Mohon tunggu...
Fandi Pratama
Fandi Pratama Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang guru biasa yang haus akan ilmu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatkan Keaktifan dan Pemecahan Masalah Peserta Didik pada Mata Pelajaran Matematika

21 November 2022   15:06 Diperbarui: 21 November 2022   15:14 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah usaha terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar setiap peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa dan pemerintah, ini merupakan pengertian pendidikan yang diambil dari UU no 20 tahun 2003.

Matematika merupakan ilmu yang dipelajari pada semua jenjang pendidikan dan merupakan dasar ilmu pengetahuan, sehingga sebagian orang menyebutnya sebagai “Mother of Science”. Matematika berperan penting dalam kemajuan pemikiran manusia dan kebudayaan manusia.

Mengingat pentingnya pembelajaran matematika dalam dunia pendidikan maka peserta didik dituntut untuk berusaha mempelajari dan menguasai matematika dan diharapkan peserta didik dapat berfikir logis, sistematis, kritis, dan kreatif sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu sangatlah penting untuk  menjadikan pembelajaran matematika menjadi pembelajaran yang berhasil.

Penguasaan Kemampuan matematika adalah suatu keharusan bagi setiap siswa. Itulah keinginan setiap pendidik, termasuk guru matematika. Semakin tinggi level matematika semakin abstrak, menuntut kreativitas guru matematika agar siswa dapat menguasai mata pelajaran tersebut. Pernyataan ini sejalan dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Tujuan matematika, khususnya: (a) memahami konsep matematika, menjelaskan hubungan antara konsep matematika dan menerapkan konsep atau logaritma secara efisien, fleksibel, akurat dan tepat  pemecahan masalah, (b) diagram penalaran sifat-sifat matematika, mengembangkan atau menerapkan matematika dalam merumuskan argumen, membangun bukti atau menggambarkan argumen dan pernyataan matematis, (c) memecahkan masalah matematika termasuk kemampuan untuk memahami masalah, membangun model untuk memecahkan masalah, menyempurnakan model matematika dan memberikan solusi yang tepat, dan (d) berkomunikasi argumen atau ide dengan diagram, tabel, simbol, atau cara lain secara berurutan dapat mengklarifikasi masalah atau situasi.

Akan tetapi selama proses pembelajaran, tak jarang ditemukannya beberapa kendala yang mengakibatkan tujuan pembelajaran matematika ini belum tercapai sepenuhnya. Peserta didik terkadang tidak memperhatikan uraian  materi yang sedang disampaikan guru serta tidak mau mengerjakan latihan, tidak mengumpulkan tugas, curi-curi waktu dalam melihat Handphone dan Androidnya sehingga mengganggu konsentrasi dalam pembelajaran. Tingkat keaktifan peserta didik sangat kurang. Peserta didik hanya menerima pembelajaran tanpa mau bertanya atau menjawab pertanyaan walaupun adanya pertanyaan pancingan dari pendidik. Hal ini juga senada berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang guru bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran masih rendah terkhusus pada mata pelajaran eksak, mereka hanya menunggu materi dari pendidik, dan enggan mengajukan pertanyaan.

Disamping itu, kemampuan pemecahan masalah dalam metematika terkadang jadi PR tersendiri bagi seorang pendidik, Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya peserta didik kurang berminat dalam pembelajaran matematika, proses pembejaran yang masih mengandalkan guru sebagai pemberi seluruh informasi materi matematika, dan sarana pembelajaran yang masih kurang. Disamping itu kemampuan pemecahan masalah ini harus didasari kemampuan literasi peserta didik, karena dalam salah satu indikator pemecahan masalah terdapat aspek memahami dan mengidentifikasi masalah. Dalam aspek ini peserta didik diharapkan mampu mencari dan menggali informasi sebanyak banyaknya dan mengumpulkan unsur unsur penting dalam permasalahan dimana semua ini akan mereka gunakan sebagai bahan untuk menyelsaikan masalah tersebut, dan tentusaja, permasalah ini dalam lingkungan belajar sekolah disajikan lewat soal cerita, jika peserta didik memiliki kemampuan literasi yang kurang mumpuni maka mereka akan kewalahan dalam proses ini. Sementara itu aspek memahami dan mengidentifikasi masalah ini merukan aspek dasar untuk menyelesaikan permasalahan, jika aspek ini terganggu maka otomatis aspek berikut ( Merencanakan penyelesaian dengan membuat model matematika, Menyelesaikan Masalah atau Menerapkan strategi menyelesaikan masalah, Menafsirkan atau menyimpulkan solusi yang diperoleh - Menjelaskan atau menginterprestasikan hasil) akan terganggu.

Dari hasil wawancara beberapa orang pendidik  dan pakar, permasalahan ini dapat disebabkan oleh pembelajaran yang masih menggunakan metode ekspository. Pendidik lebih banyak cemarah ketika menjelaskan materi pelajaran dan memberikan contoh-contoh soal disertai rumus cara mengerjakannya. Peserta didik tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri konsep rumus-rumus tersebut sehingga ketika peserta didik menghadapi soal yang berbeda peserta didik bingung untuk mengerjakannya. Rendahnya nilai keaktifan dan hasil belajar peserta didik dari pre test tidak terlepas dari kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan oleh pendidik. Salah satu cara yang bisa dilakukan pendidik yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat diterapkan pada proses pembelajaran. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran, dan untuk mengatur pengalaman belajar serta mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran yang ditawarkan untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan pemecahan masalah ini sangat beragam, diataranya ada model pembelajran kooperatif Student Team Archievement Division ( STAD), Project Based Learning (PjBL), Problem Based Learning (PBL) dan lainnya.

 Model pembelajaran kolaboratif seperti STAD merupakan metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada aktivitas dan interaksi antar peserta didik untuk saling mendorong dan mendukung dalam penguasaan mata pelajaran untuk kinerja yang maksimal. Pendidik menggunakan STAD menyajikan informasi akademik baru kepada peserta didik setiap minggu dengan presentasi lisan atau tertulis. Dalam model pembelajaran ini terdapat lima tahapan pembelajaran, yaitu presentasi pelajaran yang dilakukan oleh guru, pembelajaran kelompok menggunakan LKS, kuis individu, peningkatan skor individu, dan pemberian hadiah kelompok . Adapun Kelebihan menggunakan metode pembelajaran ini diantaranya: mengembangkan pemikiran kritis dan kerja sama tim. Mempromosikan hubungan interpersonal yang positif di antara siswa dan menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah,Para peserta didik terampil mencari informasi sendiri, peserta didik  mengerjakan Latihan untuk bekerja dan berdiskusi kelompok dan juga belajar untuk membentuk informasi sehingga pembelajaran berpusat pada siswa . Model pembelajaran kolaboratif tipe STAD juga memiliki kekurangan diantaranya adalah peserta didik yang memiliki kemampuan akademik tinggi merasa dirugikan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan akademik rendah., tindakan seperti itu menyebabkan runtuhnya suasana kerja sama di dalam kelompok Jika kerja kelompok gagal, peserta didik dalam kelompok saling menyalahkan. Sebaliknya, ketika mereka berhasil dan mendapat penghargaan kelompok dari guru, ada rasa ketidakadilan karena peserta didik yang cerdas rajin merasa teman-teman yang lebih rendah disingkirkan begitu saja dalam pekerjaannya.

Berikutnya adalah Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) di mana guru menjadi salah seorang fasilitator yang memberikan permasalahan dalam bentuk studi kasus, yang kemudian diselesaikan dalam bentuk proyek . Kelebihan Project Based Learning (PjBL) diataranya, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan kolaborasi, mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi sementara untuk kekurangan Project Based Learning (PjBL) , didalam kegiatan membutuhkan biaya yang cukup banyak, banyak pendidik yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana pendidik memegang peran utama di kelas, peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan dan akan ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.

Selanjutnya ada model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah, ini merupakan metode yang memperkenalkan peserta didik pada suatu kasus yang berkaitan dengan materi yang sedang dibahas. Peserta didik kemudian diminta mencari solusi untuk memecahkan kasus/masalah tersebut. Perbedaan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran berbasis proyek adalah solusi yang ditawarkan dalam pembelajaran berbasis masalah tidak harus berupa produk. Fokus utamanya adalah pada proses menemukan jawaban atas masalah yang Anda hadapi, dan hasil akhir tidak memutuskan mana yang salah atau benar karena bersifat terbuka. Metode pembelajaran berbasis masalah mengacu pada situasi nyata yang membuat pembelajaran menjadi bermakna. Mendorong siswa untuk aktif. Mendorong munculnya berbagai pendekatan pembelajaran, Pendidik dapat memberi siswa kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka ingin belajar. Adapun kelemahan dalam penerapannya yakni tidak semua guru dapat mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah, memakan waktu yang lama karena prosesnya membutuhkan penelitian untuk mengumpulkan informasi berupa fakta atau bukti kebenarannya, dan peserta didik yang tidak tertarik dengan soal yang dipelajari, sehingga berasumsi sulit untuk dipecahkan serta mereka  merasa malas atau tidak mau mencoba untuk mengerjakannya.

Mungkin ini hanyalah beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh pendidik dalam meningkatkan keaktifan dan pemecahan masalah pada peserta didik, tergantung pendidik yang akan memilih dan mempertimbangkan kelebihan serta kekurangannya. Tidak hanya itu karakteristik materi dan peserta didik juga harus diperhatikan, karena bisa saja model pembelajaran ini sukses pada kelas A tapi kurang cocok pada kelas yang lainnya. sekian, Selamat Praktek!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun