Beberapa hal dapat membuat anak mengalami stres selama PJJ, diantaranya rasa jenuh, ketidakstabilan keuangan orang tua, ketidakharmonisan hubungan orangtua, dan tekanan mental
Setelah beberapa waktu dunia dihantam pandemi covid-19 hingga memaksa semua orang tetap berada di rumah, mulai work from home (WFH) hingga pembelajaran jarak jauh (PJJ), tampaknya kini virus varian baru bermutasi lagi, bukan hanya Delta, juga Kappa dan yang lainnya.
Keadaan dunia yang sedang sulit dan babak belur dihajar vIrus mutasi baru, padahal  telah ada vaksin penangkalnya, namun belum seluruh populasi dunia memperolehnya, terutama di negara-negara dunia ketiga.
Bahkan Israel yang telah terlebih dahulu melakukan vaksinasi pada seratus persen penduduknya, baru-baru ini menyatakan kekurang efektifan vaksin covid-19 yang telah dipakai karena efikasinya menurun saat menghadapi mutasi virus varian terbaru.
Penyebab anak stres selama PJJ
Ketidak pastian tentang jaminan keamanan dari mutasi baru virus covid-19 melanda seluruh dunia, bahkan juga di Indonesia, sehingga pemerintah menetapkan aturan PPKM darurat hingga 20 Juli mendatang.
Dengan diberlakukannya PPKM darurat , itu berarti semua anak-anak akan kembali belajar di rumah melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Banyak hal yang dapat membuat anak mengalami stress selama PJJ, diantaranya rasa jenuh, ketidakstabilan keuangan orang tua, ketidakharmonisan hubungan orangtua, dan tekanan mental.
Cara mengelola stres anak
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan para orangtua agar anak-anaknya tidak mengalami stres berlebihan selama mengikuti PJJ daring atau online, yaitu:
1. Menghindari KDRT
Orangtua berusaha menghindari pemicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) baik secra fisik maupun mental yang bisa terjadi antar keluarga, berhenti saling menuntut dan menyalahkan, memahami keadaan masing-masing anggota keluarga, sehingga tercipta keharmonisan satu dengan yang lain. Hal ini akan melahirkan suasana tenang, tentram, dan damai dalam rumah.
Apabila ada hal yang dapat memantik emosi, usahakan mendiskusikannya dengan kepala dingin. dengan demikian anak akan merasa nyaman dan betah di rumah.
2. Tidak menghakimiÂ
Saat anak terlihat kurang bersemangat, lesu, ataupun uring-uringan, sebaiknya orangtua tetap bersikap tenang, tidak mencari-cari kesalahan, ataupun memaksanya untuk menceritakan.Â
Memaksa anak untuk menceritakan justru akan membuat anak kian stres, terganggu, dan membenci orangtuanya, akibatnya dia lebih memilih curhat kepada teman-teman sebayanya, yang bisa jadi tidak memberi solusi tapi malah anjuran bunuh diri.
Orangtua sebaiknya tetap bersikap tenang, menanyainya namun secara bijak dan  bersahabat, sebab jika terlalu mengkonfrontir dan menghakimi, akan membuat anak sulit menceritakan semua permasalahannya karena didera ketakutan dan kekhawatiran.Â
Ketika anak telah mempercayai orangtua, disitulah kunci kemudahan untuk mendidik dan mengarahkan anak didapatkan.
3. Sejuk dan menenangkan
Terkadang dalam diamnya, seorang anak memikirkan keadaan yang terjadi di sekitarnya, termasuk tentang pandemi yang terjadi. Masifnya pemberitaan di televisi dan jejaring sosial terkadang menekan mental anak.Â
Ketika anak banyak bertanya tentang pandemi dan banyak jatuhnya korban yang terjadi, cobalah menceritakan dengan emosi terkendali, agar dia merasa lebih tenang dan yakin bahwa kondisi dalam rumah benar-benar aman dan melindunginya dari keadaan yang terjadi.
4. Berlatih kesabaran
Banyaknya tugas-tugas yang diterima saat PJJ kerap membuat anak menjadi stress, kondisi ini dapat membuatnya mengeluh setiap hari, ataupun juga malah diam seribu bahasa,ngambek tidak mempedulikan pekerjaannya.Â
Memang kontradiktif, di satu sisi guru memberinya tugas agar ilmu si anak kian bertambah, namun di sisi lain anak merasa jenuh karena banyaknya tugas.
Hal terbaik yang bisa dilakukan orangtua adalah mengajak anak bicara dari hati ke hati, agar dia tak segan mengeluarkan segala unek-uneknya, untuk kemudian orangtua membimbingnya perlahan-lahan mengerjakan tugas dengan melatih kesabarannya.Â
Memang tidak mudah dan memerlukan kesabaran tingkat tinggi, namun kesabaran orangtua dalam mengarahkan si anak akan menjadi suri tauladan terbaik bagi anak untuk melatih kesabarannya juga dalam menempa ilmu.
Anak sebagai anugerah terbaik dari Tuhan sudah seharusnya disayangi dan disyukuri keberadaannya, sebab mereka adalah aset terbesar masa depan semua orangtua.Â
Apa yang diajarkan dan dilakukan orangtua saat ini akan menjadi gambaran seperti apa jadinya anak bersikap di masa depan. Karena itu jangan pernah salah langkah dalam mendidik dan membesarkan mereka, sebab sedikit kecorobohan akan menghancurkan semua cita-cita mulia yang ditanamkan pada jiwa mereka.
Mari bersama-sama mencetak generasi luar biasa penerus negeri ini agar berkarakter luhur dan bermental baja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H