Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

5 Hal yang Tidak Akan Dilakukan Guru Profesional

27 April 2023   11:55 Diperbarui: 27 April 2023   11:59 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru (pic: http://www.chinaforeignteachersunion.org/10-manfaat-mengajar-bahasa-inggris-di-luar-negeri/)

Berikut lima hal yang tidak akan dilakukan guru profesional agar menjadi panutan bagi siswa-siswanya, apa saja ya?

Bukan rahasia lagi bila guru profesional menjadi idaman semua siswa. Cara mengajarnya yang berbeda dari yang lain, membuat kehadirannya selalu ditunggu-tunggu oleh seluruh siswa.

Semua orang bisa menjadi guru, namun tak semua guru mampu menjadi seorang pengajar profesional. Bahkan terkadang, meskipun tingkat pendidikan sangat tinggi, tapi belum tentu cara mengajarnya menarik di mata siswa.

Profesional ditentukan tingginya tingkat pendidikan?

Saya pernah menjumpai seorang guru sukarelawan di pedalaman, cara mengajarnya sangat disukai siswa-siswanya. Hal tersebut terjadi bukan karena siswa di daerah pedalaman sangat  memerlukan guru, sehingga guru ini disukai, namun memang daya tariknya saat mengajar bagai magnet yang menyedot perhatian siswa-siswanya, sangat mumpuni. 

Bak pendekar silat, sang guru menguasai berbagai metode menarik, sehingga pengajaran yang diberikan memiliki nilai plus di mata siswa. Dan yang paling mengejutkan, ternyata dia bukan seorang sarjana, hanya lulusan sekolah mengah pertama, tapi jangan ditanya pengalamannya dalam memberikan ilmu.

Kecakapannya menyedot perhatian siswa, bagai magnet yang terus lengket. Sehingga ketika siswa telah menamatkan pelajarannya, mereka tak pernah melupakan ciri khas sang guru, yang tentu saja memiliki jurus-jurus tertentu, sulit dilupakan, sebab berbeda dengan guru-guru lainnya.

Tampaknya kita harus berendah hati bercermin pada guru yang tak sempat mengenyam pendidikan tinggi tapi profesional tersebut. Sehingga ketika kita sadar diri, maka tidak akan ada sikap menyombongkan ketinggian tingkat pendidikan apabila kenyataan di lapangan, cara kita mentransfer ilmu tidak pernah membekas di hati siswa dan membentuk karakternya.

Lima hal yang tidak akan dilakukan guru profesional

Guru profesional dengan ilmunya, ibarat chef yang memilki pisau, piawai mempergunakannya untuk meramu beragam masakan, sehingga memikat lidah para penikmatnya. Namun bagi yang tidak profesional. Jangankan untuk meramu beragam masakan, justru pisau dapat melukai pelanggan, atau bahkan melukai jarinya sendiri. Akibatnya tak ada lagi yang menyukai cara si chef meramu masakannya.

Oleh karena itu, demi sebuah kegiatan pembelajaran yang berhasil guna, guru profesional biasanya tidak akan melakukan hal-hal berikut: 

Menjustice siswa

Guru profesional tidak menghakimi siswa secara membabi buta sebelum menanyakan penyebab siswa melakukan kesalahan. Cara penanganan yang dilakukan sangat humanis dan menyenangkan, sehingga tidak menyebabkan siswa ketakutan atau pun trauma.

Guru profesional mampu melihat sisi positif dan hikmah dari sebuah kesalahan siswa. Selain itu mampu membuka jalan pemecahan agar siswa tehindar dari kesalahan yang sama, sehingga dengan kesadan hati tidak melakunnya lagi.

Usai siswa  melakukan kesalahan, guru profesional tdak akan terus-menerus mengungkit atau menjadikan kesalahan itu sebagai senjata agar murid menuruti keinginannya.

Guru profesional bersikap optimis, bahwa siswa tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Namun seandainya tejadi kesalahan yang sama, maka guru tidak langsung mencak-mencak, tapi mampu menemukan solusi jitu lainnya agar kesalahan tak terulang, seperti dokter yang tak lelah mencari beragam formula demi kesembuhan pasiennya.

Tidak akan pernah menjadikan kesalahan sebagi suatu ranjau untuk menakut-nakuti dan memojokkan siswa di depan teman-temannya, itulah sikap guru profesional. Sebab ia tahu, mempermalukan siswa di depan teman-temannya, justru akan mengakibatkan beban mental mendalam yang jutru memicu rasa dendam, sehingga mengulang kesalahan yang sama.

Sudah seyogyanya guru bersikap dewasa dalam memperlakukan siswa. Dengan cara ini, siswa akan memperoleh contoh positif sebuah kedewasaan, agar kemudian tidak melakukan kesalahan yang sama kembali.

Seorang guru yng suka menjustice siswa, apalagi di depan siswa-siswa lain, maka  akan melahirkan siswa pendendam yang justru akan melakukan kesalahan  sama, atau bahkan lebih parah lagi demi pelampisan beban mental karena emosinya yang belum stabil.

  

Masuk kelas tidak tepat waktu

Bagi guru profesional, waktu adalah pedang, yang akan melukai ketika tidak tepat saat menjalaninya, sehingga ia selalu tepat waktu saat masuk kelas. Sementara di sisi lain, siswa juga telah menanti-nanti kehadirannya di kelas karena cara pengajarannya yang menarik.

Guru profesional memiliki beragam rencana dalam pengajarannya, hal itulah yang mengharuskan ia tepat waktu menyalurkannya ke dalam kelas.

Tidak memiliki metode mengajar cadangan

Guru dengan tipe membosankan selalu mngajar dengan cara yang itu-itu saja. Sementara guru profesional memiliki beragam metode menarik saat mengajar. Ketika ia telah siap denan dengan satu metode pengajaran, namun apabila situasi dan kondisi tiba-tiba tidak memungkinkan, maka ia pun siap dengan metode cadangan. Sehingga cara mengajarnya tidak monoton yang itu-itu saja.

Metode pengajaran mumpuni tidak melulu harus dengan segala kecanggihan alat-alat tekhnologi mahal dna modern. Meskipun sarana yang dipakai cenderung sederhana, namun guru profesional tetap mampu mengajar dengan menarik. 

Memperlakukan siswa sebagai obyek

Guru profesional memperlakukan siswanya dengan santun. Ia memandang siswa sebagai sosok mandiri yang harus dihargai dan dihormati hak-haknya. Itulah yang membuatnya tidak memperlakukan siswa sebagai obyek, namun subyek.

Memperlakukan siswa sebagai obyek, berarti menjadikannya sebagai bulan-bulanan, selalu menjadi obyek penderita. Bahkan secara kasar selalu dikorbankan, hak-haknya selalu dilanggar. Sedangkan memperlakukan siswa sebagai subyek, berarti guru menghargai posisi siswa sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Sehingga saat siswa mengemukakan pendapatnya, mendebat, dan segala hal yang keluar dari pemikirannya, tidak membuat guru merasa murid kurang ajar dan sok pintar. 

Tidak dapat menghidupkan kelas

Guru profesional selalu mampu menghidupkan suasana kelas dengan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga saat giliran pelajarannya tiba, siswa sangat merindukan sosok guru tersebut. Selalu ada kegembiraan yang diciptakan, sebab sang guru memiliki banyak ice breaking di sela pemberian materi pelajaran, sehingga siswa merasakan suasana yang segar dan tidak kaku.

Sebaliknya, guru yang kurang profesional hanya melahirkan suasana kaku dan monoton, pemberian materi pelajaran hanya secara yang itu-itu saja. Mungkin mencatat materi pelajaran hingga tangan keriting, atau ceramah monoton membosankan yang justru mengundang kantuk, bahkan bisa jadi pemberian tugas  segunung tanpa pengarahan terlebih dahulu.

Guru profesional tidak ditentukan dengan tingginya tingkat pendidikan seorang pendidik, namun lebih dipengaruhi pengalaman, kecerdasan emosi, intelektual serta spirit moral, sehingga mampu mentransfer ilmu pengetahuan dan menguasai kelas secara mudah serta menyenangkan para peserta didik.

Apakah anda guru profesional itu? Ya, sepertinya memang anda, sebab anda tertarik membaca tulisan ini, serta memilki ciri-ciri seperti yang saya tuliskan. Luar biasa, Indonesia bangga memiliki anda, Selamat ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun