Esok jam 13.13 polisi datang ke rumah pak Haris dan menangkapnya. Kasus penamparan itu dilaporkan ke Polsek Bulukerto, dan pak Haris harus menjalani proses hukum.Â
Dalam penahanannya, pak Haris merasa terpuruk. Ia tak pernah menyangka tamparan yang dilakukan dalam emosi akan berujung pada jeruji besi.
"Saya hanya ingin mendidik mereka. Saya tidak pernah bermaksud menyakiti Gilang. Ini semua terjadi begitu cepat," ucap pak Haris saat diinterogasi oleh seorang penyidik.
Di sisi lain, pak Dedi berusaha menguatkan tuntutannya di hadapan penyidik, sambil membawa visum dari rumah sakit yang menunjukkan adanya luka pada telinga Gilang. Namun, di belakang layar, pak Dedi juga menutupi permintaan uang damai yang diajukannya. "Kami tidak meminta uang apa pun. Pak Haris yang datang ke rumah membawa amplop, tapi kami menolaknya," kata pak Dedi, berbohong demi memperkuat posisinya.
Istri pak Haris hanya bisa menangis dalam diam, tak sanggup membayangkan bagaimana nasib suaminya. Guru-guru lain yang selama ini bekerja bersama pak Haris merasa iba, namun tak mampu berbuat banyak. Mereka tahu, hukum di Indonesia kadang sulit diduga arahnya.Â
Dengan segala upaya yang dilakukan, pak Haris tetap terjebak dalam proses hukum. Ia hanya bisa berharap, keadilan akan berpihak padanya, meskipun di dalam hatinya.
             ***
Saat sidang akhirnya mencapai puncak, suasana di ruang pengadilan penuh ketegangan. Semua mata tertuju pada hakim yang bersiap-siap membacakan putusannya. Di depan, pak Haris duduk dengan penuh kecemasan, sementara istrinya, guru-guru, serta para hadirin yang mendukungnya berdoa dalam hati. Disisi lain, pak Dedi dan keluarganya menunggu dengan wajah tegang.
Hakim memulai dengan suara tegas, tapi tenang. "Setelah menimbang seluruh bukti yang diajukan ke persidangan, baik dari pihak pelapor maupun terdakwa, serta mendengar keterangan saksi-saksi yang relevan, pengadilan ini telah sampai pada kesimpulan yang jelas dan objektif."
Seluruh ruangan hening, menunggu kata-kata berikutnya dari hakim.
"Pertama, terkait dengan klaim bahwa anak pelapor, Gilang, mengalami luka serius di telinganya sehingga menyebabkan gangguan pendengaran, berdasarkan hasil visum terbaru yang sah, pengadilan menemukan bahwa laporan awal yang menyebutkan adanya kerusakan permanen atau gangguan pendengaran berat adalah tidak benar. Dokumen visum awal tersebut telah dipalsukan, dan ternyata yang dialami Gilang hanyalah memar biasa yang tidak menyebabkan kerusakan permanen pada telinga atau tuli."