Ujian Nasional (UN) terus menjadi perdebatan yang berlarut dalam dunia pendidikan Indonesia. Kebijakan penghapusan dan potensi pemulihannya masih menjadi sorotan karena banyak yang mempertanyakan efektivitas, dampak, dan relevansinya dalam pendidikan modern. Dengan mempertimbangkan dampak positif dan negatif UN, serta menengok praktik pendidikan di negara maju, kita bisa lebih bijak dalam menilai apakah UN masih layak menjadi tolok ukur pencapaian peserta didik, atau apakah sistem yang lebih fleksibel seperti Kurikulum Merdeka dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi pendidikan nasional.
Dampak Positif Ujian Nasional
1. Standarisasi Nasional. Ujian Nasional (UN) telah menjadi bagian integral dari sistem pendidikan di Indonesia sejak diperkenalkan pada tahun 2003. UN berfungsi sebagai alat ukur yang objektif untuk menilai kemampuan akademik peserta didik di seluruh Indonesia. Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), terdapat peningkatan signifikan dalam rata-rata nilai UN di beberapa provinsi, terutama di daerah yang sebelumnya memiliki akses pendidikan yang terbatas (Kemendikbud, 2020).
2. Motivasi Belajar. UN memberikan motivasi tambahan bagi peserta didik untuk belajar lebih giat. Dengan adanya ujian yang diakui secara nasional, peserta didik merasa terdorong untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik. Hal ini terlihat dari peningkatan partisipasi peserta didik dalam kegiatan belajar di luar jam sekolah, seperti bimbingan belajar dan kelompok studi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan bahwa 75% peserta didik merasa lebih termotivasi untuk belajar karena adanya UN (Universitas Pendidikan Indonesia, 2019).
3. Transparansi dan Akuntabilitas. UN memberikan data yang dapat digunakan oleh pemerintah dan pihak sekolah untuk mengevaluasi mutu pendidikan. Dengan adanya data ini, pemerintah dapat mengidentifikasi daerah-daerah yang memerlukan perhatian lebih dalam hal pendidikan dan mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif. Misalnya, di daerah dengan nilai UN yang rendah, program peningkatan kapasitas guru dan penyediaan fasilitas pendidikan yang lebih baik dapat diimplementasikan (Bappenas, 2021).
4. Jembatan Masuk  Pendidikan Tinggi. Banyak perguruan tinggi di Indonesia menggunakan hasil UN sebagai salah satu syarat penerimaan mahasiswa baru. Hal ini memberikan insentif bagi peserta didik untuk berusaha lebih keras dalam belajar, terutama di tahun terakhir mereka. Menurut data dari Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), sekitar 60% mahasiswa baru pada tahun 2021 mengaku bahwa hasil UN mempengaruhi keputusan mereka dalam memilih jurusan (LTMPT, 2021).
Dampak Negatif Ujian Nasional
1. Tekanan Psikologis. Banyak peserta didik yang merasa tertekan untuk mencapai hasil yang baik, yang sering kali menyebabkan stres dan kecemasan. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Psikologi Indonesia pada tahun 2020, sekitar 40% peserta didik mengaku mengalami stres berat menjelang ujian, yang berdampak pada kesehatan mental mereka (Asosiasi Psikologi Indonesia,di ùt002020).
2. Fenomena "teaching to the test". Guru lebih fokus pada materi yang akan diujikan daripada pengembangan kompetensi peserta didik secara keseluruhan. Hal ini dapat mengakibatkan peserta didik hanya belajar untuk lulus ujian, bukan untuk memahami konsep yang lebih dalam. Sebuah penelitian oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan menunjukkan bahwa 65% guru mengakui bahwa mereka mengubah metode pengajaran mereka untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi UN (Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan, 2021).
3. Memperlebar Kesenjangan Pendidikan Antar Daerah. Sekolah-sekolah di daerah perkotaan sering kali memiliki lebih banyak sumber daya dan fasilitas dibandingkan dengan sekolah-sekolah di daerah pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa rata-rata nilai UN peserta didik di Jakarta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik di Papua, dengan selisih mencapai 20 poin (Kemendikbud, 2020). Kesenjangan ini tidak hanya berdampak pada hasil ujian, tetapi juga pada kesempatan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
4. Praktik Curang. Meskipun pemerintah telah berusaha untuk meminimalisir kecurangan dengan menerapkan sistem pengawasan yang ketat, masih banyak kasus kecurangan yang terdeteksi. Menurut laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekitar 15% sekolah di Indonesia terlibat dalam praktik kecurangan selama pelaksanaan UN pada tahun 2019 (KPK, 2019). Hal ini dapat merusak integritas ujian dan menciptakan ketidakadilan bagi peserta didik yang benar-benar berusaha untuk belajar.
5. UN Dianggap Sebagai Ukuran Keberhasilan Pendidikan. Hal ini dapat mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan yang sama pentingnya, seperti pengembangan karakter, keterampilan sosial, dan kreativitas. Pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada hasil ujian, tetapi juga pada pembentukan individu yang utuh dan siap menghadapi tantangan di masa depan.
Penerapan Ujian Nasional di Negara Lain
Penerapan Ujian Nasional di negara lain menunjukkan beragam pendekatan dan strategi dalam menilai kemampuan peserta didik
1. Di Finlandia, ujian akhir sekolah tidak lagi menjadi fokus utama dalam sistem pendidikan. Finlandia dikenal dengan pendekatan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kompetensi peserta didik secara menyeluruh, dimana penilaian dilakukan secara berkelanjutan dan tidak terpusat pada satu ujian akhir. Sebuah studi oleh OECD menunjukkan bahwa sistem pendidikan Finlandia memiliki peringkat yang sangat tinggi dalam hal kualitas pendidikan global, tanpa bergantung pada ujian nasional (OECD, 2019).
2. Di Jepang, ujian nasional di Jepang lebih berfokus pada penilaian kompetensi dan pemahaman peserta didik, bukan hanya pada hafalan. Hal ini terlihat dari kurikulum yang menekankan pada pembelajaran berbasis proyek dan kolaborasi. Menurut data dari Kementerian Pendidikan Jepang, peserta didik yang menjalani pendidikan dengan pendekatan ini menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal kreativitas dan pemecahan masalah (Kementerian Pendidikan Jepang, 2020).
3. Di India, ujian akhir sekolah menjadi penentu utama untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, hal ini juga menimbulkan masalah, seperti tingginya tingkat stres di kalangan peserta didik dan praktik kecurangan yang meluas. Menurut laporan dari Badan Pendidikan India, sekitar 30% peserta didik mengaku terlibat dalam praktik kecurangan selama ujian nasional (Badan Pendidikan India, 2020).
4. Di Amerika Serikat, terdapat sistem ujian standar yang dikenal sebagai SAT dan ACT, yang digunakan untuk menilai kemampuan akademik peserta didik yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ujian ini tidak bersifat nasional, tetapi menjadi salah satu syarat penting dalam proses penerimaan mahasiswa baru. Menurut College Board, sekitar 2,2 juta peserta didik mengikuti ujian SAT setiap tahunnya (College Board, 2021).
5. Di Inggris, ujian nasional dikenal dengan nama GCSE (General Certificate of Secondary Education)Â yang diambil oleh peserta didik pada usia 16 tahun. Ujian ini mencakup berbagai mata pelajaran dan menjadi penentu utama bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Data dari Ofqual menunjukkan bahwa sekitar 90% peserta didik di Inggris mengikuti ujian GCSE setiap tahun (Ofqual, 2021). Namun, sistem ini juga menghadapi kritik karena tekanan yang ditimbulkan pada peserta didik dan fokus yang berlebihan pada hasil ujian.
Dengan mengamati berbagai pendekatan yang diterapkan di negara lain, Indonesia dapat belajar dari pengalaman tersebut untuk mengembangkan sistem pendidikan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Kembali ke Ujian Nasional atau Kurikulum Merdeka?
Jika pilihan untuk kembali ke UN dipertimbangkan, maka perbaikan harus dilakukan dimana pemerintah harus menyusun soal yang holistik dan mencakup keterampilan berpikir kritis. Selanjutnya menyusun langkah-langkah yang perlu diterapkan untuk mengurangi tekanan psikologis pada peserta didik, misalnya dengan memberikan pemahaman bahwa nilai UN bukanlah penentu akhir masa depan mereka. Selain itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat untuk menghindari kecurangan yang bisa menodai hasil ujian.
Sementara itu, Kurikulum Merdeka membawa potensi besar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara menyeluruh. Implementasinya perlu direvisi untuk memastikan setiap peserta didik memiliki tolok ukur pencapaian yang jelas dan terstruktur, sehingga mereka tetap bisa mengevaluasi kemampuan diri secara terukur.
Usulan solusi berupa penggabungan elemen positif dari kedua pendekatan ini. Indonesia bisa tetap menggunakan Kurikulum Merdeka sebagai dasar pengajaran, dengan tetap mengadakan penilaian nasional yang lebih komprehensif dan tidak hanya berbentuk ujian tulis. Penilaian ini bisa berupa portofolio, proyek, presentasi, atau tes-tes yang lebih menekankan pada pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis. Sistem penilaian yang beragam ini tidak hanya akan membantu peserta didik belajar lebih baik, tetapi juga mengurangi tekanan yang selama ini ditimbulkan oleh UN.
Kesimpulan
Saat ini menjadi polemik di masyarakat salah satunya soal UN dan Kurikulum Merdeka. Namun perlu dipertimbangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Menengah bahwa menyusun sistem pendidikan tidak hanya berfokus pada nilai, tetapi juga pada pengembangan karakter, kemampuan kritis, dan keterampilan praktis yang bermanfaat bagi masa depan peserta didik. Dengan menggabungkan Kurikulum Merdeka dan penilaian komprehensif, Indonesia dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, bermakna, dan mampu menghasilkan generasi yang siap menghadapi tantangan dunia nyata.
Sumber Pustaka Â
Kemendikbud. (2020). Laporan Hasil Ujian Nasional 2020. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2019). Survei Motivasi Belajar Peserta didik Menjelang Ujian Nasional. Bandung: UPI.
Bappenas. (2021). Evaluasi Kualitas Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
LTMPT. (2021). Statistik Penerimaan Mahapeserta didik Baru 2021. Jakarta: Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi.
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan. (2021). Dampak Ujian Nasional Terhadap Metode Pengajaran. Jakarta: PPKP.
KPK. (2019). Laporan Kinerja Ujian Nasional 2019. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
OECD. (2019). Education at a Glance 2019. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development.
Kementerian Pendidikan Jepang. (2020). Laporan Sistem Pendidikan Jepang. Tokyo: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi.
Badan Pendidikan India. (2020). Laporan Pendidikan dan Ujian Nasional. New Delhi: Badan Pendidikan India.
College Board. (2021). SAT Suite of Assessments Annual Report. New York: College Board.
Ofqual. (2021). GCSE Results 2021. London: Office of Qualifications and Examinations Regulation.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H