ada beberapa perjanjian atau kesepakatan dengan Pemerintah kolonial yang tak kunjung dikabulkan dan Pemerintah Hindia-Belanda makin mempersempit ruang gerak para aktivis membuat organisasi-organisasi ini merubah arah perjuangannya.

Latar Belakang

Awal mula pergerakan radikal di Indonesia pertama kali dipelopori oleh Indische Partij (IP). Indische Partij sendiri didirikan oleh Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar Dewantara (Tiga serangkai) pada tanggal 25 Desember 1912. 

Tujuan utama partai ini adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air, dengan membentuk semangat Revolusioner baru karena ingin mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial.

Meskipun mendapat banyak dukungan namun perjuangan mereka tak selalu manis contohnya saat pemerintah belanda mengadakan peringatan 100 tahun kebebasannya dari perancis yang disebut IP sebagai hal yang sangat Ironis. 

Ki Hadjar Dewantara menulis artikel bernada sarkastik yang berjudul "Als ik een Nederland was" (Andaikan aku seorang Belanda) tak menunggu lama akibat tulisan itu Ki Hadjar Dewantara ditangkap oleh pemerintah kolonial. 

Hal yang sama juga terjadi pada Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo, mereka ditangkap setelah menuliskan artikel-artikel yang berbau sarkasme dan kritikan.

Peristiwa seperti ini sangat banyak terjadi di kepulauan Hindia-Belanda, suara para aktivis dan organisasi dibungkam oleh pemerintah kolonial dengan alasan keamanan dan berbagai alasan lain. 

Namun hal ini malah menjadi kobaran keras bagi para organisasi lain yang sejalan dengan IP atau menerapkan sistem non-kooperatif dalam perjuangannya yaitu, PKI, PNI, Perhimpunan Indonesia, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun