Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penyanderaan Paimin Menggelegak dalam Kutukan Alas Wingit

17 Januari 2023   08:43 Diperbarui: 17 Januari 2023   09:17 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hutan angker (pic: pinterest.com)

Jam 22.10 ketika aku dan mas Kamirin sampai di lokasi penyanderaan. Tampak 7 orang lelaki dewasa mengelilingi anakku, Sutakim, dan teman perempuannya Sarkinem. Suasana sunyi malam berganti hiruk-pikuk saat para pria dewasa itu mengemukakan argumennya masing-masing. 

Mereka berbicara dengan suara nyaring dan membentak-bentak, menyalahkan kelakuan Sutakim yang amoral. Aku mencoba mencerna apa yang mereka semburkan dari mulutnya, tetap realistis, meskipun kemudian salah satu pria yang terlihat sebagai pimpinannya menyuruh anak buahnya menunjukkan rekaman video tentang anakku saat digerebek. "Ini kelakuan anak sampean!, " ujarnya sambil menyorongkan handphone tuanya.

Aku mengamati secara cermat rekaman video itu, tak ada adegan perzinahan, Sutakim masih berpakaian lengkap, demikian juga dengan Sarkinem. Duduk di atas sepeda motor, karena tidak bisa membonceng, tentu saja Sutakim duduk di belakang Sarkinem. Terdengar suara orang membentak-bentak Sutakim dalam video itu, memaksa Sutakim turun dari motornya. Anakku yang kurus itu turun dari motor sambil menarik celananya ke atas karena kedodoran. Dari situlah aku mampu menerjemahkan pikiran kotor para pria garong itu,bahwa dengan posisi duduk di belakang perempuan berarti berbuat mesum.

"Edaaan!," aku mengumpat dalam hati, sebab situasi di tempat itu tak memungkinkan untuk mencaci-maki. Yang kuhadapi adalah orang-orang tidak waras yang tampaknya terbiasa melakukan hal nekat seperti itu, aku harus berpikir cerdik menyelamatkan Sutakim dan Sarkinem dari tempat itu. Menghadapi para pemeras tentu saja aku kalah jumlah, padahal dalam hati aku ingin menampar dan menginjak-injak mereka, sebuah naluri pembelaan dan perlindungan seorang ibu kepada anaknya.

Otakku berputar cepat memikirkan sebuah strategi. Aku minta waktu ke penjahat untuk bicara empat mata dengan anakku. Kupandang mata Sutakim, kutanya secara naluri ibu, dia anakku, aku yang paling memahami kejujurannya. Sepintas suaranya bergetar, aku memahami getar suara itu, trauma karena diintimidasi penjahat. Namun dibalik ketakutan anakku, ada jiwa berani yang kuturunkan, sehingga para penjahat sontoloyo itu tak berani menganiayanya.

Dari pembicaraan kami, aku paham hal itu cuma taktik pemerasan. Tetapi para penjahat pasti tetap ngeyel dengan hal yang benar menurut versinya, tujuannya hanya satu duit!.Sehingga yang kupikirkan saat itu hanya satu, lepas dari mereka. 

Aku pasang taktik dengan Sutakim, tanpa banyak bicara, hanyakedipan mata. Aku pura2 marah, kemudian membentak-bentakdengan suara kencang sambil jalan ke arah penjahat. Tidak rugi selama sekian waktu melatih silat bocah-bocah di desaku, suaraku nyaring membahana seperti komandan upacara. Para penjahat pasti mengira bahwa aku mempercayai laporan mereka tentang kelakuan anakku. Hasilnya mujarab, mereka tampak ciut nyalinya, suaraku yang keras melengkin bagai suara petir membuat mereka terhenyak dan terdiam, Suasana berubah sunyi senyap, tak ada suara sedikitpun selain hanya suara jangkrik dan burung hantu.

 

*****

Tampaknya kami masih harus menunggu kakak Sartinem yang merupakan sandera kedua. Tepat 22.30, Warijo, kakak Sartinem baru sampai di lokasi dengan bantuan petunjuk tempat salah satu penjahat. Tak seperti saat aku pertamakali datang ke lokasi, kali ini tak ada argument ngeyel para pemeras, mungkin mereka mengira Warijo lebih mengerikan dibanding aku.

Para pemeras gembel itu membiarkan Warijo langsung berbicara empat mata dengan Sarkinem. Situasi sepi karena penjahat pada diam setelah acara teriak-teriakku beberapa saat sebelumnya. Tapi tampaknya Warijo tak bisa diharapkan untuk bersama melawan penjahat, sebab dia tampak grogi dan ketakutan sekali saat pimpinan penjahat mengajaknya bicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun