Mohon tunggu...
Muhammad Fakhriansyah
Muhammad Fakhriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta

Muhammad Fakhriansyah adalah mahasiswa semester akhir di program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta. Sejak Februari 2021 menjadi kontributor tetap Tirto.ID. Tulisannya berfokus pada sejarah kesehatan Indonesia dan sejarah politik internasional. Penulis dapat dihubungi melalui: fakhriansyahmuhammad27@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bertamasya dengan Sejarah dan Upaya Mencintainya di Era Modern

29 Agustus 2019   20:08 Diperbarui: 29 Juli 2020   14:00 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingatan-ingatan yang bersifat memorable nyatanya mampu membangkitkan gairah seseorang untuk berdiri dari kesedihan yang dalam, itulah maksud dari bertamasya dengan sejarah sebagai upaya mencari gairah dan arti.

Tetapi, perlu diingat narasi di atas hanyalah sebuah analogi singkat yang sekiranya gampang dicerna. Mengingat, tidak semua masa lalu dapat disebut sebagai sejarah, karena masa lalu yang disebut sejarah hanya disebut sejarah karena memiliki makna bagi masyarakat luas. Sekarang kita mulai dengan sedikit serius

Bangsa ini dahulu merupakan bangsa yang menderita, hidup dalam waktu yang lama dalam kuasa bangsa lain. Alam dikeruk, pribumi diperbudak, penguasa tersenyum, itulah kiranya yang menggambarkan masa itu. 

Tetapi, ada suatu titik atau masa di mana tokoh cendekia bangsa ini menginginkan kebangkitan untuk bangsa ini, dalam narasi sejarah pergerakan nasional menuliskan bahwa salah satu alasannya adalah kenangan kejayaan masa lalu, yakni ketika hegemoni kerajaan sriwijaya dan kerajaan majapahit berhasil menguasai seluruh daratan nusantara dan menyatukannya. 

Alasan seperti nyatanya mampu memberikan gairah kebangkitan bangsa hingga pada akhirnya terjadi kongres pemuda tahun 1928 sampai Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Bertamasya dengan sejarah dan upaya mencintainya di era modern merupakan topik bahasan kita kali ini. Setelah sedikit bercerita tentang bertamasya dengan  sejarah, kita kita menggeser topik kita dan membahas sedikit apa itu modern dan kemudian mengkaitkan tamasya sejarah dengan modern, dalam artian mengikat sejarah di era modern.

Modern identik dengan sesuatu yang canggih dan sesuatu yang mutakhir. Modern pada awalnya dikenal setelah revolusi industri. Sebelum terjadi revolusi industri, semua manufaktur atau pabrik menggunakan tenaga hewan atau manusia untuk menghasilkan produksi. Setelah James Watt menciptakan mesin uap, dan mengubah tenaga manusia menjadi tenaga mesin, disitulah dapat dikenal sebagai zaman modern (dalam hal teknologi). 

Kini modern sudah mencapai semua sudut kehidupan, bahkan kini dikenal---gampangnya ---suatu masa di mana segala sesuatu menggunakan internet , masa tersebut dinamakan Revolusi Industri 4.0. Umat manusia di dunia nyatanya harus dan bahkan mau tidak mau terbawa dalam arus tersebut. 

Generasi yang paling terpengaruh adalah generasi millenial, atau generasi yang lahir tahun 2000 ke atas. Namun, untuk kepentingan tulisan ini, mari kita fokuskan pada upaya mengikat sejarah kepada generasi millenial.

Mengikat sejarah di Era Modern merupakan hal yang sulit diwujudkan. Era Modern yang serba instan nyatanya membuat generasi millenial acuh tak acuh terhadap narasi sejarah bangsanya sendiri. Atau bahkan mereka tidak tahu narasi sejarah bangsanya. Sejarah pada dasarnya bukan hanya sebatas pengetahuan semata. Sejarah dapat menjadi alat untuk menumbuhkan rasa nasionalisme, patriotisme, persatuan dan kemajuan terhadap bangsanya.

"Untuk menghancurkan suatu bangsa, bisa dilakukan dengan memusnahkan ingatan sejarah generasi muda tentang sejarah" - Asep Kambali, sejarawan dan founder Komunitas Historia Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun