Teman pertama yang saya temui adalah Mas Fika, saya ubah dengan panggilan Mas, karena panggilan Bang hanya ada di Jakarta.Â
"Mas maaf tiba terlalu cepat", ucap dengan bahasa kaku.
"ora popo, silahkan masuk".
Sebelum tiba saya sudah mengajak taruhan diri saya sendiri, lidah membisu akan terjadi. Tentu saja terkendala bahasa salah satu alasan saya masih sering terdiam, daripada membuka obrolan dengan memaksakan bahasa yang saya baru belajar lewat pencarian web, ini akan terasa aneh.Â
Setelah berbincang dengan obrolan santai, perlahan teman dari Berani Hitam datang, puncak klimaks saya terdiam ketika semua berkumpul. Menjadi pendengar yang baik, mempelelajari satu kosa kata bahasa baru salah satu pengalaman berharga,Â
Karena Aksara Jawa juga menggunakan bahasa mereka, tidak ada bahasa baku seperti di Jakarta. Memang ketika seseorang memutuskan mencari relasi pertemanan, kita harus banyak belajar dan menghargai keadaan dimana tempat kita berpijak, tidak bisa kita memaksakan kehendak.Â
Pagi sudah kembali, setelah bersiap dengan semua hal. Teman dari Berani Hitam dan saya sendiri beranjak menggunakan roda dua ke arah base camp pendakian Selo.Â
Tidak begitu jauh jika menempuh jarak dari sleman ke base camp pendakian Merbabu, kurang lebih 2 jam.Â
Simaksi ketika masuk pendakian kurang lebih sekitar 20rb rupiah, simaksi yang kita berikan tidak semua masuk kantong penjaga tenang saja, semua untuk kepentingan sarana dan prasarana pendakian.Â
Meskipun setiap tahun ada peningkatan, saya rasa tingkat kenyaman juga harus ditingkatkan dari pihak pengelola.Â
Setelah persiapan cukup, salah satu teman dari Berani Hitam yaitu Mas fika mendaftar di pos pendakian, kami memulai pendakian dengan santai, beban berat di tas tidak mungkin bisa dipakai sambil berlari, pendakian Merbabu via Selo dimulai.Â
Pendakian via Selo saat itu sedang ramai dengan pendaki lain, bertemu wanita di jalur merupakan hal bonus.Â