Pria itu menuntunku ke dalam. Sebuah ruangan luas yang mirip istana dalam dunia fantasi. Sebuah tangga mengular ke atas setinggi air terjun.
Ia mempersilahkanku duduk di sebuah sofa besar, Â ia sangat ramah dan santun. Sepanjang malam kami berbincang akrab di sofa itu. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Tony. Ia memanjakanku dengan banyak pelayan-pelayan yang datang silih berganti membawakan beragam hidangan.
Hingga kemudian, ia mengajakku makan malam ke sebuah ruangan. Sebuah ruang makan luas yang terisi dua puluh kursi memanjang. Kami duduk berhadapan dengan diterangi cahaya temaram lilin. Pelayan sibuk membawakan beragam hidangan makanan. Lobster bakar, ayam panggang, dan beragam makanan lezat lainnya. Â Namun mereka melayani dalam diam, wajah mereka tanpa ekspresi, tak ada sepatah kata pun yang terdengar.
Hujan turun kian lebat, membuatku tak bisa meninggalkan kastil itu. Tak terasa jam di tanganku menunjukkan pukul dua belas malam. Dentang lonceng kastil terdengar menyeramkan, tak beda jauh dengan dentang lonceng jam kuno zaman dahulu. Meski baru mengenal Tony beberapa jam yang lalu, tapi keramahan pria itu membuat suasana mencair penuh canda tawa.Â
Dentang lonceng  menunjukkan jam satu malam. Namun hujan tak juga reda. Aku dan Tony terus bercengkerama sepanjang malam. Aksen Irlandianya yang kental membuatku tertawa tergelak-gelak. Ia bukan pria pemalu, selera humornya yang tinggi tampaknya bersambut gayung dengan gaya bicaraku, sehingga kami seakan telah mengenal sekian lama satu sama lain.
Pukul dua malam. Mataku mulai terasa berat, aku menguap. Kulirik Tony, ia terlihat masih sagat bersemangat, tampak tertawa lepas tanpa ada kantuk di pupil biru matanya.Â
Suhu dinginya akibat hujan lebat diluar kian menambah katukku. Sesaat aku tiba-tiba terjaga saat mendadak ia melayangkan ciuman di bibirku. Antara marah dan terkejut, sebab aku baru mengenalnya, dan ia pun tak menyatakan cinta tapi berani menciumku, Â sungguh pria kurang ajar!
Tanganku bersiap menampar pipinya. Namun kuurungkan saat ia mengiba meminta maaf dengan mata berkaca-kaca. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam kantong celananya. Dibukanya perlahan, tampak sebuah cincin bertahtakan berlian di dalmnya.Malam itu, Tony menyatakan cinta dan mengutarakan keinginannya menikahiku.
Aku terkejut, secepat itu? Kami baru mengenal hanya dalam hitungan jam, namun tiba tiba ia melamarku. Ini hal gila yang tidak pernah aku bayangkan. Apalagi aku sedang tidak di negaraku sendiri.Namun ketulusan yang terpancar dari sinar matanya membuatku luluh. Ia memasangkan cincin itu di jemariku, kemudian memelukku sangat erat seakan tak ingin berpisah lagi.
Kantukku kian meggelayut. Antara sadar dan tidak, samar-samar kulihat wajah rupawan dengan bibir tipis kemerahan itu mencium pipiku. Ia memeluk tubuhku erat, sangat erat. Dan setelah itu, aku tak ingat apa-apa lagi karena tertidur lelap.
*********