Dari desa/pedukuhan yang sederhana, Tebuireng menjadi kota industri yang ramai dengan aktivitas ekonomi dan cara kehidupan bersosial, budaya, ekonomi dan keagamaan penduduk berubah.
Ini berdampak kepada gaya hidup penduduk Tebuireng yang konsumtif-hedonis, membeli dan memakai barang untuk berfoya-foya.
Perjudian, minuman keras jadi kebiasaan dan jauh dari nilai-nilai agama Islam. K.H. M. Hasyim Asy'ari prihatin dengan pola hidup penduduk desa Tebuireng itu sehingga mendirikan pesantren di desa tersebut, Pondok Pesantren Tebuireng.
K.H. M. Hasyim Asy'ari, memanusiakan penduduk desa Tebuireng dengan mengajarkan agama Islam melalui Pondok Pesantren Tebuireng. K.H. M. Hasyim Asy'ari dan Pondok Pesantren Tebuireng menjadi penerang di gelap gelita.
Pondok Pesantren Tebuireng menjadi lokomotif penggerak untuk mengubah kehidupan penduduk dari konsumtif-hedonis dan jauh dari nilai-nilai agama Islam  ke cara hidup Islam dan menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa pada awal abad ke-20 Masehi.
Ada dua hal penting mengapa Nahdlatul Ulama didirikan, pertama, berupaya mempertahankan tradisi keagamaan yang bersumber dari ajaran-ajaran para imam madzhab yang dianut oleh para kiai.
Kedua, membentuk organisasi ini untuk wadah persatuan para kiai dalam tugas memimpin umat menuju terciptanya cita-cita kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Gus Rian menjelaskan, "Tidak bisa dipungkiri bahwa berdirinya Nahdlatul Ulama merupakan rangkaian panjang dari sejumlah perjuangan."
Lanjutnya "Karena berdirinya  NU merupakan  respon dari berbagai problem keagaamaan, peneguhan mazhab, serta alasan-alasan kebangsaan, sosial masyarakat dan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda."
Pelestarian tradisi untuk kemaslahatan umat Islam Indonesia selagi sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis menjadi kunci untuk mengetahui pembaruan dalam Islam versi Nahdlatul Ulama.