Luka yang ada obatnya namun Siti ingin memeluk dan memelihara entah sampai kapan.
Luka ada batasannya, bukan? Tak selamanya luka berakibat buruk untuk kenangan, kan? Atau luka mendewasakan seseorang? Entahlah!
Siti memilih hidup dengan memeluk dan memeram luka itu, entahkah ia buruk atau baik untuk kenangan dan perjalanan hidup.
Sebab, ketiga anak yang sedang Siti besarkan memerlukan sesosok ibu yang mampu hidup di titian luka.
Luka yang tak bisa Siti elakkan apalagi dibuang sejauh-jauhnya sebab luka itu hadir kala Siti sangat mencintai sang suami.
Luka yang merapuhkan, luka yang meremukkan, luka yang menghantam dinding pengharapan masa depan.
Namun, secercah pengharapan setiap hari bersemai kala Siti memetik daun teh bersama-sama perempuan pemetik daun teh lain.S
Siti, ibu pemetik luka yang tumbuh setiap hari karena kenangan silam supaya batin menghijau segar.
[Ditulis untuk Kompasiana.com]
JR
Curup- Kepahiang
Kebun Teh Kabawetan