Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Popularitas Instant Penjebak Suara Mahal Wong Cilik

5 Desember 2022   20:19 Diperbarui: 5 Desember 2022   20:23 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penguasa dan wong cilik (pic: kaskus.co.id)

Selain  mengadakan reuni, Presiden Jokowi sebagai petahana negeri ini tak lupa memberikan sinyal tentang calon presiden di masa datang. Melalui simbol teka-teki yang tersirat dan tersurat, yakni berambut putih dan keningnya senantiasa berkerut memikirkan rakyat. Bukan teka-teki yang sulit, sebab dengan kedipan matapun orang akan tahu siapa tokoh teka-teki yang berhasil mengungguli Puan dalam merangkul hati publik.

Memang patut menjadi tanda tanya besar, mengapa Jokowi yang selama ini selalu identik dengan sebutan "petugas partai" tiba tiba tidak solid lagi terhadap putri mahkota petinggi partai. Benarkah ini sebuah kedurhakaan petugas partai terhadap penguasa partai yang membesarkannya?

Seperti kita ketahui, beberapa waktu terakhir tampaknya partai PDI Perjuangan sebagai partai petahana tak terkalahkan di negeri ini mengalami perpecahan suara. Semenjak Ganjar Pranowo selalu unggul dalam setiap pemilihan suara publik instant. Suara partai pun mulai terbelah, sebagian ingin mendukungnya, namun sebagian yang lain ingin tampuk kepemimpinan negeri ini dipegang sang putri mahkota. Yang tentu saja sebagai tanda hutang budi terhadap pemimpin partai kharismatik dan telah berjuang mati-matian membesarkan partai.

Tentu benak kita masih bisa mengingat, bagaimana sebuah rezim di masa lalu dapat memecah belah partai disaat berkuasa demi kelanggengan kekuasaan dan kerapuhan oposisi pesaingnya. Itulah yang terjadi kala PDI terpecah menadi kubu Suryadi dan Kubu Megawati. Dengan segala perjuangan, akhirnya Megawati berhasil menghantarkan partainya menjadi penguasa pemerintahan saat ini.

Terjadinya perpecahan suara di partai berkepala banteng saat ini, sebetulnya hanya sebuah permasalahan personalitas saja, karena bertujuan menunjuk sebuah sosok yang mewakili nama tertentu untuk maju menjadi kandidat capres. Toh selebihnya adalah tetap saja mewakili satu partai yang sama, dan itu sudah pasti, sebab tidak mungkin dan mustahil akan rela bila capres diberikan pada partai lain, apalagi partai yang berseberangan.

Bisa jadi permasalahan yang terjadi adalah sebuah skenario yang sengaja diciptakan demi menyedot perhatian publik. Dengan cara demikian masyarakat awam akan penasaran terhadap dua tokoh yang dianggap sedang mengalami pertentangan. Rasa penasaran akan membuat publik suka rela mencari latar belakang dua tokoh, menelusuri, yang lama kelaman akan menciptakan rasa baru, dan mengangkat tokoh yang diskenariokan menjadi viral. 

Sebagaimana kita mafhum, artis-artis tanah air kerap mnjadikan cara seperti ini demi mendongkrak popularitas yang mulai memudar, atau juga untuk mengangkat nama artis baru yang namanya belum populer. Dengan cara demikian maka nama artis akan terangkat ke permukaan, menjadi trending topic pencarian. Bila sudah begini maka bisa ditebak, bukan hanya nama menjadi populer, namun segala macam kegiatan yang sedang dilakukannya pun akan terangkat, misal sinetron terbaru, endorse yang dibintangi, dan beragam kepentingan lainnya.

Jadi sebetulnya inti dari semua itu adalah faktor kepentingan, yang ujung-ujungnya "fulus". Demikian juga dengan politik, sudah pasti ada faktor kepentingan. Itulah knapa tidak ada persahabatan sejati bila dikaitkan dengan politik. Kawan bisa jadi lawan, lawan pun bisa jadi kawan. Kadang tak perlu menunggu lama, dalam hitungan jam pun, kawan bisa menjadi lawan. Itulah kenapa tidak ada persahabatan yang abadi dalam politik.

Demikian pula manuver politik yang sekarang terjadi, jelas terendus sebuah trik politik demi merangkul suara pasar. Ketika berhasil menguasai pangsa pasar, maka bisa dibayangkan keuntungan dan keberhasilan yang diraup. Meskiun bukan dalam dunia entertainment, tapi tetap saja tujuan politik akan bermuara pada  harta, tahta, dan wanita. 

Inti dari semua itu adalah kekuasaan. Ketika kekuasaan ada di tangan, berbuat apapun tak terlalu mendatangkan permasalahan. Tapi ketika tak berkuasa apa-apa, hanya sebagai selilit, wong cilik, lawan politik, pihak berseberangan, maka niatan baik pun kadang masih dicurigai. Sehingga dapat dipahami indahnya sebuah kekuasaan, ibarat peribahasa wong cilik berusaha memberi tapi selalu dikoreksi, tapi wong sugih kentut pun masih dirasa pantas dan bisa dimaklumi.

Menjelang genderang politik pemilihan capres negeri ini, sudah selayaknya rakyat makin cerdas menyikapi segala manuver yang terjadi. Mempelajari skenario dan intrik-intrik politik yang sedang dimainkan. Sebab tak ada yang bisa dilakukan oleh wong cilik selain cerdas memahami politik, karena mereka tak mampu untuk ikut bersaing menjadi capres. Tak ada partai yang mengusungnya, atau bahkan tak cukup uang dan dukungan bila maju sebagai incumbent.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun