Albert menghampiri Sony, lalu tiba-tiba menempeleng keras wajah Sony hingga berdarah. Kekasihku berusaha membalas pukulan, namun seorang polisi menghalangi sembari menunjukkan surat perintah penangkapan
Tentu saja hal itu memperumit masalah, sebab orangtuaku jadi salah tingkah. Dan tampaknya Albert sekeluarga betul-betul tebal muka dan tak peduli. Duh! Sudah bisa ditebak, ortuku menolak lamaran itu secara halus, dengan mengemukakan alasan bahwa aku telah bertunangan. Tapi mama Albert, yang merupakan adik ibuku tetap bersikeras meluluhkan hati mami.
Meski demikian, Â papi tetap bersikeras menolak lamaran itu. Namun telpon mendadak dari Oma Jeanna, nenekku yang merupakan ibu dari mama Albert dan mamiku, menghancurkan semuanya. Oma berkeputusan bahwa harta keluarga tak boleh jatuh ke pihak luar. Sehingga tetaplah lamaran Albert yang dinomorsatukan, apalagi menurut Oma, Sonny hanya mengajukan pertunangan, bukan pernikahan.
Semenjak hari itu, semua barang pertunangan Sony dikembalikan, dan aku tak memiliki ikatan pertunangan dengan kekasihku lagi. Tentu saja, keluarganya sangat tersinggung dan kecewa, namun, tak dapat berbuat apa-apa.
*****
Sore itu, Sony menelponku, ia mempertanyakan keteguhan hatiku, lebih memilih ia atau Albert. Sebuah pilihan yang membuatku mengerenyitkan dahi. Memilih Sony, berarti aku harus berani meninggalkan ortuku. Sedangkan memilih Albert demi Oma, itu berarti  harus siap meninggalkan kekasihku.
Dan, malam itu aku dikejutkan oleh suara ketukan di kaca jendela kamarku. Ternyata Sony, tampaknya ia nekat untuk mengajakku melarikan diri dari rumah. Saat aku membuka jendela, ia segera menggamit tanganku dan membawaku lari.Seperti terhipnotis, aku menurut saja, berlari mengikutinya.
Sesampai di mobil yang ia sembunyikan diantara semak belukar, ia segera menarikku masuk ke dalam mobil, lalu menggeber mobil sekencang-kencangnya. pergi dari rumahku.
*****
Sony membawaku lari keluar kota, ke sebah rumah kuno di atas bukit. Sebuah bangunan yang terlihat besar, megah, namun kusam, sehingga terkesan angker dan menakutkan. Meski banyak lampu menerangi, namun suasana pekat malam tetap membuatnya mencekam.
Kami turun dari mobil, lalu segera memasuki rumah itu. Tampaknya Sony hapal situasi di dalamnya. Ternyata kastil kuno itu peninggalan kakeknya, sebuah bangunan besar tersembunyi yang menjadi rahasia keberhasilan hidup keluarganya di masa lalu. Tak ada siapapun tinggal di situ, sehingga terlihat kurang terawat..
*****
Kami tidur pada ruangan kamar yang terpisah. Komitmen Sony untuk menjaga kesucianku sangat kukagumi. Tapi, suasana malam yang mencekam membuatku bulu kudukku berdiri, apalagi situasi rumah yang terkesan horor.Â
Aku meminta Sony menemaniku di ruangan kamar tempatku beristirahat. ia dengan setia menemaniku, tidur di sofa, sedangkan aku di ranjang kuno mirip milik keluarga kerajaan zaman dulu. Sekali lagi, aku mengagumi komitmennya.
*****
Sudah tiga hari kami tinggal di kastil itu. Tampaknya Sony telah menyiapkan semuanya dengan matang. Beragam makanan di lemari pendingin, cukup untuk persediaan makan kami sebulan. Segalanya telah tersedia.Â
Hampir setiap detik ponsel kami  berbunyi, namun kami tak berani mengangkatnya, Sebab kami tahu, semua itu adalah ancaman agar kami kembali.
Saat kuperiksa panggilan di ponselku. Terbaca papi yang menghubungiku hingga puluhan kali, memintaku untuk pulang. Demikian juga mami, oma, tante, yang notabene adalah mama Albert, tak ketinggalan papa Albert juga. Semua memintaku pulang, namun tak ada satu pun yang menjamin akan membatalkan rencana pernikahanku dengan Albert.
Aku dan Sony telah sepakat, dengan melarikan diri berdua, maka akan timbul kesan bahwa kami telah ternoda. Sehingga Albert akan membenciku, lalu cepat membatalkan rencana pernikahan yang dibuatnya sendiri.
Kunyalakan televisi.Hampir keseluruhan berita di televisi memberitakan tentang aku dengan Sony yang menghilang dari rumah. Kumatikan TV, kuhampiri Sony, dan bersepakat untuk menonaktifkan ponsel agar jejak kami tak dapat ditelusuri.
*****
Genap seminggu petualanganku tinggal di rumah itu bersama Sony. Meskipun kami masih tetap menjaga kesucian satu sama lain, namun kami ingin meninggalkan kesan pada publik, bahwa kami tak suci lagi. Gila! memang sangat jauh dari kewarasan pemikiranku bersama Sony ketika harus berhadapan dengan kekuasaan dan ketidakadilan.
Mengejutkan! Malam itu sirine polisi meraung raung di luar kastil. Kami sangat terkejut. Gerbang pagar digedor gedor sangat kencang bak menggerebek maling. Kuajak Sony melarikan diri menuju hutan belakang rumah, namun ia bersikap bak pria sok jantan. Meskipun aku menghalangi langkahnya agar tak keluar membukakan gerbang, tapi ia tetap memilih berjalan menuruni lantai bawah menuju gerbang.
Kuamati dari kamar tingkat atas. Sony dengan langkah tegap membuka pintu utama. Tampaknya ia melakukan semua karena kegeraman sebab melihat sosok Albert di antara barisan polisi yang siaga dengan mengokang senjata.
Albert menghampiri Sony, lalu tiba-tiba menempeleng keras wajah Sony hingga berdarah. Kekasihku berusaha membalas pukulan, namun seorang polisi menghalangi sembari menunjukkan surat perintah penangkapan.Â
Entah apa isi surat perintah penangkapan itu, tapi samar-samar terdengar teriakan Albert sambil menunjuk-nunjuj wajah Sony bahwa ia telah membawa lari calon istrinya.
Polisi dengan cepat memborgol tangan Sony, lalu menyeretnya ke arah mobil polisi. Kulihat Albert bersama beberapa orang polisi mulai memasuki kastil. Aku sangat terkejut, terlintas di pikiranku, bahwa intinya hanya satu, ia akan membawaku kembali pulang, memisahkan aku dari Sony, lalu menikahiku.
Refleks kusambar tas travellingku, kabur ke hutan belakang rumah. Kupacu lariku secepat mungkin setelah kugembok pagar belakang rumah, agar tak ada yang bisa mengejarku. (Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H