Sehingga sangat disayangkan, saat siswa menikmati libur sekolah panjang, yang tentu saja diikuti guru juga libur sekolah panjang. Namun justru banyak pihak yang mencibir guru bermalas-malasan, terlalu nyaman kehidupannya dan seharusnya tak mendapat jatah libur juga.
Stereotip dan antipati melihat guru libur kok bisa?
Pihak-pihak yang selalu mencibir dan mencari-cari kesalahan guru, mungkin di masa silam saat masih bersekolah, sering mengalami kekecewaan terhadap sikap guru-gurunya, menginginkan perhatian lebih dari guru namun tak didapatkannya. Mengharap kasih sayang dan dapat berkeluh kesah tapi tak dipedulikan guru, sehingga ketika dewasa menjadi antipati terhadap guru.
Siswa-siswa yang memperoleh banyak perhatian dan kasih tulus dari guru, akan tumbuh dewasa dengan kepercayaan penuh pada guru, sehingga saat dewasa tidak stereotip terhadap guru yang menikmati libur kala siswanya juga libur. Sebab secara realistis, bila guru mengajar siswa, ketika kemudian yang diajar tidak ada, otomatis guru dapat beristirahat, menikmati waktu kesendiriannya, "me time". Sehingga saat siswa kembali masuk sekolah, guru sudah dalam kondisi fresh, ibarat baterai dengan power maksimal, maka kondisi belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan.Â
Akan jauh berbeda kondisinya, ketika saat libur sekolah, justru terdapat pihak-pihak yang memaksa agar guru tetap hadir ke sekolah meskipun hanya absen saja. Sebab hal tersebut terlalu mengada-ada, tidak bermanfaat, dan mengandung sentimen negatif terlalu besar terhadap guru.
Sikap antipati dan stereotip ketika melihat guru libur serta tak rela guru menikmati istirahatnya, jelas merupakan pemikiran picik serta sempit. Pemikiran seperti ini timbul karena diakibatkan ketidaktahuan, bahwa guru meskipun siswanya telah pulang sekolah, namun guru tetap belum pulang. Sebab berkutat dengan pekerjaan, seperti mengoreksi hasil pekerjaan siswa, menyiapkan bahan ajar untuk esok harinya, atau pun mendengar keluh kesah siswanya. Setelah semua usai, kesibukan guru berlanjut dengan mengurus kehidupan rumahtangganya.
Pemikiran picik dan sempit lah yang membuat guru kurang nyaman menikmati hidupnya, Â guru selalu dicurigai malas, kerjanya hanya ngerumpie, keluyuran ke pasar, Â sehingga mengabaikan siswa-siswanya. Tak dapat dipungkiri, mungkin memang ada ulah oknum guru yang seperti itu, tapi bukan berarti semua guru pasti seperti demikian. Mari berhenti bersikap "gebyah uyah", menganggap semua hujan akan mengakibatkan banjir, bukankah kemarau sangat mengharapkan datangnya hujan?
Ketika siswa memiliki kondisi keluarga yang hangat, ramah dan bersahabat, lalu kemudian berlanjut di sekolah menemui kondisi yang sedemikian rupa juga. Maka tak dapat dipungkiri, akan lahir generasi penerus negeri ini yang bermental tangguh. Dengan generasi tangguh, maka negara ini akan kuat ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H