Doom spending adalah fenomena di mana seseorang, khususnya ibu rumah tangga, mengeluarkan uang secara berlebihan pada barang-barang yang tidak diperlukan sebagai respons terhadap situasi ketidakpastian ekonomi atau tekanan psikologis. Media sosial berperan penting dalam mempengaruhi perilaku belanja tersebut.
Perilaku doom spending ini tidak hanya berdampak pada pengeluaran seseorang, tetapi juga dapat mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Ketika banyak ibu rumah tangga melakukan belanja impulsif, hal ini dapat menciptakan gelembung konsumsi yang berpotensi berbahaya dalam jangka panjang. Sebuah studi oleh Bank Indonesia (2022) menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi yang tidak terencana dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, terutama jika diikuti oleh penurunan daya beli masyarakat.
Ibu rumah tangga sering kali membagikan pengalaman mereka berbelanja sebagai cara untuk mengatasi stres atau kecemasan. Hal ini dapat menciptakan efek berantai, di mana satu pengalaman positif dapat mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (2023), 45% ibu rumah tangga mengaku berbelanja lebih banyak setelah melihat postingan teman atau influencer di media sosial.
Bagaimana Media Sosial Mendorong Doom Spending?
Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pengambilan keputusan belanja. Platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok menawarkan berbagai konten yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, terutama di kalangan ibu rumah tangga. Survei yang dilakukan pada bulan April 2021 oleh We Are Social memperlihatkan ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap aktivitas belanja online yang terbukti dengan jumlah cukup besar yaitu 88,1% pengguna internet di Indonesia menggunakan e-commerce untuk membeli barang secara online (Lidwina, 2021). Hal ini menunjukkan bahwa media sosial berfungsi sebagai sumber informasi yang kuat yang dapat mendorong perilaku doom spending. Cara- cara media sosial mendorong doom spending adalah :
1. Iklan yang ditargetkan. Sebuah studi oleh Statista (2023) menunjukkan bahwa 70% pengguna media sosial di Indonesia merasa terpengaruh oleh iklan yang mereka lihat di platform tersebut. Ini menunjukkan bahwa pemasaran yang efektif di media sosial dapat mendorong ibu rumah tangga untuk membeli produk yang mungkin tidak mereka butuhkan.
2. Gaya Hidup influencer. Banyak ibu rumah tangga mengikuti influencer yang membagikan gaya hidup mereka, termasuk produk yang mereka gunakan. Sebuah survei oleh Influencer Marketing Hub (2022) menemukan bahwa 65% konsumen lebih cenderung membeli produk setelah melihatnya dipromosikan oleh influencer. Hal ini menunjukkan bahwa rekomendasi dari influencer dapat menciptakan rasa urgensi untuk membeli, yang sering kali berujung pada doom spending.
3. Group Komunitas Ibu-Ibu. Ibu rumah tangga sering kali berbagi pengalaman dan rekomendasi produk di grup atau forum online. Menurut penelitian oleh Pew Research Center (2021), 50% ibu rumah tangga yang aktif di media sosial merasa lebih terhubung dengan orang lain, dan ini dapat mempengaruhi keputusan belanja mereka. Ketika melihat teman atau anggota komunitas mereka membeli barang-barang tertentu, mereka mungkin merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama, meskipun barang tersebut tidak diperlukan.
Apa Dampak Doom Spending Terhadap Keuangan Keluarga ?
Doom spending dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap keuangan keluarga, terutama bagi ibu rumah tangga yang menjadi pengelola utama anggaran rumah tangga. Pengeluaran yang tidak terencana dapat mengganggu keseimbangan keuangan dan menyebabkan masalah keuangan jangka panjang. Menurut laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (2022), sekitar 30% keluarga di Indonesia mengalami masalah keuangan akibat pengeluaran yang tidak terencana, yang sering kali dipicu oleh perilaku doom spending. Dampak-dampak dari doom spending adalah :
1. Menambah utang. Ibu rumah tangga yang tergoda untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan sering kali menggunakan kartu kredit atau pinjaman online untuk memenuhi keinginan tersebut. Data dari Bank Indonesia (2023) menunjukkan bahwa penggunaan kartu kredit di kalangan ibu rumah tangga meningkat sebesar 25% selama pandemi, yang menunjukkan bahwa banyak dari mereka beralih ke utang untuk mendukung perilaku belanja impulsif.
2. Stres dan Cemas. Ketika pengeluaran melebihi pendapatan, keluarga dapat terjebak dalam siklus utang yang sulit untuk diatasi. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Psikologi Indonesia (2022), 40% ibu rumah tangga melaporkan mengalami stres akibat masalah keuangan, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan keluarga.
3. Mengganggu keuangan keluarga. Banyak ibu rumah tangga yang memiliki rencana untuk menabung untuk pendidikan anak, dana darurat, atau investasi masa depan. Namun, dengan pengeluaran yang tidak terencana, rencana tersebut sering kali terabaikan. Sebuah studi oleh Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (2023) menemukan bahwa 60% ibu rumah tangga tidak dapat mencapai tujuan keuangan mereka akibat perilaku belanja impulsif. Maka penting bagi ibu rumah tangga untuk menyadari dampak doom spending terhadap keuangan keluarga.
Dengan memahami konsekuensi dari pengeluaran yang tidak terencana, diharapkan mereka dapat lebih bijak dalam mengelola anggaran dan membuat keputusan belanja yang lebih rasional. Hal ini tidak hanya akan membantu menjaga stabilitas keuangan keluarga, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Apa Strategi Mengatasi Doom Spending?
Mengatasi doom spending memerlukan pendekatan secara menyeluruh dan melibatkan berbagai strategi. Langkah-langkah yang dapat diambil oleh ibu rumah tangga adalah :
1. Membuat anggaran belanja yang jelas. Menurut penelitian oleh Kementerian Keuangan (2022), keluarga yang memiliki anggaran belanja cenderung lebih disiplin dalam mengelola pengeluaran mereka. Dengan menetapkan batasan pada kategori pengeluaran tertentu, ibu rumah tangga dapat menghindari pembelian impulsif yang tidak perlu.
2. Meningkatkan kesadaran perilaku belanja. Ibu rumah tangga perlu merenungkan alasan di balik keputusan belanja mereka. Apakah mereka membeli barang karena kebutuhan atau hanya karena terpengaruh oleh media sosial? Sebuah studi oleh Universitas Gadjah Mada (2023) menunjukkan bahwa seseorang yang lebih sadar akan motivasi belanja mereka cenderung menghindari perilaku doom spending. Dengan memahami pemicu emosional dan situasional, mereka dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana.
Menerapkan prinsip "30-Day Rule" juga dapat menjadi strategi yang efektif. Prinsip ini menyarankan agar seseorang menunggu selama 30 hari sebelum melakukan pembelian besar. Jika setelah 30 hari mereka masih merasa perlu untuk membeli barang tersebut, maka mereka dapat melanjutkan pembelian. Penelitian oleh Consumer Reports (2022) menunjukkan bahwa banyak orang yang tidak melanjutkan pembelian setelah menunggu, yang menunjukkan bahwa waktu dapat membantu meredakan impuls belanja.
Mencari alternatif untuk mengatasi stres dan kecemasan tanpa harus berbelanja. Aktivitas seperti berolahraga, berkumpul dengan teman, atau melakukan hobi dapat menjadi cara yang lebih sehat untuk meredakan tekanan. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (2023), seseorang yang terlibat dalam aktivitas fisik memiliki kecenderungan lebih rendah untuk berbelanja impulsif.
3. Membicarkan bersama pengelolaan keuangan. Dengan melibatkan seluruh anggota keluarga dalam diskusi tentang anggaran dan pengeluaran, ibu rumah tangga dapat menciptakan kesadaran kolektif tentang pentingnya pengelolaan keuangan yang baik. Sebuah studi oleh Lembaga Penelitian Ekonomi (2023) menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki komunikasi yang baik tentang keuangan cenderung lebih stabil secara finansial.
Apa Kesimpulan Semua Ini?
Kesimpulannya bahwa media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku doom spending ibu rumah tangga. Melalui iklan yang ditargetkan, influencer marketing, dan interaksi di komunitas online, media sosial mendorong pengeluaran yang tidak terencana dan berlebihan. Dampak dari perilaku ini tidak hanya dirasakan secara seseorang, tetapi juga dapat mempengaruhi stabilitas keuangan keluarga secara keseluruhan.
Untuk mengatasi masalah doom spending, ibu rumah tangga dapat menerapkan strategi yang efektif, seperti membuat anggaran, meningkatkan kesadaran tentang perilaku belanja, dan melibatkan seluruh anggota keluarga dalam pengelolaan keuangan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan ibu rumah tangga dapat menghindari pengeluaran yang tidak perlu dan menjaga kesehatan finansial keluarga.
Sumber Pustaka
Asosiasi E-commerce Indonesia. (2021). Laporan E-commerce Indonesia 2021. Diakses dari https://www.aedi.or.id
Bank Indonesia. (2022). Laporan Stabilitas Sistem Keuangan. Diakses dari https://www.bi.go.id
Kementerian Perdagangan. (2023). Survei Perilaku Konsumsi Ibu Rumah Tangga. Diakses dari https://www.kemendag.go.id
Statista. (2023). Influencer Marketing Statistics in Indonesia. Diakses dari https://www.statista.com
Pew Research Center. (2021). The Role of Social Media in Consumer Decision Making. Diakses dari https://www.pewresearch.org
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2022). Laporan Keuangan Keluarga di Indonesia. Diakses dari https://www.ojk.go.id
Universitas Gadjah Mada. (2023). Studi Perilaku Konsumsi di Era Digital. Diakses dari https://www.ugm.ac.id
Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat. (2023). Survei Pengelolaan Keuangan Keluarga. Diakses dari https://www.lpe.or.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H