Pada tahun 1957, kemudian dibentuklah European Economic Community dalam sebuah perjanjian yang dikenal sebagai Treaty of Rome, inilah cikal bakal Uni Eropa. Pada tahun 1973, barulah Inggris bergabung, setelah sebelumnya sempat ditolak oleh Prancis.Â
Pada dekade berikutnya, dimulailah upaya perdagangan bebas sesama negara anggota, sebagai upaya peningkatan kondisi perekonomian melalui perdagangan. Hingga akhirnya di awal abad ke-21, Uni Eropa pun melakukan kebijakan mata uang tunggal Euro. Meski demikian, karena satu dan lain hal, Inggris tak mengikuti kebijakan Euro ini dan tetap bertahan dengan Poundsterling.
Sebenarnya, upaya pembentukan Uni Eropa ini tidak lain merupakan usaha untuk menciptakan perdamaian di Eropa. Yang mana pada masa lalu, sering terjadi konflik akibat perebutan pengaruh, terutama dalam bidang ekonomi.Â
Pasar tunggal Eropa yang dicapai pada tahun 1992 silam disebut sebagai keberhasilan terbesar dalam Uni Eropa. Seluruh negara anggota pun bebas melakukan perdagangan tanpa ada restriksi.
Begitu pula dengan masyarakatnya yang bebas berpergian tanpa perlu visa, yang dikenal dengan Visa Schengen. Inilah salah satu keuntungan besar Uni Eropa. Tak mengherankan bila ada negara Eropa lain yang sedang berupaya masuk ke dalam Uni Eropa, seperti Turki.
Mengapa Inggris keluar?
Seperti telah diketahui, bahwa di dalam Uni Eropa terdapat parlemen, perdana menteri, hingga mata uang tersendiri. Selain itu, Uni Eropa juga mewakili negara anggotanya dalam perjanjian internasional lainnya.Â
Hal ini dapat dilihat oleh kalangan nasionalis sebagai sesuatu yang mengancam kedaulatan negara Inggris itu sendiri. Apalagi jika melirik sejarah, bahwa Inggris pada masa lalu adalah sebuah kerajaan kolonial terbesar, selain Prancis, Spanyol, dan Portugis.
Ditambah lagi bahwa Uni Eropa memiliki kewenangan yang sangat besar, bahkan menutupi kewenangan pemerintah negara itu sendiri. Hal inilah yang meningkatkan kekhawatiran orang-orang nasionalis.
Faktor berikutnya adalah ekonomi. Masyarakat Inggris sejak awal bergabung dengan Uni Eropa menyimpan skeptisme terhadap penyatuan perekonomian, terutama dalam penggunaan Euro sebagai mata uang bersama.