Harusnya tidak ada kepanasan. Ibarat anak SD mendapatkan tugas kliping tumbuh-tumbuhan dari sekolah, kemudian mencari dari sumber dari kredibel dan kemudian dijelaskan dalam bentuk visual. Apa bedanya dengan kliping anak SD? Tidak ada. Mungkin "terkesan" tendensius terhadap 02, karena cukup banyak membahas 02. Tapi pembahasan tersebut sama sekali tidak ada yang absurd, atau dengan kata lain isu tersebut sudah bertebaran di masyarakat. Rangkaian kliping yang paparkan oleh teman sebangku, kepada temannya yang sering bolos.
"Dokumenter yang tersaji dalam film Dirty Vote, itu pemaparan yang biasa biasa saja. Hanya mengulang Kembali berita yang sudah ada. Yang memaparkan adalah orang ahli dalam bidangnya. Kenapa masih mempertanyakan soal kredibilitas. Itu dosen semua," katanya lirih.
Gemuruh penggembosan 02 menyeruak. Aneh juga, padahal film tersebut tidak tendensius kepada paslon manapun. Agak terkesan tendensius pada paslon 02, soal penetapan Gibran sebagai Cawapres. Publik tau, kalau terpilihnya Gibran menjadi Cawapres menuai polemik. Dan tidak terbantahkan lagi. Aneh rasanya. Bijak memilih, harusnya begitu. Istafti Qolbak, begitu kata Gus Mus. Mintalah fatwa terhadap hatimu yang dalam, bukan isi amplop yang dalam.
Perbincangan sudah dua jam, lantas Paslon nomor berapa yang pas? Kataku
"Hmmmm, kayanya kalau enggak 01, 02, 03," katanya sambil menunjukkan telunjuk jari.
Kisah fiksi. Berangkat dari keresahan pemuda desa yang bingung untuk menentukan Pilpres nanti.Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H