Mohon tunggu...
Muhammad Fakhriansyah
Muhammad Fakhriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta

Muhammad Fakhriansyah adalah mahasiswa semester akhir di program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta. Sejak Februari 2021 menjadi kontributor tetap Tirto.ID. Tulisannya berfokus pada sejarah kesehatan Indonesia dan sejarah politik internasional. Penulis dapat dihubungi melalui: fakhriansyahmuhammad27@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bertamasya dengan Sejarah dan Upaya Mencintainya di Era Modern

29 Agustus 2019   20:08 Diperbarui: 29 Juli 2020   14:00 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Kemajuan kita di masa lalu dan bahwa pemahaman akan masa lalu membawa bersamanya ke masa depan" - Sejarawan E.H.Carr dalam bukunya Apa itu Sejarah?

Dalam benak pikiran kita jika berbicara tentang sejarah, pasti di dalam otak kita sudah terpikirkan mengenai pembahasan tentang masa lalu yang membosankan

Masa lalu tersebut digunakan oleh kita sebagai alat untuk bertamasya ke waktu yang sudah kita lewati, mengenang apa yang sudah terlewat sembari memikirkan eksistensi diri kita atau mengetahui asal usul kita di masa lalu.

 Dengan bertamasya ke masa silam, kita dapat melihat setiap insan yang masih suci terlahir bersih yang insan tersebut di masa kini menciptakan seni dari hembusan nafasnya dan dari kuas di sela jarinya. 

Bertamasya ke masa lalu nyatanya membuat diri kita kangen dan memberikan gairah tersendiri---untuk bangkit---bagi manusia yang berhasil menelurusi masa lalu. Dalam artian, bertamasya ke masa lalu dapat dikatakan sebagai perjuangan mencari arti.

Sejarawan modern E.H Carr melalui bukunya What Is History? pernah menuliskan bahwa ia percaya kemajuan manusia di masa lalu, dan bahwa "pemahaman akan masa lalu.. membawa bersamanya peningkatan wawasan ke masa depan". Sekarang, mari kita buat analogi sesuai argumentasi E.H Carr dengan narasi tamasya di atas.

Bertamasya melalui sejarah nyatanya membuat setiap insan manusia kangen terhadap apa yang sudah mereka lalui. Kekangenan tersebut memberikan gairah dan arti bagi setiap insan manusia. 

Sekarang mari bayangkan saat kamu berada di titik terendah dalam hidupmu, tinggal sebatang kara di perantauan, dan jauh dari keluarga yang menghangatkan suasana. 

Disaat kamu berada di titik terendah itu pasti kamu hidup larut dalam kesedihan, di mana kamu butuh suatu motivasi eksternal dan internal untuk kamu bangkit. Dalam suasana malam yang dingin, rindu pelukan hangat keluarga, disitulah kamu mulai bertamasya melalui sejarah. 

Mengingat kembali masa-masa kecil di mana kamu sedang berbicara dengan kedua orang tua, bermain dengan sanak saudara, mendengarkan kisah inpiratif orang tua dan makan malam bersama dengan keluarga. 

Ketika kita bertamasya kita teringat bagaimana perjuangan kedua orang tua kita banting tulang hingga mandi keringat demi kesuksesan anak-anaknya, dan termasuk dirimu---yang dulu diperjuangkan orang tua---kini tenggelam di kesedihan yang mendalam. 

Ingatan-ingatan yang bersifat memorable nyatanya mampu membangkitkan gairah seseorang untuk berdiri dari kesedihan yang dalam, itulah maksud dari bertamasya dengan sejarah sebagai upaya mencari gairah dan arti.

Tetapi, perlu diingat narasi di atas hanyalah sebuah analogi singkat yang sekiranya gampang dicerna. Mengingat, tidak semua masa lalu dapat disebut sebagai sejarah, karena masa lalu yang disebut sejarah hanya disebut sejarah karena memiliki makna bagi masyarakat luas. Sekarang kita mulai dengan sedikit serius

Bangsa ini dahulu merupakan bangsa yang menderita, hidup dalam waktu yang lama dalam kuasa bangsa lain. Alam dikeruk, pribumi diperbudak, penguasa tersenyum, itulah kiranya yang menggambarkan masa itu. 

Tetapi, ada suatu titik atau masa di mana tokoh cendekia bangsa ini menginginkan kebangkitan untuk bangsa ini, dalam narasi sejarah pergerakan nasional menuliskan bahwa salah satu alasannya adalah kenangan kejayaan masa lalu, yakni ketika hegemoni kerajaan sriwijaya dan kerajaan majapahit berhasil menguasai seluruh daratan nusantara dan menyatukannya. 

Alasan seperti nyatanya mampu memberikan gairah kebangkitan bangsa hingga pada akhirnya terjadi kongres pemuda tahun 1928 sampai Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Bertamasya dengan sejarah dan upaya mencintainya di era modern merupakan topik bahasan kita kali ini. Setelah sedikit bercerita tentang bertamasya dengan  sejarah, kita kita menggeser topik kita dan membahas sedikit apa itu modern dan kemudian mengkaitkan tamasya sejarah dengan modern, dalam artian mengikat sejarah di era modern.

Modern identik dengan sesuatu yang canggih dan sesuatu yang mutakhir. Modern pada awalnya dikenal setelah revolusi industri. Sebelum terjadi revolusi industri, semua manufaktur atau pabrik menggunakan tenaga hewan atau manusia untuk menghasilkan produksi. Setelah James Watt menciptakan mesin uap, dan mengubah tenaga manusia menjadi tenaga mesin, disitulah dapat dikenal sebagai zaman modern (dalam hal teknologi). 

Kini modern sudah mencapai semua sudut kehidupan, bahkan kini dikenal---gampangnya ---suatu masa di mana segala sesuatu menggunakan internet , masa tersebut dinamakan Revolusi Industri 4.0. Umat manusia di dunia nyatanya harus dan bahkan mau tidak mau terbawa dalam arus tersebut. 

Generasi yang paling terpengaruh adalah generasi millenial, atau generasi yang lahir tahun 2000 ke atas. Namun, untuk kepentingan tulisan ini, mari kita fokuskan pada upaya mengikat sejarah kepada generasi millenial.

Mengikat sejarah di Era Modern merupakan hal yang sulit diwujudkan. Era Modern yang serba instan nyatanya membuat generasi millenial acuh tak acuh terhadap narasi sejarah bangsanya sendiri. Atau bahkan mereka tidak tahu narasi sejarah bangsanya. Sejarah pada dasarnya bukan hanya sebatas pengetahuan semata. Sejarah dapat menjadi alat untuk menumbuhkan rasa nasionalisme, patriotisme, persatuan dan kemajuan terhadap bangsanya.

"Untuk menghancurkan suatu bangsa, bisa dilakukan dengan memusnahkan ingatan sejarah generasi muda tentang sejarah" - Asep Kambali, sejarawan dan founder Komunitas Historia Indonesia

Apa yang dikatakan Asep Kambali tersebut bisa benar, apabila generasi millenial musnah akan ingatan sejarahnya, maka ia akan kehilangan ruh nasionalisme di dalam dirinya. Mengingat, di era ini arus teknologi dan informasi begitu besar, sehingga mampu mempengaruhi pemikiran generasi tersebut. 

Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah ketakutan terhadap hal tersebut. Beragam upaya dilakukan oleh insan manusia yang peduli sejarah untuk membangkitkan rasa cinta terhadap sejarah. Mindset ketidaksukaan terhadap sejarah tertanam di dalam benak generasi millenial karena dalam benaknya sejarah identik dengan tanggal, tokoh, dan hapalan.

Pembelajaran sejarah tidaklah harus serius, dibuat menyenangkan dan mengikuti perkembangan zaman. Di Indonesia di era ini ada banyak platform media sosial mengenai sejarah, salah satunya adalah Majalah Online "Historia" yang menjadi media penghubung sejarah yang ditulis di buku kepada khalayak umum, tentunya dikemas dengan interaktif dan aktratif.

Pembelajaran Sejarah nyatanya harus mengikuti perkembangan zaman, jika dahulu bertamasya sejarah hanya dengan melalui buku sejarah yang tebal dan berkunjung ke museum yang seram. Kini kita harus berinovasi dan bertransformasi melepas dan merubuhkan mindset tersebut. Menghidupkan kembali museum dan membuatnya menjadi interaktif dan kreatif bisa sebagai cara untuk membangkitkan rasa cinta terhadap sejarah.

Untuk dirimu yang membaca tulisan ini, silahkan bertamasya melalui sejarah. Melihat masa lalu sebagai upaya memahami masa kini dan masa depan.

Terima Kasih.

"Dengan sejarah kita belajar jatuh cinta"-Kuntowijoyo dalam bukunya "Pengantar Ilmu Sejarah"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun