Mohon tunggu...
Falah Yu
Falah Yu Mohon Tunggu... Guru - ngajar

juga suka dagang sambil nunggu warung diisi catat mencatat tulis menulis ketik mengetik kata mengata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Angsa-Angsa Penaut 2 Hati

16 September 2024   09:11 Diperbarui: 19 September 2024   07:10 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kurniawan dan Siti dikejar Angsa diolah dari Playground AI oleh Falah Yu

Kurniawan tergesa-gesa mengeluarkan kendaraan dari dapur rumah. Ia naiki Vespa sambil menikmati pedesaan Lempake yang dikelilingi deretan sawah hijau dan dataran tinggi walaupun bukan menjulang seperti gunung-gunung di Jawa. Ia coba nikmati desanya dan sambil membayangkan siapa tahu sawah-sawah ini lama-lama akan hilang dan menjadi perumahan, kota Samarinda selalu berkembang sehingga perumahanbertumbuh dengan leluasa. Ia seorang mahasiswa semester 6 tumbuh mulai lahir hingga besar di desanya. Dia dikenal sebagai sosok yang ceria dan humoris dikalangan teman-temannya. Minggu sore yang cerah ini, ia memutuskan untuk mengajak teman dekatnya, Siti, pergi berkeliling desa dengan Vespa bututnya. Siti adalah gadis manis yang selalu bisa membuat Kurniawan tersenyum dengan candanya.

Sore itu, dibawah sinar matahari yang mulai redup dan langit yang berwarna oranye keemasan, Kurniawan dan Siti berboncengan dengan Vespa menuju pinggir sawah. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah mereka, dan Kurniawan entah kenapa bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat setiap kali ia mencuri pandang ke arah Siti. Dia cantik dengan rambut panjang terurai, dan senyumnya selalu membuat suasana menjadi ceria. Dia bersyukur punya sahabat seperti Siti ini, dulu sama-sama satu kelas, satu sekolah di SMA Negeri 9, sekarangpun masih satu kampus di UMKT walau beda jurusan.

Asal muasalnya perasaan tidak ada apa-apa, hanya perasaan seperti bertemu dengan teman dekat biasa, namun akhir-akhir ini merasakan perasaan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Setiap kali ia melihat Siti, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Tatapan matanya tak pernah lepas dari sosok gadis itu, dan senyumnya yang sederhana membuat dunia Kurniawan terasa lebih cerah. Saat Siti berbicara, Kurniawan mendapati dirinya terpesona oleh cara gadis itu berkomunikasi. Suaranya lembut, penuh perhatian, seolah-olah setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah melodi yang menyentuh hati.

 

Mereka tiba di tepi sawah yang luas, dimana padi-padi mulai menguning siap untuk dipanen. Kurniawan menghentikan Vespanya dipinggir sawah dan meminta Siti turun untuk mengambil foto. "Kayaknya Instagram kita butuh pemandangan seindah ini," ujarnya sambil tersenyum lebar. Siti pun setuju dan berpose dengan latar belakang sawah yang indah.

Namun, tidak ada yang menyangka, tiba-tiba sekelompok angsa yang biasanya tenang mulai berlari menuju mereka. Mungkin karena terlalu dekat dengan sarang mereka, angsa-angsa itu berteriak dan mengibaskan sayapnya, seolah-olah memberi peringatan. "Aduh, Wan! angsanya marah!" teriak Siti sambil tertawa ketakutan."Wan! angsa-angsa itu ngejar kita!!"

Kurniawan kaget, menoleh ke belakang, "lho, lho, lho, kenapa mereka marah? Apa aku salah parkir di wilayah mereka atau gimana, nih?!, jangan khawatir! Kita lari saja!" teriak Kurniawan dengan detak jantungnya makin meningkat. Mereka pun melompat kembali ke Vespa. Kurniawan menghidupkan Vespa dan melesat pergi, tetapi angsa-angsa itu tak mau kalah. Mereka mengejar dari belakang, menciptakan momen yang sangat lucu dan kacau.

Selama perjalanan melarikan diri, Siti tak bisa menahan tawanya. "Kamu bawa angsa-angsanya ke sini! Kita jadi artis film komedi!" Kurniawan ikut tertawa, sambil sesekali melirik kebelakang untuk memastikan angsa-angsa itu tidak terlalu dekat. "Kalau mereka menangkap kita, kita akan jadi sarapan mereka!" ujarnya dengan geli.

"Huh, untung selamat... Tapi, aku nggak akan pernah lihat angsa dengan cara yang sama lagi" kata Siti.

"Sama, setiap lihat angsa, aku bakal inget balapan liar hari ini. Kita resmi jadi 'buronan angsa!" kata Kurniawan sambil tertawa.

"Demi keselamatan kita, lain kali bawa roti buat suap mereka aja!" kata Siti.

Mereka berdua tertawa lepas, sambil melanjutkan perjalanan di atas Vespa dengan hati yang lega. Mereka berputar-putar di sekitar sawah, dan kebisingan angsa semakin jauh. Kurniawan memperlambat laju Vespa dan mereka tertawa lepas. Suasana sore itu terasa penuh keceriaan, ditambah dengan langit yang semakin gelap dihiasi matahari tenggelam ke ujung bumi. Merasa aman dari kejaran, mereka memutuskan untuk berhenti sejenak di tempat yang sedikit lebih tinggi, dimana mereka bisa melihat keseluruhan area sawah.

"Lihat, Siti! Betapa indahnya sore ini," kata Kurniawan sambil menunjuk kearah persawahan yang membentang dan langit di ufuk barat yang memerah.

"Iya, Wan. Ini momen yang sempurna. Aku senang bisa melakukannya bersamamu," jawab Siti dengan tulus. Kurniawan merasakan momen itu begitu spesial. Ia terkejut melihat Siti yang selalu ceria itu kini berbicara dengan lembut. Mereka duduk berdua, saling bercerita dan bercanda, sambil menikmati suara alam sekitar.

Satu momen yang tidak terlupakan adalah saat Kurniawan memberanikan diri untuk menggenggam tangan Siti. "Mungkin kita bisa melakukan ini lagi, dan mungkin dengan cara yang lebih santai tanpa gangguan angsa?" kata Kurniawan dengan sedikit gugup. Siti menatap Kurniawan dan tersenyum, "Kenapa tidak? Ini sangat menyenangkan!"

Namun, dibalik semua kebahagiaan itu, ada rasa takut yang samar. Kurniawan khawatir apakah perasaannya akan terbalas. Ia terlalu malu untuk mengungkapkan perasaannya langsung, takut bahwa persahabatan mereka akan berubah jika ia melakukannya.

Hatinya dipenuhi rasa manis setiap kali Siti berada di dekatnya, tetapi juga rasa cemas ketika ia memikirkan kemungkinan penolakan. Perasaan Kurniawan adalah campuran antara harapan yang membuncah dan kekhawatiran yang tak dapat ia hilangkan begitu saja.

Saat menjelang Maghrib, Kurniawan dan Siti pun memutuskan untuk kembali ke rumah. Meski perjalanan pulang tidak dikejar oleh angsa, kenangan akan kejar-kejaran dan tawanya akan selalu tertinggal di hati mereka. Kurniawan mengantar Siti pulang sambil menggenggam tangannya erat, seolah-olah tak ingin kehilangan momen berharga itu.

Hari itu menjadi awal dari banyak cerita indah antara Kurniawan dan Siti, dan mereka tahu bahwa meskipun angsa menjadi 'penghalang' ditengah perjalanan mereka, itu adalah salah satu pengalaman yang akan selalu mereka kenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun