Partai Mahasiswa Indonesia sebagai perubahan nama Parkindo menuai kontroversi publik sebab selain  mengatasnamakan mahasiswa seluruh Indonesia juga diketuai oleh kubu BEM yang berseteru
Partai Mahasiswa Indonesia terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam Surat Kemenkumham Nomor M.HH-AH.11.04-09 tentang Penyampaian Data Partai Politik Telah Berbadan Hukum, yang ditandatangani langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.
Entah ide dari siapa hingga terbentuk partai yang mengatasnamakan aliansi seluruh mahasiswa Indonesia. Ada indikasi kesengajaan yang diciptakan untuk memberi peluang agar pergerakan mahasiswa tidak bersatu lagi dalam langkah mengkritisi pemerintah. Mahasiswa yang pada awalnya terpecah menjadi dua kubu, lama-kelamaan dapat berubah menjadi banyak kubu, semakin banyak pecahannya maka makin rapuhlah kondisi perjuangan mahasiswa.
Keberadaan Partai Mahasiswa Indonesia menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat, sebab bila dikaitkan dengan kondisi finansial mahasiswa, hal itu tidak masuk akal. Sebab, untuk membuka kantor pusat dan perwakilan, serta membentuk jaringan politik di seluruh provinsi di Indonesia membutuhkan biaya yang besar.
Usut punya usut, Partai Mahasiswa Indonesia yang berdiri pada 21 Januari 2022 lalu itu, ternyata adalah Partai Kristen Indonesia 1945 (Parkindo 45) yang berubah nama.
Sejarah Partai Kristen Indonesia
Sebagaimana dilansir dari kepustakaan-presiden.perpusnas.go., Parkindo 45 merupakan partai yang berdiri di era awal kemerdekaan Indonesia. Aktif di era 1950 - 1973 dengan basis kawasan Protestan Indonesia.Â
Parkindo terbentuk berawal dari terbitnya Maklumat pemerintah No.X/Th.1945 tertanggal 3 November 1945 yang membolehkan pembentukan multi partai, dan sekaligus sebagai jawaban perihal desas-desus perihal rencana Soekarno dan Mohammad Hatta menjadikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai tunggal.Â
Sehingga warga Kristen Indonesia yang terdiri atas Protestan dan Katolik, memanfaatkan momentum untuk membentuk sebuah partai untuk umat Kristen di Indonesia.
Pada 9 November 1945, di gedung Gereja Pasundan yang berlokasi di Jl. Kramat Raya No.45, lahirlah sebuah partai umat Kristen Protestan bernama Partai Kristen Indonesia. Utusan Katolik yang semula bergabung, kemudian memutuskan mengundurkan diri sebab akan membicarakannya terlebih dahulu dengan Pimpinan Gereja Katolik.
Saat Kongres Parkindo ke-1 di Solo pada 7 Desember 1946 , partai ini mengubah nama dari yang semula Partai Kristen Nasional, berubah menjadi Partai Kristen Indonesia, dengan memilih Dr. Ir. W. Z. Johanes sebagai ketuanya.
Saat diberlakukan peleburan partai di masa Orde Baru, tepatnya pada 10 Januari 1973, Parkindo bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Dahsyatnya independensi mahasiswa
Kita pernah mengakui, bagaimana dahsyatnya kekuatan mahasiswa saat menyuarakan penderitaan rakyat, hingga berujung mampu menurunkan penguasa dari tampuk kekuasaannya. Kita masih ingat bagaimana kuatnya kukuatan mahasiswa saat Orde Lama dengan Tritura, sampai dahsyatnya kekuatan mahasiswa saat berhasil menumbangkan rezim Orde Baru.
Kekuatan mahasiswa yang super dahsyat dakam menyuarakan dan membela  hak-hak rakyat, sudah selayaknya diapresiatif, bukan malah dipecah belah. Sehingga bila ada perpecahan di internal pergerakan mahasiswa, sudah sepatutnya dipersatukan kembali, bukan malah ditunggangi.Â
Bagi mereka yang menginginkan kemandirian mahaisswa agar independen dalam berbuat dan bersikap, pastilah berusaha mempersatukan mahasiswa kembali. Namun akan banding terbalik dengan pihak-pihak tertentu yang gerah diutak-atik dan dilawan, pastilah akan tertawa sumringah melihat adanya perpecahan tersebut.
Terpecahnya mahasiswa
Pada mulanya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mahasiswa nusantara adalah sebuah kesatuan kompak dari independensi mahasiswa seluruh Indonesia. Namun karena sesuatu dan lain hal,mereka terpecah menjadi dua kubu, hingga muncul ketua yang baru.Â
Ketua baru tidak sependapat dengan pemikiran ketua sebelumnya. Dari sinilah bibit perpecahan itu dimulai.
Munculnya pihak lain yang memberi peluang penganugerahan parpol agar salah satu kubu ini memiliki wadah untuk menyuarakan pendapat, jelas dianggap kubu lainnya sebagai upaya mengebiri independensi pendapat pada waktunya kelak, sebab berkelindan kepentingan politik yang pragmatis.
Ketua Umum Partai Mahasiswa Eko Pratama adalahi Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara yang terpilih secara musyawarah pada 12 Maret 2021. Namun saat Temu Nasional ke-XII, BEM terbelah menjadi dua kubu, dengan satu lagi berada di bawah kepemimpinan yang terpilih pada 11 Maret 2021, yaitu Dimas.
Kubu Dimas secara terang-terangan telah menentang pembentukan partai mahasiswa, karena dinilai bertentangan dengan semangat mahasiswa, merugikan gerakan mahasiswa, sebab penggunaan nama mahasiswa tanpa komunikasi dan sosialisasi.Â
Sehingga dikhawatirkan nantinya setiap gerakan mahasiswa diklaim oleh Partai Mahasiswa Indonesia, padahal orientasi partainya tidak jelas.
Memang tak dapat dipungkiri, sebuah parpol pastilah berjuang untuk kepentingan partainya, banyaknya contoh di tanah air membuktikan hal tersebut. Mereka yang terpilih mewakili partai pastilah harus mewakili suara partai, bukan suara rakyat, sebab mereka dianggap petugas partai.
Demikan juga dengan yang menyebut partainya atas nama mahasiswa, mungkinkah saat telah di parlemen masih akan solid? Jangan-jangan 'setali tiga uang' dengan polah kiprah para elite politik yang notabene adalah pekerja partai. Lupa mewujudkan janji kampanye dan tak mengobati penderitaan rakyat, akibat diuber deadline partai yang berdasar ambisi pimpinan? Sungguh miris.
Dan anehnya, Â partai yang menyebut organisasinya sebagai kumpulan para mahasiswa seluruh Indonesia ini, ternyata belum 'kulonuwon' minta izin dengan seluruh mahasiswa , namun sudah berani mendeklarasikan sebagai partai mahasiswa, sehingga tak heran banyak mendapat penolakan dari berbagai pergerakan mahasiswa.
Ajaibnya lagi, Â partai yang merupakan perubahan nama Parkindo yang pastinya berbasis agama, tiba-tiba berubah haluan menjadi partai seluruh mahasiswa senusantara. Padahal di tahun 1973 kabarnya sudah melebur dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI), lalu ini Parkindo yang mana lagi?
Partai lama yang kemudian dipoles dengan kepengurusan baru, yang ternyata dipimpin oleh Ketua BEM Nusantara  kubu 12 Maret 2021. Dikhawatirkan jiwa dan semangatnya menjadi percobaan skenario dan misi dari pihak-pihak tertentu, sebab membawa nama seluruh mahasiswa senusantara.
Apabila memang partai ini benar-benar datang dari mahasiswa, sudah seharusnya adalah partai yang benar-benar partai baru, bukan partai lama yang berubah nama.Â
Namun meski demikian, pembentukan partai baru pun layak dipertanyakan, sebab akan membatasi langkah dan independensi mahasiswa dalam mengekspresikan pendapatnya.
Banyaknya tudingan miring mengarah pada para mahasiswa yang tregabung dalam Partai Mahasiswa, karena mereka dianggap mudah terkena bujuk rayu tanpa pikir panjang saa bergabung di dalamnya. Masyarakat apatis terhadap semangat tinggi para mahasiswa tersebut, sebab dikhawatirkan seiring waktu harus lebih banyak mengalah terhadap kepenngan partai dengan visi-misi sebelumnya.
Kubu BEM Nusantara versi 11 Maret 2021, Dimas, menyebut pihaknya tidak ikut campur dalam pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia, dan mengecam pembentukan partai yang mengatasnamakan mahasiswa tersebut. Hal ini jelas menunjukkan bahwa mahasiswa Indonesia sedangi dalam kondisi terpecah.
Ada  kepentingan apa dibalik terbenuknya Partai Mahasiswa? Jika memang murni terbentuk dari aspirasi mahasiswa, lalu kenapa harus hasil daur ulang dari partai lama? Mengapa tidak pure terbentuk dari partai yang betul-betul baru? Mungkikah demi menghemat anggaran hingga membentuk partai daur ulang?Â
Ada skenario apa hingga merubah nama partai yang pada awalnya berbasis agama berganti menjadi mengatasnamakan seluuh mahasiswa Indonesia?
Apabila skenario ternyata benar adanya, maka mahasiswa diprediksi tidak akan vokal lagi, terblunder dalam satu suara yang telah dibuat sama sebelumnya, sebab bila telah tergabung dlaam partai, tentunya terjebak dalam ewuh pakewuh, tidak akan independen, hatus sesuai suara partai, harus sejalan.Â
Karena jika tidak, tentu saja akan dipecat dari partai. Apalagi bila partai  dihadapkan pada pilihan menjadi koalisi atau oposisi dari sebuah kekuasaan, maka akan terjebak dalam politik pragmatis, memusnahkan sikap idealis.
Sudah seharusnya perjuangan mahasiswa tidak terhenti di tengah jalan akibat silau harta dan tahta. Dengan tergabung dalam satu gerbong lama yang dipoles baru, yakinkah seluruh aspirasi dan independensi mahasiswa akan terangkut semua? Jangan pernah memberi suara tanpa berpikir mendalam tentang nasib rakyat negeri ini, sebab suaramu tak teenilai dengan materi. Tetap jaga independensimu Mahasiswaku!
Sumber: Kompas.com, Tempo.co, Katadata.co.id, kepustakaan-presiden.perpusnas.go
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H