Beberapa hari kemudian, Pak Supan mendengar kabar bahwa bu Titis dipaksa untuk menerima lamaran dari pria lain. Dia merasa dunianya runtuh. Namun, dia tidak ingin bu Titis menderita karena dirinya. Dengan hati yang berat, Pak Supan memutuskan untuk menemui bu Titis dan berbicara dari hati ke hati.
“Pak guru Supan, aku tidak tahu harus bagaimana,” kata bu Titis dengan air mata berlinang. “Aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa menentang kehendak orang tuaku.”
Pak Supan menggenggam tangan bu Titis dengan lembut. “Bu Titis, jika memang kita tidak bisa bersama, aku ingin kamu bahagia. Jika menerima lamaran itu adalah yang terbaik untukmu, maka lakukanlah. Aku akan selalu mencintaimu, dan itu tidak akan berubah, tapi aku juga tidak ingin melihatmu menderita karena kita.”
Bu Titis menangis, dan pak Supan memeluknya untuk terakhir kalinya. Mereka tahu bahwa cinta mereka tulus, tetapi terkadang cinta saja tidak cukup untuk mengatasi segala rintangan.
Malam itu, bu Titis berbicara lagi dengan orang tuanya. Dia menjelaskan betapa besar cintanya pada pak Supan dan betapa sulitnya bagi dia untuk menerima orang lain. Orang tuanya akhirnya mulai mengerti bahwa kebahagiaan putri mereka lebih penting daripada apa pun. Mereka pun memutuskan untuk bertemu dengan pak Supan dan berbicara dari hati ke hati.
Kali ini pak Supan telah menggunakan popok dewasa, dia tidak merasa nyaman jika nanti harus ijin berkali kali ke belakang. Dia harus bertemu dengan orang tua ibu Titis. Pertemuan itupun penuh dengan emosi. Orang tua bu Titis menanyakan lebih lanjut tentang kondisi pak Supan dan bagaimana dia menghadapinya. Pak Supan dengan jujur menjelaskan bahwa dia memang memiliki penyakit tersebut, tetapi dia telah berusaha menjalani hidup sebaik mungkin. Dia juga mengungkapkan betapa besar cintanya pada bu Titis dan kesiapannya untuk berjuang bersama.
Setelah mendengarkan penjelasan pak Supan, orang tua bu Titis mulai melunak. Mereka melihat ketulusan dan kesungguhan hati pak Supan. Setelah berdiskusi panjang, mereka akhirnya memberikan restu mereka, meskipun dengan beberapa syarat, termasuk pemeriksaan medis lebih lanjut dan komitmen untuk menghadapi segala kemungkinan di masa depan.
Akhirnya, bu Titis dan pak Supan bisa bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi mereka siap menghadapi segala tantangan bersama. Cinta mereka telah melalui ujian yang berat, dan mereka bertekad untuk menjaganya seumur hidup.
Meski dengan segala keterbatasan, pak guru Supan dan bu guru Titis menikah dalam sebuah upacara yang cukup meriah namun penuh kebahagiaan. Mereka belajar bahwa cinta sejati tidak hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga tentang pengorbanan, pengertian, dan kesetiaan dalam menghadapi segala cobaan. Mereka telah menemukan bahwa cinta mereka cukup kuat untuk mengatasi segala rintangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H