Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memberikan Pemahaman Pendidikan Seksual pada Anak Tanpa Harus Vulgar

20 Desember 2021   10:46 Diperbarui: 28 Desember 2021   11:25 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan seksual pada anak (Sumber: Miya277 via parapuan.co)

Pendidikan seksual penting diajarkan kepada anak, tapi bukan berarti harus vulgar namun tetap harus sesuai dengan norma-norma dan etika budaya timur.

Pendidikan seksual untuk anak penting, tapi bukan berarti harus vulgar alias blak-blakan, sebab bila cara itu yang ditempuh, maka bukan keberhasilan agar anak terhindar dari pelecehan yang didapatkan, namun malah justru akan membuat anak terjerumus ke hal yang tidak diinginkan.

Bila kita runut ke belakang pada dekade tahun 90-an, saat itu ramai diperbincangkan sebuah buku berjudul "Adik Baru". Buku ini digadang-gadang oleh penulisnya akan mampu memperkenalkan pendidikan seksual pada anak. 

Tetapi apa lacur yang terjadi, justru gambar-gambar dan cerita yang ditampilkan terkesan vulgar dan kurang etis, hingga publik Indonesia menolak mentah-mentah.

Memang pendidikan seksual penting diajarkan kepada anak, namun tetap harus sesuai dengan norma-norma dan etika ketimuran, sebab kita bukan hidup di belahan dunia barat yang budayanya serba boleh dan bebas.

Pandangan berbeda tentang pendidikan seksual

Dalam hal menyikapi pendidikan seksual terhadap anak, terdapat dua pandangan masyarakat yang bertolak belakang.

Pertama, mereka yang tidak setuju pendidikan seksual diajarkan. Alasan yang mendasari ketidaksetujuan mereka adalah berdasar pengamatan selama sekian waktu, bahwa pendidikan seksual sering keluar dari pakemnya. Kekhawatiran bahwa pendidikan seksual pada anak justru menjurus pada pornografi karena terdapat unsur kata seksual. 

Padahal hal itu tak seharusnya dianggap negatif seandainya pihak berkepentingan atau para ahli pendidikan seksual memperkenalkannya dengan santun dan sesuai budaya ketimuran.

Nah, kedua bagi mereka yang setuju adanya pendidikan seksual. Mereka beranggapan pendidikan seksual sebagai upaya pencegahan terhadap adanya pelecehan seksual yang marak terjadi saat ini. 

Anak dibekali pengetahuan yang cukup tentang organ-organ sensitif sehingga orang lain tidak dapat melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Anak paham mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh.

Rambu-rambu pendidikan seksual

Menyikapi perbedaan sikap masyarakat tentang pendidikan seksual, maka sikap yang harus kita ambil adalah lebih bijak. Pendidikan seksual dapat diajarkan, namun:

Awali dengan pemahaman agama

Harus diawali dengan pengetahuan agama terlebih dahulu pada anak, sehingga mereka memahami tentang batas-batas yang boleh dilakukan ataupun tidak. Apalagi di dalam agama jelas mengajarkan pengendalian hawa nafsu, baik dengan cara puasa dan lainnya. 

Dengan mengajarkan anak untuk menahan pandangan mata agar dapat mengendalikan hawa nafsunya saat sudah puber, maka anak dapat terkendali dan tahu mana yang benar dan mana yang tidak.

Tetap dalam batas etika dan budaya ketimuran

Cara mengajarkan pendidikan seksual pada anak di negara kita, tentu akan sangat jauh berbeda dengan cara pengajaran di negara barat yang lebih mengedepankan kebebasan. 

Sementara di Indonesia, lebih tahu malu, pantang melakukan free sex pra nikah. Hal tersebut dijunjung tinggi, sebab bangsa kita agamis dan mempercayai Tuhan, sehingga dianggap melanggar norma-norma dan dinilai tidak etis bila pria dan wanita hidup bersama tanpa ikatan pernikahan.

Inti pengajaran pendidikan seksual

Inti mengajari anak dan remaja tentang pendidikan seksual adalah dengan memberitahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh disentuh dari tubuhnya. 

Dari langkah awal ini mereka akan paham, sehingga dapat menjaga baik-baik tubuh dan organ sensitifnya sebagai lambang kehormatannya. 

Awal mula terjadinya pelecehan seksual adalah dari ketidaktahuan mana yang boleh disentuh dan mana yang tidak. Akibat ketidaktahuan terhadap hal ini, lahir sikap kebebasan memamerkan tubuh dan bagian-bagian lain yang seharusnya ditutupi. 

Terjadinya ajang pamer foto para remaja terutama para gadis dengan menampakkan daerah-daerah sensitifnya, jelas menunjukkan ketidaktahuan mereka tentang hal-hal yang menjurus pada seksual. Bahkan saat ini sepertinya dunia abai dengan hal-hal tersebut, akibatnya lahir anggapan bahwa makin pintar menggoda melalui anggota tubuh, maka makin viral. 

Salah kaprah yang seperti ini akan melahirkan ajang perlombaan pamer tubuh di kehidupan sehari-hari hingga merambah ke media sosial. 

Ujung-ujungnya organ sensitif pun kadang tak malu dipamerkan asal viral, apalagi yang semacam foto dengan gaya sensual.

Hal-hal seperti inilah yang kadang dapat menjerumuskan anak-anak dan remaja ke dalam dunia prostitusi, terutama prostitusi online yang sangat mudah dijangkau sebab mereka generasi digital.

Sudah banyak terjadi saat ini para bocah terjerat prostitusi online, terkadang bukan masalah ekonomi yang mendasarinya, namun pemahaman agama yang kurang disertai gaya hidup hedonisme yang kuat, serta kurangnya pemahaman tentang penyakit menular.

Belum lagi banyaknya berita-berita para pemuka agama dan pendidik yang ikut terlibat juga, hingga para remaja bingung menaggapinya. Padahal salah kaprah yang dilakukan oknum pemuka agama dan pendidik bukanlah mewakili agamanya tapi karena memang kelakuannya yang amoral. Sehingga diperlukan pengetahuan agama yang kuat agar para remaja mampu menerima pendidikan seksual secara etis sekaligus bijak menilai sebuah kasus.

Penguatan iman dan keteguhan mental disertai kecerdasan emosi dari anak, akan mampu menangkal seluruh kejahatan seksual yang saat ini marak terjadi. 

Menceritakan dan mengajak anak berdiskusi tentang berbagai kisah dan kejadian akibat terlalu mengumbar hawa nafsu dengan bahasa anak-anak tanpa harus vulgar, bisa menjadi sebuah masukan berharga bagi anak.

Bagi sebagian orang memang bukan hal yang mudah bila harus memulai tentang pendidikan seksual bagi anak, berbagai rasa risih dan malu, karena sepertinya tidak etis, apalagi di zaman mereka dibesarkan dahulu tanpa mengajarkan pendidikan seksual pada anak, toh anak anak nyapun tetap aman terkendali. 

Namun jangan lupa, di zaman para orangtua dibesarkan dahulu, alat komunikasi tidak seintensif seperti sekarang. Alur informasi saat ini sangat cepat, hingga kadang tanpa batasan norma-norma dan etika.

Oleh karena itu pendidikan seksual penting diajarkan agar anak paham tentang predator seksual, serta risiko jika menjadi pelaku pelecehan seksual. 

Pengajaran penting lainnya adalah agar anak mengerti dan menghormati bukan hanya tubuhnya, tapi juga tubuh orang lain.

Ketika semua anak-anak dan remaja bisa membedakan contoh-contoh sikap pelecehan seksual, sehingga mampu menolak bantuan atau pemberian dari orang lain dengan maksud maksud tertentu, untuk kemudian mampu membela dirinya, baik secara fisik dengan membawa semprotan merica, pentungan listrik dan sejenisnya, ataupun secara verbal dengan keberanian menceritakan pada orang lain jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkannya, maka bukan tidak mungkin para predator seksual akan mati kutu.

Mari bekali generasi muda kita dengan pendidikan seksual yang baik dan benar tanpa harus vulgar, dengan pengetahuan menyeluruh berdasar norma-norma dan etika agar mereka terhindar dari pelecehan dan kejahatan predator seksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun