"Terima kasih, Haydar. Kamu memang benar-benar temanku yang paling perhatian, aku bisa menghadapi hari-hariku yang melelahkan ini karena ada dukungan dari kamu." ucapku pada Haydar.
"Sama-sama, Al. Minumlah susu ini, agar tubuhmu kuat. Al, kalau nanti kamu bisa lihat kembali, jadilah sastrawan atau bermainlah piano seperti keinginanmu selama ini, ya? tanya Haydar kepadaku.
"Iya, Haydar. Kamu tahu bahwa itu pilihan tersulit untukku." jawabku pada Haydar.
Lalu, Ibu menghampiri kami "Haydar, diluar sedang hujan. Bagaimana caramu pulang? Pakailah payung ini."
Tanpa aku sadari, sudah seminggu Haydar hilang tanpa kabar. Aku mengalami kesepian dan kesendirian. Aku berpikir, "Apa aku harus bersyukur? Jika aku hanya mengalami kegelapan di dunia ini."
Ibu datang menghampiriku, "Jangan melamun. Apa yang sedang kamu pikirkan, Al?" tanya Ibu kepadaku.
Aku bertanya, "Siapa manusia di dunia ini yang tidak ingin melihat, Ibu?"
"Jangan menyesali hal yang telah berlalu, Al. Karena itu tidak akan mengubah apapun." jawab Ibu.
"Aku rindu Haydar, Ibu." setelah mengatakan hal itu, suara telepon berdering, Ibu bergegas mengangkatnya dan menyatakan kabar buruk itu kepadaku.
"Al... Sebenarnya Haydar sekarang berada di rumah sakit. Ibunya Haydar berkata ingin bertemu denganmu." aku terkejut mendengarnya.
Sesampainya di rumah sakit, Ibunya Haydar menyambut dan memelukku. Apa yang dikatakan olehnya membuatku hancur. Ternyata Haydar mengidap kanker otak sejak lama. Ibunya berkata " Alisha, mungkin ini adalah saat terakhir kamu akan melihatnya dalam keadaan hidup."