"Sayang kakak Itha Abimanyu tadi tidak hadir ya. Dia tuh dapat penghargaan Best In Fiction, keren banget. Ya. Puisi-puisinya dengan diksi yang penuh makna" Kata Rani.
"Dan Tutut Setyorinie, si Game Changer! Dia itu bener-bener mengubah cara pandang kita tentang banyak hal. Mungkin dia bisa jadi motivator kita!" Tia berkata sambil mengangkat gelasnya, "Cheers untuk semua pemenang!"
"Ada yang ketinggalan, Best Community itu Komunitas Traveler Kompasiana (KOTEKA)!" Feni menambahi.
Setelah semua memesan jenis kopi dan makanan ringan yang berbeda Tia cappuccino, Feni latte, Rani espresso, Velen mocha, dan Sisca ice blended mereka mulai membahas filosofi kopi dalam hidup. Mereka memilih pojok belakang, duduk di meja yang nyaman.
"Jadi, menurut kalian, apa filosofi kopi dalam kehidupan?" tanya Tia dengan serius, meski senyum masih menghiasi wajahnya.
"Menurutku, kopi itu seperti hidup. Kadang pahit, kadang manis. Tapi, kita harus menikmati setiap tegukan," Jawab Rani dengan serius, meski senyum tak pernah hilang dari wajahnya.
Sisca menambahkan, merasa filosofis. "Bener! Dan seperti kopi, kita juga butuh proses. Kadang kita harus melalui proses penggilingan, penyeduhan, dan penyerapan sebelum bisa menikmati rasa yang sempurna"
"Jadi, kita ini biji kopi yang sedang diseduh?" Feni bertanya sambil tertawa.
"Tentu saja, tapi kita mencoba menjadi kopi jangan terlalu pahit!" Jawab Tia serius, membuat semua tertawa terbahak-bahak.
"Kalau aku sih, kopi itu seperti teman. Semakin lama diseduh, semakin nikmat rasanya. Jadi, kita harus sabar dalam menjalin persahabatan," Velen ikut berkomentar.
"Eh, tapi jangan terlalu lama diseduh, nanti jadi pahit!" Tia menimpali, membuat semua orang tertawa kembali.