Mohon tunggu...
ilank
ilank Mohon Tunggu... Guru - resign

suka sama tulisanmu

Selanjutnya

Tutup

Roman

2 Bipolar

16 Oktober 2024   10:28 Diperbarui: 17 Oktober 2024   06:16 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lady Octoria, lahir 10 Oktober 27 tahun lalu di sebuah kota kecil yang diselimuti kabut tipis setiap pagi. Setiap hari duduk di mejanya yang berantakan, diapit tumpukan buku-buku usang dan secangkir dark chocolate yang dingin, berusaha menciptakan dunia dari kata-kata. Dia adalah seorang penulis yang brilian, dikenal karena tulisan-tulisannya yang puitis dan menyentuh jiwa. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa di balik karya-karya indahnya, tersembunyi perjuangan yang tak kasat mata, pertempuran batinnya melawan gangguan bipolar.

Hari-hari Lady tidak pernah seragam. Ada masa-masa ketika ide-ide mengalir deras seperti air terjun di benaknya. Pada saat itulah fase manic datang, membuatnya merasa seperti burung yang bebas terbang ke angkasa. Dalam satu malam, dia bisa menulis berlembar-lembar cerita, menciptakan karakter dan dunia yang menakjubkan. Kata-katanya meloncat-loncat di atas halaman, penuh gairah, hidup, dan menggugah perasaan.

Namun, setelah euforia itu hilang, datanglah kegelapan yang mencekam. Fase depresi menyeretnya ke dasar jurang tanpa dasar. Ketika itu terjadi, bahkan menulis satu kalimat pun terasa seperti beban yang tak tertahankan. Dunia yang tadinya penuh warna berubah kelabu, tak ada lagi cahaya di dalamnya. Lady tenggelam dalam lautan kesedihan yang tak berujung, dan setiap kali dia merasa tenggelam, dia hanya bisa duduk dalam keheningan, merasakan kekosongan yang menelan seluruh dirinya.

Seperti malam ini, di tengah malam yang hening, Lady duduk di depan laptopnya. Ruangan kecilnya dipenuhi kertas-kertas yang berisi catatan, ide-ide yang tercoret di mana-mana. Lampu di mejanya menyala terang, menyinari wajahnya yang berseri-seri, penuh gairah. Jari-jarinya menari lincah di atas keyboard, begitu cepat hingga suara ketikannya menjadi seperti irama yang berderak. Dia tak merasa lelah, seolah-olah energinya tidak ada habisnya. Kata-kata mengalir deras dari pikirannya, seperti air sungai yang meluap. Dalam semalam, dia bisa menulis berpuluh-puluh halaman cerita, menghidupkan karakter yang sebelumnya hanya bayangan samar dalam benaknya.

Saat itu, ide-ide terasa begitu jelas, hampir tak terkejar. Dia menulis tentang dunia fantasi, tentang petualangan, tentang cinta yang membara. Segala sesuatu tampak mungkin, segala mimpi terlihat dekat. Kegembiraan meluap di dadanya, melintasi setiap kata yang dia tuangkan. Artikel-artikelnya pun lahir dengan cepat, tentang topik-topik yang sebelumnya terasa berat, kini terasa ringan dan bisa dia selesaikan dengan mudah. Lady merasa tak terkalahkan, otaknya penuh dengan inspirasi, seolah-olah dia tengah melayang di atas awan, menggapai segala impian.

Namun, di balik itu, ada sesuatu yang tidak terlihat. Dia mulai mengabaikan makan, lupa beristirahat. Matanya kian merah, lingkar hitam muncul di bawah kelopaknya. Tetapi dia terus menulis, terperangkap dalam gelombang euforia yang seakan-akan tak berujung.

Lima hari kemudian, Jum'at pagi, suasana berubah drastis. Matahari yang biasa menerangi kamarnya terasa terlalu terang, menusuk matanya. Lady berbaring di atas tempat tidur, meringkuk di bawah selimut. Tidak ada energi yang tersisa, seolah seluruh kekuatan yang membara dalam dirinya beberapa hari yang lalu tersedot habis. Laptopnya yang biasanya setia di mejanya kini terabaikan. Kertas-kertas yang dulu penuh dengan ide brilian kini tampak berserakan tanpa makna. Dia tak sanggup menatapnya, karena setiap kata terasa berat, seperti beban yang tak mampu dia pikul.

Di dalam pikirannya, hanya ada kekosongan. Setiap usaha untuk menulis terasa sia-sia. Tangan yang dulu menari di atas keyboard kini terasa lumpuh. Setiap kalimat yang ingin dia ketik selalu terhenti di tengah jalan, tersangkut dalam kabut gelap yang menyelimuti pikirannya. Dunia yang dulu penuh warna kini berubah menjadi abu-abu, tanpa semangat, tanpa kehidupan.

Lady merasa terperangkap dalam tubuhnya sendiri, tenggelam dalam lautan kesedihan yang tak bertepi. Pikiran-pikiran negatif merayap ke dalam benaknya, membuatnya meragukan segala hal, karyanya, dirinya sendiri, bahkan tujuan hidupnya. Suara dalam kepalanya terus berkata, "Apa gunanya menulis? Tidak ada yang akan peduli." Dan dia percaya pada suara itu, menyerah pada rasa putus asa yang menghimpit dada.

Bahkan bangun dari tempat tidur terasa seperti tugas yang mustahil. Dia ingin tidur terus, melarikan diri dari dunia yang kini tampak begitu asing dan penuh beban. Handphone berdering, WA masuk, tapi dia mengabaikannya. Dia tidak ingin bicara dengan siapa pun. Tidak ada yang bisa mengerti betapa hancurnya dia di dalam, meski dari luar semuanya tampak baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun