Anak-anak broken home, anak-anak dengan perceraian orangtua, ataupun anak-anak dengan rumahtangga orangtua yang tidak harmonis, sangat menginginkan perhatian dari gurunya. Mereka ingin curhat, berkeluh kesah, atau pun sekedar mendapat sapaan lembut dari guru untuk memulai hari-harinya di sekolah.
Ketika hal tersebut tidak didapatkan dari gurunya, maka timbullah rasa frustasi dan kecewa, sehingga dapat memicu rasa kebencian, permusuhan. Yang berkembang menjadi perlawanan terhadap guru, tawuran, perkelahian antar siswa, sebab mereka telah mengawali harinya dengan tidak ramah. Ketidakramahan yang berawal dari rumah, berlanjut di sekolah tak ada perhatian dari guru. Maka makin kacau balaulah pikiran siswa dalam menghadapi dunianyaÂ
Akan jauh berbeda bila siswa berada dalam sekolah dengan guru-guru yang hangat dan ramah, maka akan melahirkan siswa-siswa yang hangat, serta bersahabat terhadap dunia sekitarnya.Â
Sehingga tergelitik pertanyaan, bagaimana kalau siswa menjumpai guru hangat dan ramah di sekolah, namun situasi rumahnya kacau serta sarat konflik? Memang tidak mudah menghadapi keadaan di rumah, namun setidaknya kehangatan dan kekeluargaan di sekolah, dapat menenangkan kondisi psikologis siswa, sebab setidaknya, ia tidak sendiri, ada yang membimbingnya ke arah jalan yang benar.
Akan sangat kontradiktif dan memprihatinkan, apabila siswa menjumpai suasana tidak menyenangkan di rumahnya, kemudian di sekolah pun menjumpai hal serupa, maka kacau balaulah kondisi psikologis sang siswa. Jiwanya yang masih labil, dapat mendorongnya mencari pelampiasan dengan tawuran dan perkelahian.
Kasih sayang
Siswa yang berangkat dari rumahtangga kacau, akan memiliki hati yang kurang tenang dan gelisah. Sudah selayaknya sang guru bersikap sebagai pahlawan penyelamat jiwa siswanya. Memberikan kasih sayang tulus sebagai wujud pengganti orangtua yang diinginkan seorang anak.
Sekolah dengan guru-guru yang senantiasa mencurahkan kasih sayang tulus pada siswa. Menganggap siswa laksana anak sendiri, akan dapat membuat siswa menjadi pribadi mandiri, meskipun jiwanya terluka karena keadaan rumahtangga orangtua yang kacau balau.
Tempat curhat
Terkadang di sela kesibukannya mengajar, guru dengan tulus menyempatkan waktunya mendengar keluhan dan cerita siswa. Memang menyita waktu, apalagi sambil mengajar, namun justru pemikiran ladang pahala dan masa depan siswa agar lebih baik, maka guru bersedia melakukannya.
Pernahkah anda berpikir bahwa guru-guru luar biasa dengan kasih tulus telah bersedia mengorbankan banyak waktunya untuk siswa? Di saat ia seharusnya dapat menikmati break selesai mengajar, namun justru menyisihkan waktu untuk mendengar keluh kesah siswa, atau pun membahas pelajaran yang kurang dipahami. Meski ia bukan guru konseling atau pun pengajar les privat, namun guru tetap bersedia mengorbankan waktunya.