Mohon tunggu...
Falah Yu
Falah Yu Mohon Tunggu... Guru - ngajar

juga suka dagang sambil nunggu warung diisi catat mencatat tulis menulis ketik mengetik kata mengata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Janji Bombastis Membuat Terpilih Menjadi Kepala Negara, Gubernur, Bupati/Walikota?

20 Oktober 2024   10:05 Diperbarui: 20 Oktober 2024   19:55 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia politik, janji-janji sering kali menjadi senjata ampuh untuk memenangkan hati rakyat. Janji-janji tersebut, terutama janji manis yang bersifat bombastis, memiliki daya tarik tersendiri yang dapat memengaruhi keputusan pemilih. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pemilihan umum di Indonesia, di mana para calon kepala negara, gubernur, dan bupati/walikota  sering kali mengeluarkan janji-janji yang menjanjikan perubahan signifikan, perbaikan kesejahteraan, dan penyelesaian masalah-masalah sosial yang kompleks. Janji manis tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga menjadi fenomena global dalam dunia politik. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keefektifan dan keberlanjutan dari janji-janji tersebut setelah pemilihan selesai. Janji yang terdengar ambisius, meskipun terkadang sulit direalisasikan, mampu mempengaruhi pilihan masyarakat.

Menurut Benoit (2007), komunikasi yang efektif dalam kampanye politik sangat penting untuk menarik perhatian pemilih dan membangun citra positif calon. Kita perlu memahami tentang bagaimana janji-janji tersebut dibentuk dan diterima oleh masyarakat.

Apa Saja Contoh-Contoh Janji Manis Dalam Kampanye?

Janji-janji manis yang diusung oleh calon presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, menjadi contoh nyata bagaimana retorika politik dapat memengaruhi hasil pemilu. Joko Widodo, presiden Indonesia dua periode, terkenal dengan beberapa janji selama kampanyenya. Beberapa di antaranya adalah:

1. Jokowi, dalam kampanyenya pada tahun 2014, menjanjikan program "Nawa Cita," yang mencakup sembilan agenda utama, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan penegakan hukum yang adil.
2. Jokowi menjanjikan mobil nasional SMK sebagai kebanggaan Indonesia yang diproduksi oleh siswa-siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun, realisasi janji ini masih sangat terbatas, dan proyek tersebut tidak sepenuhnya sukses di pasaran.
3. Jokowi berjanji akan membeli kembali Indosat, perusahaan telekomunikasi yang pernah dimiliki oleh negara tetapi dijual kepada investor asing. Hingga kini, janji ini belum terealisasi, dan pemerintah tampak menghadapi tantangan besar untuk menjalankan janji ini mengingat biaya dan kendala legal yang sangat besar.
4. Jokowi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan meningkatkan infrastruktur laut dan pelabuhan. Meski beberapa proyek infrastruktur berhasil, cita-cita besar ini belum sepenuhnya tercapai.
5. Jokowi menjanjikan membangun 35.000 MW pembangkit listrik untuk mengatasi masalah kelistrikan di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi proyek ini menunjukkan kemajuan yang signifikan, meskipun masih ada tantangan dalam pelaksanaannya (ESDM, 2020).

Prabowo Subianto, sebagai pesaing kuat dalam beberapa pemilihan presiden, juga sering membuat janji besar:

1. Prabowo sering kali berjanji untuk memperjuangkan kesejahteraan petani, termasuk dalam kampanye Pilpres 2019. Salah satu fokus utamanya adalah meningkatkan harga komoditas pertanian agar lebih adil bagi petani dan memastikan Indonesia memiliki ketahanan pangan yang lebih kuat. Dia juga menyoroti pentingnya swasembada pangan dan kemandirian pertanian, termasuk melalui peningkatan infrastruktur pertanian dan akses ke pupuk serta teknologi bagi petani, sebagai bagian dari program ekonomi berbasis kerakyatan yang ia tawarkan.
2. Prabowo menjanjikan kedaulatan energi dengan mengurangi ketergantungan pada impor energi dan mengembangkan sumber daya energi dalam negeri.
3. Prabowo menjanjikan program "Pangan untuk Rakyat" yang bertujuan untuk mencapai swasembada pangan. Prabowo berjanji akan memperbaiki sistem pertanian dan meningkatkan produksi pangan nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun ada peningkatan dalam produksi pangan, tantangan seperti perubahan iklim dan masalah distribusi masih menjadi kendala yang harus dihadapi (BPS, 2021). Janji-janji manis ini, meskipun tidak sepenuhnya terealisasi, berhasil menarik perhatian pemilih dan memberikan harapan akan perubahan.

Prabowo berjanji mengenai "Makan Siang Bergizi Gratis" bagi anak-anak sekolah pada masa kampanye Pilpres 2019. Janji ini merupakan bagian dari program untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan generasi muda. Prabowo menekankan pentingnya memastikan setiap anak mendapatkan asupan gizi yang baik agar bisa belajar dengan optimal. Program ini juga diharapkan membantu mengurangi angka malnutrisi dan meningkatkan kesejahteraan sosial di kalangan anak-anak sekolah di seluruh Indonesia.

Di tingkat daerah, janji manis juga sering kali menjadi bagian dari strategi kampanye calon gubernur, bupati, dan walikota.

1. Dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengusung janji untuk menghapuskan program reklamasi yang dianggap merugikan lingkungan dan masyarakat. Ia berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup warga Jakarta dengan program-program sosial yang lebih inklusif. Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga survei independen, janji-janji tersebut berkontribusi pada kenaikan popularitas Anies di kalangan pemilih muda dan masyarakat yang peduli lingkungan (Lembaga Survei Indonesia, 2018).
2. Di Kabupaten Sleman, di mana calon bupati menjanjikan program peningkatan infrastruktur desa dan akses pendidikan yang lebih baik. Dalam kampanyenya, ia menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat. Data dari Dinas Pendidikan setempat menunjukkan bahwa akses pendidikan di daerah tersebut meningkat setelah implementasi program-program yang dijanjikan, meskipun masih terdapat tantangan dalam hal kualitas pendidikan (Dinas Pendidikan Sleman, 2022).
3. Di Samarinda, Andi Harun saat mencalonkan diri menjadi Wali Kota Samarinda, pada tahun 2020, dengan salah satu janji yang cukup menonjol adalah pemberian honorarium sebesar 1 juta rupiah kepada setiap ketua RT serta peningkatan anggaran bagi setiap RT. Janji ini menarik perhatian karena langsung menyasar pada struktur pemerintahan di tingkat paling dasar, yakni RT, yang memiliki peran penting dalam pelayanan publik di tingkat masyarakat. Sampai saat ini janji tersebut masih terealisasi.

Janji-janji manis ini, meskipun sering kali dianggap sebagai strategi populis, menunjukkan bagaimana komunikasi politik dapat digunakan untuk membangun harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin mereka. Tetapi perlu diingat bahwa realisasi dari janji-janji tersebut sering kali terhambat oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah yang kompleks dan keterbatasan anggaran.

Di luar negeri, contoh janji politik manis yang berhasil menarik perhatian pemilih :

1. Kampanye Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Trump mengusung slogan "Make America Great Again" dan menjanjikan untuk membangun tembok di perbatasan Meksiko untuk menghentikan imigrasi ilegal. Janji ini, meskipun menuai banyak kritik, berhasil menarik dukungan dari segmen pemilih yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan imigrasi sebelumnya (Mounk, 2018).
2. Kampanye Boris Johnson (Inggris), dalam kampanye Brexit, Boris Johnson berjanji bahwa keluar dari Uni Eropa akan memungkinkan Inggris untuk mendapatkan kembali 350 juta per minggu yang kemudian bisa diinvestasikan pada sistem kesehatan nasional (NHS). Janji ini kemudian terbukti tidak sepenuhnya akurat dan menjadi kontroversi, tetapi berhasil mendorong suara Brexit.
3. Dalam pemilihan umum di Prancis, Marine Le Pen dari partai National Rally menjanjikan pengurangan pajak dan perlindungan terhadap industri lokal. Janji-janji ini seide dengan pemilih yang merasa terancam oleh globalisasi dan perubahan ekonomi. Menurut Mudde (2004), penggunaan retorika populis ini sering kali menciptakan perpecahan dalam masyarakat, tetapi juga berhasil menggerakkan suara pemilih yang sebelumnya apatis.

Apa Penyebab Janji Politik Dapat Menarik Pemilih?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan janji manis politik, terutama yang bersifat bombastis, dapat menarik perhatian pemilih.

1. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang ada sering kali menciptakan ruang bagi janji-janji ambisius. Ketika masyarakat merasa bahwa masalah-masalah yang mereka hadapi tidak ditangani dengan baik oleh pemerintah yang ada, mereka cenderung mencari alternatif yang menawarkan solusi cepat dan jelas (Mounk, 2018).
2. Penggunaan media sosial dan teknologi informasi juga berperan penting dalam penyebaran janji-janji politik. Calon pemimpin dapat dengan mudah menjangkau pemilih melalui platform-platform, sehingga pesan-pesan mereka lebih mudah diakses dan diterima oleh masyarakat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Benoit (2007), komunikasi yang efektif dalam kampanye politik sangat dipengaruhi oleh cara pesan disampaikan dan diterima oleh audiens.
3. Harapan akan perubahan juga menjadi pendorong kuat bagi pemilih untuk mendukung calon yang menawarkan janji-janji bombastis. Dalam banyak kasus, pemilih lebih memilih untuk percaya pada janji-janji yang menjanjikan perubahan besar, meskipun ada risiko bahwa janji tersebut mungkin tidak dapat terpenuhi. Hal ini menciptakan fenomena di mana pemilih cenderung optimis dan berharap akan adanya perbaikan yang signifikan setelah pemilu.
4.Teori komunikasi politik dan teori perilaku pemilih. Dalam komunikasi politik, janji-janji yang disampaikan oleh calon pemimpin berfungsi sebagai alat untuk membangun citra dan kredibilitas. Menurut Benoit (2007), efektivitas komunikasi politik sangat bergantung pada bagaimana pesan disampaikan dan diterima oleh masyarakat. Janji-janji yang manis sering kali dirancang untuk menciptakan dampak emosional yang kuat, sehingga dapat memengaruhi sikap dan perilaku pemilih.
5. Faktor-faktor psikologis dan emosional. Janji-janji manis yang menawarkan harapan akan perubahan dapat memicu respons emosional yang kuat dari pemilih, sehingga mereka lebih cenderung untuk memberikan suara kepada calon yang mengusung janji tersebut.

Penelitian menunjukkan bahwa pemilih yang merasa terhubung secara emosional dengan calon pemimpin lebih mungkin untuk mendukung mereka dalam pemilu (Mounk, 2018).

Janji-janji manis tidak hanya sekadar retorika, tetapi juga merupakan bagian integral dari strategi kampanye yang dirancang untuk menarik perhatian dan dukungan masyarakat.

Apa Kesimpulan dan Saran untuk Calon Pemilih?

Jadi kesimpulannya, janji-janji manis yang diusung oleh calon kepala negara, gubernur, dan bupati/walikota memiliki daya tarik yang kuat bagi pemilih. Meskipun banyak dari janji tersebut mungkin tidak sepenuhnya terealisasi, mereka dapat menciptakan harapan dan meningkatkan partisipasi pemilih dalam proses demokrasi.

Calon pemilih disarankan untuk tetap kritis dan cermat dalam menilai janji-janji tersebut, dengan mempertimbangkan realisme dan keberlanjutan dari setiap komitmen yang diusulkan.
Calon pemilih sebaiknya melakukan pengamatan terhadap rekam jejak calon serta kebijakan yang diusulkan. Memahami konteks sosial, ekonomi, dan politik yang ada dapat membantu pemilih membuat keputusan yang lebih jelas dan tidak terjebak dalam janji-janji yang mungkin hanya bersifat populis.

Sumber Bacaan

Benoit, William L. (2007). Communication in Political Campaigns. New York: Peter Lang Publishing.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2021). Statistik Pertanian Indonesia. Jakarta: BPS.

Dinas Pendidikan Sleman. (2022). Laporan Peningkatan Akses Pendidikan di Kabupaten Sleman. Sleman: Dinas Pendidikan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (2020). Laporan Kinerja Energi Nasional. Jakarta: ESDM.

Lembaga Survei Indonesia. (2018). Survei Pemilih Pemilu DKI Jakarta. Jakarta: LSI.

Mudde, Cas. (2004). Populist Radical Right Parties in Europe. Cambridge: Cambridge University Press.

Mounk, Yascha. (2018). The People vs. Democracy: Why Our Freedom is in Danger and How to Save It. Harvard University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun