Mohon tunggu...
Falah Yu
Falah Yu Mohon Tunggu... Guru - ngajar

juga suka dagang sambil nunggu warung diisi catat mencatat tulis menulis ketik mengetik kata mengata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Vonis Bebas untuk Pak Guru

24 Oktober 2024   15:46 Diperbarui: 27 Oktober 2024   10:15 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Guru ditahan di Kejari sumber kaskus.co.id

Suasana di ruang rapat desa begitu tegang. Malam sebelumnya, pak Haris dan istrinya mendatangi rumah Kepala Desa, berharap ada jalan damai sebelum masalah ini makin besar. Namun, suasana pada pertemuan pagi itu tak berjalan mulus seperti yang diharapkan. 

Semua orang duduk berhadapan, dengan raut muka tegang. Pak Haris menunduk, sementara istrinya menggenggam tangan suaminya erat-erat, berharap ada keajaiban.

Pak Dedi, ayah Gilang, membuka pembicaraan dengan suara penuh amarah. "Saya nggak terima anak saya ditampar, apalagi sampai terluka. Pelipisnya memar, dan sekarang telinganya sebelah kanan nggak bisa dengar, berdengung! Apa ini cara mendidik murid?"

Kepala sekolah, yang duduk disamping pak Haris, berusaha menenangkan suasana. "Pak Dedi, mari kita bicarakan ini dengan kepala dingin. Kami memahami situasi yang bapak hadapi, dan kami semua di sini ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik."

Namun, pak Dedi memotongnya dengan cepat. "Bicara apa lagi, pak Kepala? Saya tadi malam sudah lapor ke Polsek. Saya cuma datang ke sini karena Kepala Desa yang minta, tapi saya sudah nggak mau berkompromi!"

Pak Haris, dengan suara bergetar, mencoba berbicara. "Pak Dedi, saya minta maaf atas kejadian ini. Saya tidak pernah bermaksud menyakiti Gilang. Saya hilang kontrol, tapi saya sungguh menyesal. Saya ingin masalah ini bisa kita selesaikan secara kekeluargaan, tanpa harus ke ranah hukum."

Pak Dedi menatap pak Haris dengan tajam. "Secara kekeluargaan? Setelah anak saya terluka, dan kalian baru bicara soal damai? Kalau mau damai, ada kompensasi yang harus dibayar. Anak saya terluka, mentalnya terganggu. Saya minta ganti rugi 50 juta, baru saya tarik laporan saya dari polisi!"

Semua terkejut. Istri pak Haris, yang tidak kalah terkejutnya, akhirnya angkat bicara dengan suara lirih. "Pak Dedi, mohon pengertiannya. Kami bukan keluarga yang punya banyak uang. Suami saya ini cuma guru honorer. Dari mana kami bisa mendapatkan uang sebesar itu?"

Pak Haris mengangguk pelan, suaranya serak menahan emosi. "Betul, Pak. Saya hanya guru honorer dengan gaji kecil. Saya tidak punya uang sebanyak itu. Saya bisa memberikan kompensasi, tapi jumlahnya jauh di bawah yang bapak minta. Saya hanya bisa menawarkan Rp 5 juta, itu semua yang saya punya."

Pak Dedi tertawa sinis. "Lima juta? Itu nggak sebanding dengan biaya rumah sakit, apalagi trauma anak saya!. Saya sudah bilang, kalau mau masalah ini selesai secara kekeluargaan, bayar 50 juta. Kalau nggak, biar hukum yang bicara."

Kepala Desa, yang sejak tadi mendengarkan dengan serius, mencoba menengahi. "Pak Dedi, tolong tenangkan diri sebentar. Kita semua di sini ingin mencari solusi terbaik. Kami bisa memahami perasaan bapak sebagai orang tua, tapi mari kita lihat lagi masalah ini secara proporsional. Pak Haris sudah meminta maaf dan menawarkan kompensasi. Mungkin kita bisa mencari jalan tengah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun