Mohon tunggu...
Fakta P.B.
Fakta P.B. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencari loker. Penulis spesialis lomba. Tukang makan yang doyan berimajinasi.

Laki-laki asal Semarang yang numpang lahir di Jakarta dan tinggal di Bekasi. Punya hobi melahap segala fiksi dan nonfiksi (khususnya topik kepenulisan atau literasi, biografi, film, dan humaniora); menuangkan imajinasi, perasaan, atau riset kecil-kecilan ke dalam karya fiksi; mendengarkan musik segala genre sesuai selera; bersepeda; jalan santai; kulineran; rebahan; dan koleksi kaset pita buat konsumsi pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jual Cepat: Nyawa

26 Juli 2023   00:15 Diperbarui: 26 Juli 2023   00:23 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua jam selepas salat Jumat, sepucuk kabar menyeruak ke seantero nusantara. Dari tingkat RT sampai tampuk kepemimpinan tertinggi, bahkan mulai merambahi negeri tetangga. Seorang menteri bidang Kesejahteraan dan Kemakmuran Nasional yang diketahui bernama Drs. H. Sadewo Nugroho, M.Si.---seterusnya kita sebut saja Dewo, sesuai panggilan akrab---diketahui meninggal mendadak setelah berhasil menelan habis dua porsi soto Betawi, kentang goreng, dan jus mangga di kafetaria. Menurut pengakuan sejumlah rekan sejawat kepada awak pers yang memang posisi kursinya mengelilingi almarhum, mengatakan, saat itu Dewo tiba-tiba memerah mukanya. 

Tubuh Dewo tergolek layu di atas ranjang. Setelah kejangnya reda selama perjalanan menuju rumah sakit, napasnya pun ikut lenyap. Dokter dan perawat di IGD malah belum sempat memberikan pertolongan pertama. Kendati tak selamat, pemeriksaan tetap dilanjutkan. Dinyatakan telah mengalami penyumbatan di saluran kerongkongan, gangguan aliran darah di bagian otak kecil, dan infeksi pada lambung.

Tanpa menunggu hari berganti, ketegangan lekas menyambar bak api tersiram bensin. Pejabat di kementerian lantas menunda rapat, presiden dan wakilnya membatalkan kunjungan kerja ke luar ibukota, segenap mulut dan mata rakyat terperanjat di depan televisi. Saat musibah terjadi, kebetulan istri Dewo, Ningsih, baru masuk ke kamar hotel setelah lelah mencari tas dan arloji incarannya sepanjang mal-mal di Amsterdam. Dua anaknya juga sedang di luar negeri, sibuk bersama pasangan masing-masing. Mereka masih belum menyadari kepergian Dewo sudah cepat tersebar di seluruh laman artikel online, sosial media, radio, televisi, bahkan oplah dua koran nasional ternama---Poskam dan Ompet---naik dua kali lipat karenanya.   

Jasad Dewo segera dipulangkan menuju Lavender Mist Residence, kawasan perumahan elite di barat Jakarta. Ustaz Sobri mengimbau agar prosesi pemakaman disegerakan sebelum masuk waktu magrib.

***

Masuk dini hari, ketika para peronda riuh menyaksikan Liga Inggris dan kuncen sudah mulai tarik sarung, segumpal asap mengepul dari celah batu nisan. Membubung pelan-pelan, berputar sebentar di udara, luruh mendarat di atas tanah merah basah, lalu seketika tegak membentuk sesosok bayang tanpa organ dalam. Bentuknya memang kurang sempurna; hanya dilengkapi sepasang mata sebesar bakso yang seperti hendak mencuat keluar, hidung bengkok, mulut mencong, jari kaki dan tangan tak lengkap. Dengan wujud seperti itu, Dewo menyusuri kekelaman malam.

Tujuan pertama: rumah. Di sana benar-benar lengang. Ia baru paham jika anak dan istrinya masih betah keliling dunia sejak tiga proyek yang ditanganinya---batu bara, pembangunan apartemen, dan restrukturisasi kampung nelayan disulap jadi objek pariwisata---berhasil tuntas. Keluarganya kecipratan sekian miliar dan langsung ngacir ke luar negeri saat dirinya bergelung dengan setumpuk agenda kerja. Bahkan, sopir pribadi dan tiga pembantu pulang kampung setelah ikut menikmati rezeki nomplok darinya. 

Tujuan berikutnya: kantor. Hanya sekian detik ia sampai dan menembus masuk dari dinding. Di dalamnya, rapat besar terkait kesejahteraan rakyat masih berlangsung khidmat. Sejumlah anggota dewan ada yang tampak serius menyimak, ada pula yang nimbrung berdebat sengit, utak-atik ponsel---dari chatting simpanan sampai main game online--,bahkan tak sedikit terlihat wajah-wajah sarat kantuk dan menguap berulang kali. Dewo memandang ke seluruh penjuru ruangan, lamat-lamat terbit senyuman di sudut bibir yang mengabu.

"Masih seperti biasa," gumamnya.

Saat arwah gendut itu hendak beranjak pergi, tertangkap kasak-kusuk di barisan dua meja dari belakang, menggosipkan soal proyek prestisius. Ia mengernyit, menyorongkan telinga.

"Sebenarnya tuh proyek jadi dilanjutin kagak, sih?"

"Proyek yang mana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun