Mohon tunggu...
Muhammad Fakhrully Akbar
Muhammad Fakhrully Akbar Mohon Tunggu... Relawan - Volunesia

Hanya orang biasa yang lahir di Indonesia Saat ini masih belajar, bertumbuh dan berkembang untuk bangsa NKRI melalui jalan pengabdian masyarakat yang sering digeluti sejak masuk kampus . Alumni Sastra Jawa FIB UI 2015 lulus 2019| Pengajar Muda Indonesia Mengajar XIX Kabupaten Nunukan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Nganget Saya Belajar

10 Februari 2019   09:23 Diperbarui: 10 Februari 2019   14:11 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : dokpri
Sumber : dokpri
“Kematian bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup, kerugian terbesar adalah apa yang mati di dalam diri kita sementara kita hidup.” N.C

“Seseorang yang tidak tahu apa itu rasa sakit , tidak akan tahu apa itu kedamaian sejati” Uzumaki Nagato.

Nganget International WorkCamp ke-8 tahun 2017 adalah kegiatan pengabdian masyarakat yang saya ikuti diakhir liburan semester ini. Berawal dari rasa penasaran dengan pamflet yang bertebaran di media sosial yang  membahas penyakit kusta

Saya pun tertarik untuk daftar dan mengikuti tahapan seleksi berkas juga seleksi wawancara. Dalam seleksi wawancara, saya mendapatkan tantangan untuk berbicara bahasa Inggris. Awalnya kurang percaya diri tetapi saya kuatkan diri. 

Setelah pengumuman dan mengikuti tahap pembekalan barulah saya tahu bahwa tidak hanya mahasiswa Indonesia saja yang berpartisipasi tetapi ada mahasiswa asal Jepang yang akan membersamai kami selama dua minggu di Nganget.

Saya berangkat tanggal 05 Agustus melalui stasiun Semarang setelah sebelumnya ada kegiatan di Senden, Selo, Boyolali dari akhir bulan juli. Dalam kegiatan NIWC ini, saya tergabung kelompok dua dari lima kelompok. Terdiri atas saya, Kak Nadila, Putri, Matthew, dan Saki. 

Jumlah Campers atau peserta ada dua puluh sembilan orang yang terdiri dari delapan belas orang mahasiswa Indonesia dan sebelas orang mahasiswa asal Jepang.. Fokus utama kami adalah membuat akses ke sumber air panas serta membuat kamar ganti bagi pengunjung yang datang. Selain itu, kami berkewajiban mengunjungi warga  baik itu yang masih di panti dan di luar panti yang biasa disebut LIPOSOS.

Setiap hari kami mendaptkan jadwal secara bergiliran. Ada kelompok yang mendapatkan menjadi koki selama sehari, juga kelompok yang mendapatkan tugas kunjungan ke warga dan melakukan kerja bakti membangun akses dan membangun ruang ganti. 

Untuk kunjungan dan melakukan kerja bakti ini dilakukan bergiliran secara setengah hari berbeda dengan giliran memasak yang harus bertugas seharian.  Ada tiga kali makan dalam sehari yaitu : sarapan pagi, makan siang , dan makan malam. 

Setiap selesai masak maka akan dibagi makanan dan lauknya secara adil sesuai jumlah peserta . Kemudian kami bernyanyi dahulu secara bersama , lalu presentasi dari kelompok yang masak tentang menu yang dihidangkan, terakhir baca doa dan makan. 

Pernah diawal kegiatan mendapat tugas menjadi koki dan ternyata nasi yang dimasak itu gosong. Akhirnya jadilah nasi berasap yang mau tidak mau menjadi santapan waktu itu. Tentunya itu menjadi sebuah pelajaran dan rasa malu ketika tidak bisa menghidangkan makanan yang baik bagi kawan-kawan.

Selama mendapatkan giliran kunjungan dan kerja bakti ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan. Ternyata Nganget sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Sejak zaman itu Nganget sudah terkenal dengan sumber air panas dan juga tempat dibuangnya warga yang mengalami penyakit kusta. 

Stigma yang sejak zaman dahulu hingga kini beredar di masyarakat adalah bahwa penyakit kusta ini penyakit turunan dan kutukan dan seharusnya di jauhi. Tentu saja ini yang membuat orang yang mengalami kusta minder dan menutup diri sehingga tidak mau berobat untuk berupaya sembuh. 

Sejujurnya saya ketika mendengar cerita pengalaman mereka sangat sedih. Bayangkan saja, ketika mereka mengidap penyakit kusta yang seharusnya diberikan kekuatan dan dukungan oleh keluarga dan warganya. Malah mengalami perlakuan yang tidak manusiawi. 

Seperti diusir dari kampungnya, rumahnya dibakar, dilarang untuk mengakses mata air untuk keperluan sehari-hari, dilupakan oleh keluarga kandungnya, bahkan yang sudah mejadi mayat pun tetap tidak diterima oleh warga kampungnya. 

Sungguh tidak habis pikir bagaimana kalau saya berada di posisi mereka pasti saya tidak sanggup untuk berjuang hidup. Ada salah satu penghuni panti bernama Mbah Sinden, nama sebenarnya bukan itu tetapi karena beliau mahir nyinden maka orang lebih mengenal dengan panggilan Mbah Sinden. 

Kaki beliau telah diamputasi karena penyakit kusta dan berbaring seharian di kasur. Seiring berjalannya waktu kawan-kawan yang menghuni di ruangan itu yang meninggal dunia sehingga membuat mbah kesepian. Muncul harapan setiap beliau melakukan shalat malam dan shalat fardhu di lima waktu yaitu untuk secepatnya menemui ajal tanpa harus merepotkan orang lain lagi.  

Saya pun berkenalan dengan Mbah Uty . Beliau adalah ibu dari Mas Purnama atau kami kenal dengan sebutan Mr.Moon. Mas Pur ini adalah pemuda yang lahir dan besar di Nganget. Stigma yang menghantui warga akan penyakit kusta yaitu penyakit keturunan ternyata dimentahkan oleh Mas Pur. 

Beliau lahir dan besar secara sehat dan tidak menunjukan mengidap penyakit kusta seperti yang didengungkan warga luar. Mbah Uty adalah wanita sehat yang tegar dan setia mendampingi sauminya yang  mengidap penyakit kusta. Beliau mengalami banyak diskriminasi baik dari warga maupun keluarganya sendiri. kini, berkat kesabaran dan ketulusan hati Mbah Uty. 

Kebahagiaan selalu menyertai beliau, dianugerahi menantu dan cucu yang sehat dan berbudi baik juga secara finansial cukup. Hingga detik ini, saya selalu menjaga hubungan komunikasi dengan warga Nganget khususnya Mbah Uty.

Dalam pengerjaan pembangunan akses ke sumber air panas dan ruang ganti kami mendapatkan tantangan hanya dibantu oleh satu tukang bangunan. Akhirnya selama tiga belas hari pengerjaan, pembangunan itu selesai berkat kerja kami bersama yang tidak pernah letih dan mengeluh meskipun cuaca yang mendera cukuplah menyengat.  

Selama disini kami pun mengadakan kegiatan pembukaan atau perkenalan yang memperkenalkan kami, kemudian kegiatan pendidikan yang melibatkan anak-anak Nganget, kegiatan hari kemerdekaan,  kegiatan berbagi kebahagiaan dengan warga Nganget, kegiatan sehari bersama warga Nganget dan kegiatan penutup. 

Saya banyak belajar tentang kehidupan selama mengikuti kegiatan ini. Rasa syukur atas segala nikmat kehidupan yang diterima setelah melihat apa yang warga Nganget rasakan.

Awalnya, saya ketika berpamitan dengan warga tidak ingin menitikan air mata. Tetapi karena mendengar doa dari Mbah yang tinggal di panti yang mendoakan untuk saya dan keluarga secara tulus. Sontak membuat saya menangis. 

Seharusnya saya yang mendoakan mereka dan memberikan perhatian lebih, faktanya saya pun mendapatkan kebaikan dari mereka. Kesepian yang warga Nganget rasakan karena penyakit kusta ini pun ada yang menjadikan sapi sebagai saudaranya sendiri dan kandangnya berada dalam rumah tersebut. Kusta bukanlah penyakit kutukan dan turunan. 

Kusta bisa diobati seiring majunya penemuan di bidang kesehatan. Dukungan moral seharusnya yang bisa kita lakukan sebagai sesama anak bangsa dan hamba Tuhan. Bukan untuk dikasihani. Satu hal yang bisa saya sampaikan selama mendaptkan pelajaran kehidupan disana. “Walaupun fisik pernah terkena kusta tetapi hati mereka tidak terjangkit kusta bahkan hati mereka sebening logam mulia”

Bagi yang ingin mengunjungi silakan datang ke Nganget, Desa Kedung Jambe, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.  

 

Terima kasih telah membaca tulisan ini, semoga kita bisa diberikan kesempatan untuk belajar kehidupan dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Muhammad Fakhrully Akbar

FIB UI

Anak desa yang senang pengabdian masyarakat yang bersyukur diberikan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun