Â
  Tepat jam 18.00, anak lelakiku yang ganteng pamit jalan-jalan naik sepeda motor dengan teman perempuannya ke mall. Welahdalah anak zaman sekarang lha kok malah perempuannya yang menjemput, jan wani tenan!.
Aku Cuma cekikikan dalam hati saat mereka menghilang dari pandangan. Nampak anak lanangku duduk di belakang dibonceng teman perempuannya karena tidak bisa bisa membonceng. Ini kali ketiga mereka pergi berduaan, tentu saja aku tak bisa menghalangi, sebab anak zaman sekarang kalau dihalangi bisa makin nekat dan tidak karu-karuan. Berhubung selama ini mereka berada di jalan yang benar, ya jelas aku merestui saja.
Teman anak lelakiku itu bernama Sarkinem, gadis lugu yang ditinggal ibunya saat memasuki masa sekolah menengah pertama. "Emak" begitu dia memanggil ibunya, meninggal karena kanker payudara. Dia bercerita itu saat keduakalinya dia ngapeli anakku di rumah. Dan aku kembali ngikik dalam hati mengingat segitu ngebetnya Sarkinem pada anakku sampai membuang rasa malu mengunjungi anakku.
*****
Kisah Sarkinem yang mengenaskan kian memporakporandakan hatiku saat dia mengatakan ayahnya tukang selingkuh, sehingga menjadi penyebab duka derita ibunya. Bahkan setelah Ibunya meninggal, ayahnya tetap dengan hobi lamanya dugem dan gonta-ganti cewek, jarang di rumah, tak mengurusi anak-anaknya sama sekali. Akibatnya Sarkinem dengan kakak lelakinya Sarkijo tumbuh tanpa kasih sayang orangtua lagi semenjak mendiang ibunya tak ada.
Hal itulah yang mengobarkan rasa empatiku pada Sarkinem, ditambah kesetiaannya pada anak lelakiku Sutakim. Pernah Sutakim sakit dan tidak mau makan berhari-hari, Sarkinem dating ke rumah membawakan makanan dan cintanya, ajaib! Anakku Sutakim langsung sembuh dan doyan makan.
Sutakim memang banyak berubah setelah mengenal Sarkinem. Biasanya dia tidak mau menyentuh segala masakan yang berbau ikan, tapi semenjak mengenal Sarkinem, dia mau memakan ikan goreng, tapi harus khusus masakan Sarkinem, sementara masakanku, Sutakim tetap tidak mau menyentuhnya. Oalah.....sungguh keajaiban cinta.
*****
Â