Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Nasi Liwet

6 November 2018   12:50 Diperbarui: 6 November 2018   13:09 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maikel tidak bisa membuat nasi liwet. Namun kakeknya, beliau tersohor dengan liwetnya yang asoy, lengkap dengan sambel goangnya yang menggoyang lidah. Maklum, Maikel adalah manusia hasil perpaduan dua genus manusia. Ibunya yang tulen sunda, sedangkan bapaknya merupakan suporter Manchester United. Ya, dia orang Inggris yang jatuh dalam pelukan sang mojang sunda.

Sudah menjadi sebuah rutinitas. Keluarga besar Maikel setiap hari minggu selalu botram. Lengkap dengan sanak saudara. Masih menjadi tempat utama yakni rumah kakeknya. Dengan halaman yang luas membuat arena makan besar itu pun menjadi leluasa.

Pada satu minggu, terlihat semua saudara Maikel turut hadir. Saudara-saudara sebayanya kini berkumpul dengan tujuan yang sama, makan liwet buatan kakek.

Tradisi ngaliwet merupakan ajang silaturahmi dan wujud kebersamaan, tidak seru kalau dilakukan sendirian. Tradisi ini sebenarnya tak hanya sebatas makan bersama, ada beberapa ritual didalamnya. Ritual tersebut diantaranya adalah membeli bahan masakan dengan biaya bersama, bisa juga menyumbang beberapa jenis bahan mentah untuk dimasak bersama-sama.

Lalu dimasak dalam kastrol diatas tungku dengan nasi dibumbui sereh serta daun salam. kemudian untuk lauknya, haruslah sesuai rukun liwet itu sendiri, ikan asin, pete, jengkol, lalapan, tahu, tempe, serta kerupuk. Hingga disajikan diatas daun pisang.

Namun haruskah seperti itu? Dimasak dalam kastrol, harus diatas tungku dan disajikan diatas daun pisang? Tidak bisakah memakai kompor lalu memakannya dipiring? Dan itu pun akan mempercepat proses memasaknya.

Bukan tidak bisa, justru itulah nilai ritualisasinya. Hal demikian akan menghilangkan esensi dari ngaliwet itu sendiri. Selain dari hasilnya yang dinikmati, namun prosesnya lah yang berbalut nilai spiritual. Proses saat mengumpulkan bahan masakan, saat mencari kayu bakar, menanak nasi dan menunggu sampai matang sambil ditemani asap dari tengku dan guyonan bersama.

Ngaliwet sudah menjadi simbol kekeluargaan, gotong royong, dan saling berbagi. Kekeluargaan, karena nagliwet tidak bisa dilakukan hanya seorang, namun dibutuhkan orang lain untuk membuatnya menjadi berkesan.

Begitupun kakek Maikel, walaupun ia dikenal ahli dalam membuat liwet. Namun, dalam pengerjaanya pun ia lebih senang bersama-sama.

Dan saat yang ditunngu pun tiba. Aroma khas liewet kakek mulai menggoda hidung-hidung mereka. Seolah aroma itu adalah roh spiritual yang memiliki kekuatan. Mereka semua terthipnotis olehnya. Semua segera menyiapkan arena untuk menyantap liwet.

Hamparan daun pisang yang disediakan inilah yang akan menjadi bukti empiris bahwa liwet telah membuatnya menampung panas darinya. Serta menampung pedihnya sambel goang yang menggoyang. Tahu, tempe, dan asin merupakan objek yang tak bisa dilupakan begitu saja dalam menemani ritual ngaliwet. Begitupun dengan kerupuk dan lalapan, ia akan menjadi pendamping dan membuat gurih sehingga membuat ngaliwet menjadi khusyu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun